Kalau Ribi tidak segera ditahan oleh River dan Sana, maka sudah bisa dipastikan Marin akan terluka karenanya. Sebab Ribi benar-benar serius tadi akan menyerang Marin begitu Marin tiba di marbest.
"Manusia brengsek! Berani-beraninya lo nampakin diri di depan kita, hah?! Urat malu lo mana?! Nggak ada ya?! Nggak ada malu ya?! Nggak tau diri ya?! Oh, iya! Lo kan nggak punya otak ya! Soalnya kalo orang punya otak, pasti nggak bakal ngehianatin tim sendiri! Lo—"
"Bi, Bi, please, yang tenang ya? Aku mohon." Sana kembali memeluk Ribi, berusaha menenangkan Ribi yang mendadak beringas begitu melihat Marin.
"Gimana gue bisa tenang, Kak?! Ini manusia yang udah bikin kita semua dalam kondisi kayak gini! Kalo nggak ada manusia goblok satu ini, sekarang kita masih bisa menikmati fasilitas campbest, kita masih happy, kita nggak digunjing, kita nggak—"
"Bi," kali ini yang memotong ucapan Ribi adalah River. Hanya dengan dua huruf, ia mampu membuat Ribi terdiam dan tenang.
Suasana yang sempat panas itu pun mendadak jadi dingin. Semua diam dengan pikiran masing-masing. Atau lebih tepatnya, Seven sengaja memberi jeda bagi para anggotanya untuk menenangkan diri dan meredam emosi untuk saat ini.
Sampai tiba-tiba Marin terduduk dengan bahu yang bergetar. Kemudian ia menundukkan kepala dalam-dalam. Menyembunyikan tangis yang sudah ia tahan. Tanpa perlu Ribi beberkan semuanya, Marin sudah sadar diri. Itu semua memang kesalahannya. Apa yang menimpa BEST saat ini terjadi karena ulahnya yang telah menghianati BEST dan bekerja untuk Abyasa. "Maafin gue... Gue bener-bener minta maaf..." ucapnya lirih dan penuh rasa sesal.
"Kenapa lo minta maaf? Karena lo juga kena imbasnya kan? Cih, untuk satu alasan gue harus berterima kasih sama Abyasa karena pada akhirnya lo juga dihianatin sama dia." Sinis Ribi sama sekali tidak simpati.
"Maafin gue! Maafin gue! Gue bener-bener minta maaf!" dengan lututnya, Marin berjalan menghampiri Ribi dan mengguncang-guncang celana jeans panjangnya.
Sontak Ribi terkejut sekaligus kesal. "Apaan sih, minggir lo!" Ribi menarik kakinya hingga pegangan tangan Marin pun terlepas dan membuat Marin harus menundukkan kepalanya lagi.
Sana segera menghampiri Marin. "Bi, Marin masih anggota kita."
"Nggak, Kak! Dia sendiri yang mutusin buat ngehianatin kita. Artinya dia sendiri yang mutusin buat keluar dari BEST!"
"Bi, gue mau bicara. Mungkin perkataan lo bisa lo simpen dulu?" Seven bertindak. Membuat Ribi kesal dan dengan sewot duduk di atas tempat tidur yang memang ada di marbest. Masih ingat kan?
Sana pun membujuk dan membawa Marin untuk duduk bersamanya di sofa. Memang Sana adalah sebaik-baiknya orang. Sudah dijahati setelak itu, ia masih bersikap baik kepada Marin. Ribi sampai geram melihatnya.
"Thank you, kalian semua udah nyempetin dateng ke sini malam ini. Itu adalah satu hal yang patut gue apresiasi. Karena di tengah ke-nggak-jelasan masa depan BEST, hati kita masih terpaut. Masih satu." Seven memulai pembicaraannya dengan diplomatis.
"Sori, Bang. Bisa lebih cepet nggak? Gue nggak bisa lama-lama nih. Soalnya—"
"Mau main sama siapa lagi malam ini, El?" potong Sakaris dengan wajah malas.
Kiel berdecak, "Bukan urusan lo."
"Kalian udah tau kan, besok kita akan disidang di depan kepsek dan ketua yayasan. Sidang besok yang bakal menentukan masa depan BEST ke depannya." Seven melanjutkan pembicarannya.
Topan terlihat mendesis. Terlihat sekali kalau ia sedang menahan amarah.
"Kita nggak tau keputusan apa yang bakal mereka ambil. Kemungkinan buruknya, BEST dibubarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Scandal
Teen FictionAda sepuluh siswa pilihan yang menjadi panutan siswa-siswa lain sekaligus menjadi andalan para guru di SMA Tribe. Selain memiliki image baik dan positif karena tidak pernah terlibat masalah, juga kontribusi mereka untuk sekolah, kesepuluh siswa pili...