Darah itu bercucuran. Memberi noda merah pada kemeja yang ia kenakan. Serta lantai yang ia pijak. Matanya berkunang, kepalanya berat bukan main. Telinganya berdengung. Hanya butuh hitungan detik sampai ia akan benar-benar runtuh sepenuhnya.
"Berhenti! Tolong berhenti!" Anjani menjerit, memohon dengan penuh putus asa dengan rasa sedih dan rasa sakit yang luar biasa. Menyaksikan Seven sedang disiksa secara sadis di hadapannya!
Eksa tidak berhenti. Ia terus memukuli Seven yang sudah tidak berdaya. Di hadapan Anjani, serta di hadapan anak-anak buahnya yang tertawa puas melihat aksi kejinya.
Sementara Abyasa, sebelum Seven datang sudah bersembunyi di tempat yang aman dan nyaman. Sambil menikmati pemandagan Seven disiksa, ia menikmati buah strawberry. Puas dan bahagia sekali rasanya hari ini bisa melihat murid nomor 1 di SMA Tribe sekarang dalam kondisi seperti itu.
Entah untuk keberapa kalinya, Eksa menendang dada Seven. Kali ini Seven dibiarkan roboh di atas lantai. Tidak seperti tadi, di mana Eksa menahan Seven dengan cara menjambak rambutnya.
"Kak Seveeeeen!!" suara Anjani sampai nyaris hilang. Tangisnya histeris bukan main. Ia makin menggila, meronta dan memberontak dalam kondisinya yang terikat. Sampai-sampai tindakannya membuat tubuh sekaligus kursinya terjatuh sekitar 2 meter di depan Seven yang sudah terkapar, terdiam dan tidak bergerak sama sekali.
Dengan kemampuan penglihatannya yang makin buram dan seluruh badan yang kaku, Seven sedikit masih bisa melihat wajah Anjani yang menangisinya dan meneriakinya. Mulutnya yang kaku ingin ia gerakkan, namun yeah, mana mungkin bisa. Sampai kemudian untuk terakhir kali, ia merasakan hantaman hebat di kepalanya.
Dan semuanya menggelap dalam sekejap.
🎡🎡
Akhirnya setelah menjadi partner Bisma mengikuti Gangga dan Cassie, Denver bebas. Kalau tidak terpaksa banget, ia tidak akan mau melakukan kegiatan memata-matai orang pacaran seperti ini. Sebelum benar-benar pulang, lebih dulu ia mampir ke minimarket untuk membeli minuman dingin.
Sambil menyesap minuman dingin itu, ia merogoh ponsel di dalam saku celananya. Tadi ia sempat mendapat pesan dari salah seorang teman geng motornya kalau saat itu sedang ada pertunjukan seru berlangsung di markas. Denver jadi penasaran, pertunjukan seru apa sih? Apakah sekarang masih berlangsung? Oke, tanpa pikir panjang, Denver pun memutar mobil dan mengganti tujuannya.
Tak lama kemudian, Denver sudah sampai di depan markas. Harusnya, jika sedang ada pertunjukan seru berlangsung, halaman depan sudah full motor para anggota dong. Namun yang Denver temui hanya halaman kosong. Tanpa ada kendaraan satu pun. Satu-satunye kendaraan ya hanya mobilnya saja.
Terlanjur sampai, Denver putuskan untuk turun dari mobil. Dengan langkah santai, ia memasuki markas yang tidak terkunci itu. Lagi-lagi, tak ada siapa-siapa di dalam markas. Sepi. Benar-benar sepi.
"Oh, udah kelar ya?" ujar Denver berbicara sendiri. Lalu ia pun berniat untuk pergi. Karena buat apa juga sendirian di tempat itu?
Namun, baru satu langkah, tiba-tiba ia berhenti. Lewat ekor matanya, Denver melihat ada noda darah di lantai. Noda darah tersebut seperti sudah dilap, tapi ala kadarnya. Jadi masih ada sisa-sisanya lagi. Dan lagi, ada juga noda bekas darah yang diseret.
Melihat keadaan seperti itu, perasaan Denver langsung tidak enak. Dan dengan sedikit langkah hati-hati, ia mengikuti jejak darah tersebut hingga mengantarkannya ke rubanah. Tempat di mana para anggota geng menyimpan barang-barang yang tidak terpakai lagi.
Denver terkejut bukan main begitu ia melihat sesosok manusia tampak tergeletak dengan kondisi terikat di tubuhnya. Langsung Denver berlari menghampiri orang itu. Ketika ia menolehkan kepala orang tersebut, Denver dibuat makin kaget, sekaget-kagetnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Scandal
Ficção AdolescenteAda sepuluh siswa pilihan yang menjadi panutan siswa-siswa lain sekaligus menjadi andalan para guru di SMA Tribe. Selain memiliki image baik dan positif karena tidak pernah terlibat masalah, juga kontribusi mereka untuk sekolah, kesepuluh siswa pili...