Adrian mendongak dan memerhatikan sekelilingnya. Pemuda itu sekarang sudah berada di bagian belakang sekolah, tepatnya di bagian gudang penyimpanan yang dikhususkan untuk sampah daur ulang. Setelah melihat bahwa hanya ada dirinya disana, Adrian segera mendorong pintu gudang yang tidak terkunci.
"Ahhh... tolong... He-" teriak Rowen yang mengangetkan Adrian. Namun Rowen segera sadar dan mengenali bahwa itu bukan sosok yang dia maksud melainkan Adrian. Rowen langsung terdiam karena tidak menyangka akan bertemu Adrian.
Adrian yang ditatap dengan tatapan kebingungan, hanya menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal dan mulai membuat alasan,
"Ah, mengapa anda ada disini? Apa Pak Rudi juga menyuruh anda?" tanya Adrian dengan kedua alis yang terangkat. Dia sama sekali tidak menanyakan mengapa Rowen berteriak minta tolong sebelumnya. Dia melihat ekspresi Rowen dan berharap bocah ini memakan kebohongannya bulat-bulat.
Namun setelah hening selama beberapa menit karena Rowen yang tidak pandai menjelaskan kondisinya, Adrian yang bosan langsung membuat gerakan dengan mengenggam pergelangan tangan bocah itu dan menariknya keluar.
Dari gudang yang gelap anda tidak akan bisa melihat apa yang terjadi pada Rowen, namun sekarang wajah babak belur pemuda itu sangat kentara dan berwarna keunguan. Adrian melihat semua itu dengan ekspresi ngeri dan matanya segera membulat, "Apa yang terjadi pada anda?" tanya Adrian sambil meletakkan tangannya di bahu Rowen.
Rowen mendongak dan melihat ekspresi teman sebangkunya yang terlihat peduli padanya dan tanpa sadar hal tersebut membuatnya terharu. Rowen ingin membuka mulutnya namun terlalu takut untuk memulai. Heseol selalu menekannya untuk tutup mulut setiap kali ada orang yang menanyai luka-lukanya atau dia akan mendapatkan tiga kali lipat rasa sakit keesokannya.
"Aku ... tidak apa-apa, hanya... te-ter..jat..uh," jawab Rowen pada akhirnya. Dia langsung menundukkan kepalanya takut Adrian melihat kebohongannya. Namun, Adrian tanpa ditanyai pun jelas sudah mengetahui segalanya. Ia hanya berpura-pura tidak tahu.
Berkat kepolosan Rowen, Adrian tidak bisa tidak menyeringai kesenangan. Ia tidak menyangka pendukung protagonis yang kuat di masa depan ternyata memiliki sisi seperti ini dan hal tersebut membuatnya bersyukur.
Adrian memalingkan tubuhnya dan berpura-pura mengecek isi gudang dan mengetikkan sesuatu di ponselnya. Tidak lupa Adrian sedikit berbicara sendiri yang mana Rowen bisa menyimpulkan bahwa ia telah menyelesaikan tugas dari Pak Budi. Adrian baru kemudian mendekati Rowen karena pemuda tersebut masih mematung disana sesuai perkiraannya.
Adrian lalu merosok kantong celananya dan mengeluarkan beberapa bungkus plester luka yang ia bawa dari rumah untuk menutupi beberapa luka kecil yang terbuka di beberapa area tubuh Rowen (Ia mungkin mendapatkan lukanya berkat gesekan yang terjadìi antara kulitnya dengan aspal). Adrian kemudian membuka satu persatu plaster luka itu dan menempelkannya pada bagian tubuh Rowen yang terluka seperti siku tangan dan kaki.
Rowen yang menunduk tidak bisa tidak tersentuh dan cukup terkejut dengan perhatian yang Adrian berikan kepadanya dan dia pun mengangkat kepalanya hanya untuk memerhatikan gerakan yang Adrian lakukan.
Setelah selesai, Adrian pun beralih menatap Rowen yang masih terdiam di tempatnya dan berkata,
"Ayo pergi ke kelas! Mata Pelajaran sebentar lagi akan dimulai! Kita tidak boleh terlambat," ucap Adrian dengan santai. Rowen yang mendengar kalimat tersebut hanya bisa mengangguk dan membiarkan Adrian memimpin jalannya sementara Rowen akan bergerak mengikutinya dari belakang.
Adrian memimpin jalan mereka sampai ke kelas. Di sepanjang perjalanan, tanpa Adrian sadari, manik Rowen terus menerus berair dan tidak bisa berhenti. Dia menangis sepenuhnya dalam diam.
Saat ini hati Rowen dipenuhi oleh fluktuasi aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dia merasa sangat bersyukur dan senang saat ini,
"Setelah selama ini, saya sepertinya akhirnya menemukan seorang teman yang tulus dan peduli kepada saya," ungkap Rowen di dalam hatinya. Dia tidak bisa tidak memandangi punggung Adrian yang berjalan dengan santai di depannya sambil membasuh matanya yang basah dengan lengan bajunha.
Rowen berharap dia bisa mengabadikan momen ini sehingga ketika sesampainya sepulang sekolah nanti, dia berencana menulis hal yang terjadi hari ini di buku hariannya.
Kali ini untuk pertama kalinya dia akan menulis tulisan yang diliputi dengan perasaan senang dan terharu. Rowen tidak bisa menahan senyumnya sama sekali dan sebuah senyum simpul akhirnya terpapar di wajahnya yang selama ini selalu tampak murung dan tertekan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjahat Yang Membalas Dendam
Teen FictionAdrian cukup beruntung untuk kembali ke masa lalu setelah kematiannya yang menggenaskan melawan musuh bebuyutannya. Adrian yakin bahwa dia pasti bisa menjatuhkan musuhnya itu setelah hidup dan melewati kematian sekali. Namun, yang tidak Adrian sangk...