"Bam...,"
"Ya Sayang?"Beomgyu langsung mengusap rambut Yeji. Namun Yeji masih memalingkan wajahnya, menatap keluar jendela. Sama seperti dulu, seperti kemarin-kemarin.
Yeji berusaha duduk, membuat Beomgyu dengan sigap membantu menopang punggungnya dan membenarkan posisi bantal di punggung Yeji. Gadis itu masih tidak mau menatapnya. Bukan tidak mau, dia tidak sanggup. Namun Beomgyu tidak tau itu, yang Beomgyu rasakan hanya perasaan sesak yang meradang didadanya.
Lama Yeji diam dan Beomgyu hanya sabar menunggu. Hingga Yeji menarik nafas panjang lalu membuka mulutnya.
"Bolehkah untuk saat ini, aku pergi?"
Beomgyu terdiam.
Apa maksud Yeji?
Pergi? Pergi kemana?
Perasaan pria bermarga Choi itu langsung tidak enak.
"Aku mohon...,"sambung Yeji. Beomgyu sedikit meremas tangan Yeji yang digenggamnya.
"Sendirian?"tanya Beomgyu berat, namun nada bicaranya masih terjaga. Tenang dan lembut.
"Ya. Sendirian...,"
"Berapa lama?"tanya Beomgyu lagi. Tidak bisa membayangkan bahkan satu hari jauh dari gadis ini.
Kenapa Yeji tega?
"Sampai semua baik-baik saja...,"jawab Yeji pelan.
"Yeji...semua baik-baik saja bagiku selama kamu disini. Apa tidak bisa kita jalani bersama?"mata Beomgyu mulai memanas dengan desakan-desakan cairan yang tidak sabar dikeluarkan oleh kantung airmatanya.
Yeji menggelengkan kepalanya.
"Aku rasa tidak bisa...,"suara Yeji mengecil.
"...karena setiap melihatmu...hatiku cuma bisa merasakan sakit...aku ingin pergi,"sambungnya. Yeji menundukkan wajahnya, mencoba menyembunyikan airmata yang mulai menggenang dipelupuk matanya.
Beomgyu menatap Yeji dengan nanar. Entah sudah berapa lama sejak itu, hatinya sakit. Namun kali ini terasa lebih tidak tertahankan lagi. Bagaimana tidak, Yeji mengatakan bahwa kehadirannya hanya membuat hati gadis yang dicintainya itu sakit.
Tidak ada jawaban. Semuanya larut dalam pergulatan masing-masing.
Kemalangan ini terjadi ketika keduanya mencintai sudah terlalu dalam.
Beomgyu tidak pernah membayangkan hidup tanpa presensi gadis yang setiap hari bersamanya. Telah merasuk ke dalam sanubarinya. Baginya Yeji adalah udara, maka bagaimana ia akan bernafas ketika udara itu tidak ada?
Yeji sendiri merasa sebesar apa pun dia membutuhkan dan menginginkan Beomgyu tetap ada disisinya, sebesar itu pula rasa sakit yang ia rasakan setiap mimpi buruk itu melintas lagi dibenaknya. Mencoba tersenyum, mencoba seperti biasa, namun ketika melihat sosok Beomgyu, kenangan indah tentang hari yang lalu bagaikan kastil kaca yang mendadak pecah berkeping-keping.
Yeji tidak sanggup menanggung rasanya. Hatinya yang ingin merengkuh Beomgyu kembali. Namun hatinya juga yang kemudian berdarah setiap trauma itu muncul. Rasa cinta dan sakit sama besarnya menggaungi hati perempuan bersurai panjang itu. Ia tidak sanggup merasakan ini dan ingin mengakhirinya, karena itu dalam pikiran sempitnya ia menegak pil-pil tersebut.
"Berjanjilah, jangan pernah berpikir untuk meninggalkan dunia ini lagi,"ucap Beomgyu akhirnya.
Yeji memejamkan matanya, mengalirkan airmata yang sudah dari tadi membendung dipelupuk mata indah itu. Beomgyu memeluk Yeji dengan erat, mengusap-usap rambutnya dan mengalirkan semua rasa sayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With U [BEOMGYU YEJI]
FanfictionKarena suatu hal, Yeji yang masih berusia 17 tahun harus menikah muda dengan Choi Beomgyu teman sekelasnya. "Kalau mau mesra-mesraan minimal jangan di depan mata bisa kali? Dasar istri durhaka,"- Beomgyu. "Mending mulai sekarang urus urusan masing...