Wajah Denver yang penuh luka menjadi perhatian utama Ribi saat untuk pertama kalinya ia bertemu dengan cowok itu hari ini. Ribi baru saja tiba di area gedung E saat tanpa sengaja bertemu dengan Denver. Meski begitu, cowok itu masih tetap bisa tersenyum lebar padanya. "Good morning, Ribi."
"Tampang lo kenapa?" tidak bisa bagi Ribi untuk tidak menanyakannya.
"Oh, ini." Denver sempat terkejut ketika Ribi bertanya pada keadaan wajahnya. "Ya, namanya juga cowok. Kalo nggak jotos-jotosan nggak laki." Cowok itu kemudian meringis.
"Gue serius."
Seketika itu juga Denver diam. Tapi bukannya menjawab, selanjutnya ia malah tersenyum senang, "Ciee, khawatir nih sama gue?"
Ribi yang malas pagi-pagi sudah harus berhadapan dengan ketengilan Denver, hanya memutar kedua bola matanya. Kemudian ia pun pergi begitu saja meninggalkan Denver.
Sontak Denver panik dan menghadang langkah Ribi. "Buru-buru amat. Belum ngerjain PR?"
"Minggir." Ribi menyuruh cowok itu minggir.
Namun Denver menggeleng. "Daripada nyuruh gue minggir, mending bantuin gue ganti plester gue yuk?" ia tunjuk plester yang menutupi luka di pelipisnya.
"Lo cuma mau modus kan?" Ribi tau betul.
Denver pun menaikkan satu ujung bibirnya, "Namanya juga usaha."
"Udah, deh. Minggir." Ribi yang tidak sabar, berusaha menggeser tubuh Denver yang menghalangi langkahnya.
Namun Denver masih membatu. Enggan menyingkir atau membiarkan Ribi lewat sama sekali. Denver masih ingin bersama dengan gadis yang jarang ia temui meski sudah berada dalam satu sekolah.
"Ver—"
"ADUUUH!"
Tanpa sengaja, tangan Ribi yang terkibas, mengenai salah satu luka di wajah Denver. Hal itu sontak membuat Denver mengaduh kesakitan. Cowok itu pun tampak meringis menahan sakit sambil memegangi luka yang terkena tangan Ribi tadi.
"Eh, gue nggak sengaja." Kata Ribi kemudian.
"Sakit." rintih Denver.
"Gue bilang gue nggak sengaja. Lo sih, gue minta minggir malah ngehalangin gue."
"Bukannya tanggung jawab, malah membela diri." sindir Denver.
Ribi pun berdecak. "Ya udah, kita ke ruang kesehatan sekarang."
Senyum di wajah Denver seketika merekah.
Baru sampai di taman samping gedung E, tanpa sengaja mereka berpapasan dengan River yang baru sampai di sekolah hendak menuju kelas. Akan tetapi, karena pertemuan River terpaksa menghentikan langkah. Pun Ribi dan Denver.
Tatapan tajam River segera tertuju pada Ribi. Seolah menuntut penjelasan. Kenapa sepagi ini Ribi dan Denver sudah berduaan? Kemana pula mereka akan pergi? Bukannya kelas mereka—dan seluruh kelas 11—ada di gedung E?
"Adududuh, sakit banget, asli, sakit banget, Bi!" Denver sengaja menginterupsi River dan Ribi yang hanya adu mata tanpa suara sejak pertemuan tidak sengaja itu. Lihat saja, usahanya berhasil. Baik River maupun Ribi sama-sama menoleh padanya.
Ribi kembali berdecak sebal ke arah Denver. Lalu tanpa mengatakan apa pun baik pada Denver maupun River, Ribi kembali berjalan mendului.
Tak lupa Denver memberi senyuman menyebalkan pada River yang tertinggal di belakang mereka dengan rahang mengeras.
🎡🎡
"Duduk."
"Siap, Nyonya." Denver menuruti perintah Ribi yang menyuruhnya untuk duduk begitu tiba di ruang kesehatan. Berhubung masih pagi, ruang kesehatan jadi masih kosong, hanya ada mereka berdua. Anak-anak dari klub kesehatan apalagi dokter jaga masih belum datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Scandal
Novela JuvenilAda sepuluh siswa pilihan yang menjadi panutan siswa-siswa lain sekaligus menjadi andalan para guru di SMA Tribe. Selain memiliki image baik dan positif karena tidak pernah terlibat masalah, juga kontribusi mereka untuk sekolah, kesepuluh siswa pili...