2

855 213 112
                                    

Adrian meraih tas punggungnya dan pergi menghampiri ayahnya, Henri Mangkudewa di ruang kerjanya. Tidak seperti Adrian yang sudah siap dengan tas sekolahnya, Henri justru tengah sibuk menyiapkan berkas-berkas pekerjaannya.

Hendri melihat kemunculan Adrian melalui kaca transparan ruang kerjanya dan sebuah pikiran terlintas di kepalanya. Henri sangat mengenal Adrian dan berpikir bahwa putranya itu mungkin kembali membuat masalah dan membutuhkan bantuannya. Desahan keluar dari mulut Henri lantaran tak tahu sudah berapa kali kecewa dengan perangai Adrian. Ia hanya bisa mengelengkan kepalanya.

Kriett ... (suara pintu dibuka)

"Masalah apalagi kali ini Adrian Mangkudewa?" tanya Henri tegas.

Adrian menatap alis Henri yang bertautan menunjukkan rasa khawatir dan kemarahan terhadapnya membuat Adrian menghela napas mengerti.

"Saya benar-benar sampah di masa lalu..." ucap Adrian di dalam hati. Ia langsung menggelengkan kepalanya dan pergi melakukan eyecontact dengan Henri untuk membuka obrolan yang serius.

Ia memikirkan rencananya dan langsung berkata pada Henri, "Ayah, saya ingin fokus belajar. Bisa anda mendaftarkan saya di sebuah lembaga kursus berikut ini?" ucap Adrian sambil memperlihatkan beberapa lembar print out terkait kursus belajar bernama "Future" yang
merupakan salah satu lembaga pendidikan terbaik di Kota Hanami.

"Apa? Kursus belajar? Ka-kamu tertarik untuk belajar??? Apa maksudmu?" jawab Henri terkejut. Ia sama sekali tidak membayangkan kemungkinan ini. Setahunya Adrian sebelumnya sangat menentang hal-hal seperti ini. Adrian yang Henri kenal adalah seorang jiwa muda yang selalu berpikir bebas atau bisa disebut juga bahwa " anak tersebut hanya tau bermain dan membuat masalah". Henri memutar kedua matanya memikirkan setiap masalah yang Adrian timbulkan di masa lalu. Henri kini bertanya-tanya mengapa dan motif seperti apa yang bisa mendasari perubahan sikap tersebut.

Seperti memahami pandangan Henri, Adrian mengerjap beberapa kali dan menjawab dengan postur yakin, "Saya ingin fokus belajar ayah! Teman-teman saya semuanya akan pergi ke Universitas dan bagaimana dengan saya? Mereka pergi sementara saya harus ke luar negeri? Saya tahu nilai saya sangat buruk tapi saya tidak ingin meninggalkan teman-teman saya," jawab Adrian dengan membuat ekspresi yang meyakinkan.

Henri melihat semangat di mata itu dan hatinya tidak bisa tidak merasakan sebuah kehangatan yang jarang dia rasakan dari anak nakal ini. Henri tidak tahu dari mana ia tahu pikirannya untuk mengirim anak itu ke luar negeri. Tapi Henri hanya menduga bahwa ia sepertinya mengetahui hal tersebut dari percakapannya dengan Hans, paman dari Adrian dan adik laki-lakinya ke dua. Mereka memang sempat membahas tentang kemana sebaiknya ia mengirim Adrian pergi untuk mendapatkan gelar sarjananya.

Henri kemudian memutuskan untuk kembali bertanya, "Lalu kapan kamu akan pergi untuk kursus? Jika itu memang sesuatu yang kamu inginkan saya akan mengurusnya. Tapi kamu harus paham bahwa kamu tidak bisa berhenti di tengah jalan ataupun membuat masalah yang tidak perlu," lanjut Henri sambil memandangi wajah putranya yang terlihat berbinar-binar?

Adrian tidak tahu pikiran ayahnya yang menatapnya aneh. Namun berkat respons yang positif itu, Adrian langsung melemparkan jawaban dengan mata yang semakin berbinar-binar (lebih dari sebelumnya), "Baik ayah saya pasti akan taat kali ini. Saya bisa mulai besok dan saya ingin disatukan di kelas B karena disana akan ada teman saya," ungkap Adrian.

Henri mengangguk pelan  dan menatap Adrian cukup lama sebelum membuat keputusannya. Setelah melihat ekspresi semangat Adrian, Henri hanya berpikir untuk segera mengiyakan saja. Walaupun terasa tidak biasa, namun dia hanya perlu memarahi Adrian jika rencana bimbingan berhenti di tengah jalan. Bagaimana pun Henri tidak berharap banyak karena ia mengetahui kapasitas serta disiplin belajar Adrian termasuk rendah. Dan jika itu berhasil maka Henri tidak akan rugi karena ini adalah kegiatan positif, "Baik saya akan mengurusnya. Kamu bisa pergi,"

"Baik, terimakasih ayah," jawab Adrian sambil pergi memeluk Henri dari belakang. Henri hanya membalas dengan anggukan dan Adrian segera pamit untuk pergi ke sekolah.

Setelah melihat punggung anak itu pergi menjauh, Henri hanya bisa mengeleng-gelengkan kepala,

"Yah setidaknya dia masih memiliki teman yang benar di mata saya. Untunglah!" gumam Henri sambil melihat detail kontak lembaga kursus "Future" di depannya.

•••

Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang