4

639 185 152
                                    

Bel istirahat berbunyi, Adrian berencana basa-basi mengajak Rowen makan bersama di kantin. Tapi belum juga Adrian buka mulut, Rowen sudah bergegas pergi. Bukan ke kantin, Adrian melihat punggung pemuda itu memasuki kelas di sebelahnya yang tidak lain adalah kelas Heseol.

Adrian menaikkan kedua alisnya nampak memiliki ide namun memilih tidak mempertanyakan hal tersebut dan alih-alih pergi menuju Rowen, Adrian berbalik pergi menuju papan pengumuman di dekat ruang guru. Selama perjalanan, Adrian tidak bisa untuk tidak menahan seringai tipisnya ketika ia memikirkan Rowen. "Betapa sayangnya tidak bisa menonton keseruan," pikir Adrian.

Namun, Adrian tahu Rowen bukan prioritas utamanya. Prioritas utama Adrian adalah protagonis novel ini yaitu Jack. Ia harus fokus untuk memutuskan semua kemungkinan yang bisa saja menguntungkan protagonis demi mencapai balas dendamnya. Salah satunya adalah melalui prestasi akademik.

Karena berdasarkan ingatannya, Jack akan sangat diuntungkan berkat kepintarannya yang melebihi siswa lainnya di sekolah. Ia nantinya akan bertemu dengan beberapa peran pendukungnya yang setia dan juga sang protagonis wanita. Melalui mereka Jack akan membantu dan memanen hasil penyelesaian misi yang cukup besar. Akibatnya tanpa semua orang sadari, Jack sudah tumbuh menjadi orang yang memiliki banyak kemampuan luar biasa berkat lotere skill yang dia putar. Hal inilah yang sangat Adrian hindari. Semakin kuat protagonis maka semakin kecil pula kemungkinan villain kecil tanpa sistem sepertinya untuk berhasil menjatuhkan protagonis. Alih-alih menjatuhkan, Adrian takut dia justru menggali kuburannya sendiri seperti di masa lalu.

Oleh karena hal itu, Adrian bertekad untuk bekerja keras dalam belajar. Dengan kemampuannya saat ini, tidak sulit untuk Adrian mendapatkan tutor yang baik dan dengan kerja kerasnya dia yakin bisa mengalahkan Jack. Adrian bukannya tidak tahu jika misi pertama Jack berkaitan dengan "meraih peringkat 1  di antara seluruh siswa di sekolah". Bukankah akan menyenangkan jika Adrian bisa menjadi pengagal misi Jack? Musuhnya itu akan mendapatkan penalti dan tentu saja gagal mendapatkan poin halo protagonis. Walaupun tentu hal tersebut tidak akan semudah kelihatannya.

"Saya mungkin tidak suka belajar di kehidupan sebelumnya tapi nilai saya tetap 10 terbaik di sekolah ini. Bagaimana jika saya belajar?" gumam Adrian, "Yah, saya setidaknya harus memastikan di peringkat mana saya semester lalu sebelum memulai strategi belajar gila saya," lanjut Adrian.

Kini setelah ia sampai di papan pengumuman, Adrian menghela napas lega setelah mengetahui papan peringkat masih tertempel disana. Tidak butuh waktu lama untuk mencari namanya, namun beberapa hal tampaknya tidak berjalan sesuai dengan perkiraan Adrian.

"Saya peringkat 8? Bukankah itu seharusnya menjadi 6 atau 5???" teriak Adrian sambil memukulkan tangannya ke kertas pengumuman hasil belajar siswa semester lalu. Ia melihat skor teman-teman diatasnya dan tidak bisa tidak melihat persaingan yang ketat disana. Matanya menyipit. Peringkat 1-7 ini, mereka semuanya hanya memiliki selisih nilai yang kecil sehingga bisa disimpulkan bahwa ketujuh orang ini memiliki kepintaran yang tidak jauh berbeda, kecuali untuk Adrian. Ia memiliki selisih nilai 1,8 yang lebih tinggi dibanding siswa diatasnya yang hanya memiliki maksimal selisih 0,3.

"Yah.. setidaknya dengan tutor nanti hal-hal seperti ini harus bisa terlewati. Dan saya juga akan bekerja keras agar bisa mendapatkan poin penuh di semua ujian saya!"ungkap Adrian optimis. Bagaimanapun dia tidak ingin berlama-lama berdiri di sana karena sesuatu hal dan segera
mengambil ponselnya dan memotret hasil nilai siswa tersebut untuk dijadikan acuan pembelajaran tutor di masa mendatang.

Adrian yang sudah meninggalkan area papan pengumuman tidak langsung pergi kembali ke kelas. Namun ia sengaja berjalan di koridor sekitaran ruang guru.

"Seharusnya bajingan itu sudah muncul disini," gumam Adrian dengan wajah yang gelap.  Ia tampak memiliki gumpalan emosi yang sulit diartikan jika hanya dengan melihat melalui kedua matanya. Namun, tidak peduli emosi apa itu, rasa yang dibawa sangatlah negatif dan beracun. Seolah-olah tatapan tersebut bisa membunuh orang.

Tidak butuh waktu lama, Adrian segera mengatur wajahnya kembali netral dan dengan melihat adanya kesempatan dan celah di sekitar kantor, Adrian menelusuri pemandangannya ke dalam ruang guru. Sayangnya, hasil yang Adrian inginkan tidak terlihat.

Setelah cukup lama menggecek dan menunggu di  depan kantor guru, Adrian memutuskan untuk menyerah, "Ah! Apa dia masih di ruang kepala sekolah ya?"ungkap Adrian seolah-olah baru saja berhasil memecahkan suatu masalah.

"Tampaknya begitu ya. Hmm.. sebentar lagi urusan Rowen sepertinya akan selesai. Saya sebaiknya segera menemuinya." pikir Adrian sambil melirik perkiraan waktu di ponselnya. Ia memasukkan ponselnya ke celana dan berjalan pergi menuju kelas.

Namun, belum juga Adrian berjalan lebih dari lima langkah, Adrian mendengar seseorang memanggil namanya dan itu adalah suara guru wali kelasnya.

"Adrian tunggu sebentar!"

Adrian segera menoleh dan  menemukan wajah yang selama ini dia cari-cari.

"Bajingan itu dan senyumnya yang menjijikkan, sangat memuakkan!" teriak Adrian di dalam hatinya. Walaupun demikian anda tidak akan menduga bahwa ekspresi yang Adrian tampilkan adalah ekspresi anak laki-laki baik yang siap membantu kapanpun dibutuhkan.


***

Next?


Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang