Scandal - 50

56 4 0
                                    

Ribi sedikit terkejut saat memasuki campbest, orang yang ada di dalamnya hanya River yang tengah berkutik dengan laptop di pangkuannya. Dengan langkah sedikit ragu, Ribi putuskan untuk tetap masuk. Lagipula, memang ia datang ke sini setelah diminta oleh Seven untuk berkumpul dengan anggota lain. Masa sudah sampai, eh malah pergi?

Menyadari kedatangan Ribi, River hanya melirik sekilas lalu kembali melanjutkan pekerjaannya sembari bertanya, "Tumben datengnya cepet?" Masih ingat kan, tim yang sukanya datang terlambat siapa saja? Benar. Ribi salah satunya.

"Lo juga." Ribi mengingatkan, barangkali River lupa kalau ia termasuk juga ke dalam tim yang suka datang terlambat.

Sambil mengetik, cowok itu kembali bersuara, "Hm. Ada kerjaan."

Ribi perhatikan cowok itu dari samping untuk beberapa saat. Kemudian ia segera ke pantry untuk membuat kopi. Bingung juga soalnya harus berbuat apa selagi hanya ada mereka saja di campbest. Belum lagi insiden tidur seranjang kemarin. Alhasil, membuat suasana menjadi awkward.

"Kerjaan apa?" akhirnya Ribi berhasil menemukan topik untuk membangun suasana agar tidak bingung dan awkward banget. Gadis itu pun duduk di sofa yang sama dengan yang River duduki. Namun ia sengaja menjaga jarak kurang lebih setengah meter di samping kanannya.

"Bikin laporan penyelesaian kasus."

Kedua mata Ribi sedikit melebar. "Baru bikin sekarang?"

"Baru sempet."

"Emang lo ngapain aja?" tanya Ribi terdengar seperti sebuah sindiran.

River berhenti mengetik. Lalu ia menoleh menatap Ribi tanpa bicara.

"Apa?" tanya gadis itu heran.

"Lo bikin kopi cuma satu?"

Ribi mendengus. "Iya. Kenapa? Lo mau gue bikinin? Nggak, makasih." Dengan sengaja dan cepat, gadis itu menyesap kopinya di depan River. "Enak banget kopinya. Pas ba—HEH?!" Ribi dibuat terkejut ketika tiba-tiba River menarik tangannya yang sedang memegang gelas, kemudian River meminum kopi tersebut satu sesap.

"Thanks." Kata River tanpa merasa bersalah dan kembali fokus pada laptop di hadapannya.

Ribi pun kembali mendengus. Untung saja tadi pegangan di gagang gelasnya erat. Coba kalau tidak? Bisa jadi gelasnya jatuh, isinya tumpah ke sofa. Kalau Seven tau, Seven pasti akan menyuruh untuk membersihkan sofa itu sendiri.

"Kok yang lain belum pada dateng sih?" Ribi berbicara sendiri sambil menoleh ke belakang, ke arah pintu campbest yang masih tertutup rapat.

"Ada urusan di kelas mungkin." River menjawab acuh tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.

Karena jawaban River, Ribi pun kembali memperhatikan cowok itu. Dari samping, potongan wajah River makin terlihat tegasnya. Rahangnya apalagi. Tidak hanya tegas, tapi juga tajam. Hidungnya juga mancung dan runcing. Dan rambutnya... sudah panjang. Sudah mencapai kerah kemejanya.

"Rambut lo udah gondrong."

Jari River segera berhenti bekerja saat ia merasakan tangan Ribi menyentuh rambut bagian leher belakangnya. Kebetulan memang pekerjaannya membuat laporan telah selesai. Maka, ia pun sudah bisa menutup laptop-nya dan fokus pada gadis yang ada bersamanya saat ini. "Kenapa emangnya?" cowok itu balik bertanya tanpa menepis tangan Ribi. Ia biarkan tangan Ribi bebas melakukan apa pun yang Ribi mau. Yang kini beralih memainkan dasi River.

"Ver..." panggil gadis itu lirih tanpa menatap wajah River. Satu-satunya yang bisa ia tatap saat ini hanya dasi River yang sedang ia mainkan saja.

"Hm,"

Best ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang