24

317 84 6
                                    

Heseol melirik pintu kamarnya yang tertutup rapat. Ia mencoba membuka pintu tersebut tetapi nihil, pintu itu masih saja terkunci.

Heseol mendengus napas kesal dan mau tak mau berteriak, "Oh ayolah, apa anda akan benar-benar mengurung anak laki-laki anda?!" teriak Heseol, berharap bahwa siapapun di luar sana, terutama ibunya, akan menanggapinya.

"Berhenti berbicara!" Teriak suara maskulin yang menggema di seluruh ruangan. Heseol mengetahui bahwa yang menjawab adalah ayahnya segera menekan egonya dalam-dalam. Ia tahu dia sudah gemetar ketakutan dan tidak dalam kondisi siap menghadapi kekesalan ayahnya padanya.

Sementara di ruang makan, lantai satu kediaman Kim, Penatua Kim, Haejin Kim sedang melihat surat pemutusan drop-out secara tidak terhormat Heseol. Dan hal tersebut membuat Haejin sangat tidak terima.

"Bukankah saya salah satu sponsor sekolah tua itu! Berani sekali mereka menjatuhkan hukuman sedemikian rupa kepada anak saya," ringis Haejin, sambil menekan nomor telepon pendukungnya. Ia merasa bahwa dengan dukungan pendukungnya, masalah ini akan segera teratasi.

"Saya tidak peduli jika dia dikeluarkan. Tapi, bagaimana dengan sanksi kelas A yang mereka jatuhkan. Bukankah itu akan mencoreng nama Heseol sepenuhnya?" ungkap Haejin yang menahan emosinya sedemikian rupa.

Haejin tentu sepenuhnya sadar bahwa Heseol, putranya merupakan pihak yang bersalah. Tetapi untuk segera menangguhkan proses belajarnya tepat di awal semester, mengeluarkannya hanya karena satu kesalahan, dan sama sekali tidak mempertimbangkan wajahnya  dengan memutuskan sanksi kelas A semacam itu sama saja dengan menuliskan catatan kejahatan ke dalam profil anaknya, yang sangat tidak bisa diterima.

"Dengan sanksi kelas A diterapkan, Heseol sudah dipastikan akan dikucilkan dari pergaulan sosial kami. Ini tidak bisa dibiarkan," ucap Haejin. Ia mau tak mau perlu membuat kesepakatan dengan pihak lain.

"Halo?"

"Oh Tuan Haejin, Sudah lama tidak mendengar kata-kata dari anda. Perihal apa ini?" tanya suara berat di seberang sana.

"Saya tidak tahu apa yang adik anda lakukan saat saya masih bersikap baik hati kepada grup kecil mereka. Tidakkah menurutmu hal-hal seperti ini berlebihan? Tidak hanya menangguhkan masa sekolahnya tapi juga mengancam surat pendrop-outan jika tidak melaksanakan sanksi kelas A? Maksudku, bagaimana bisa itu menjadi sanksi kelas A??" tanya Haejin dengan suara yang sinis.

"Hmm.. Tunggu sebentar," jawab suara diseberang sana.

Suasana hening sejenak, namun tak lama panggilan kembali dilanjutkan,

"Ah, halo Tuan Haejin. Hm, Saya sudah melihat garis besarnya. Jadi ini soal putra anda yang terlibat pembullyan. Hm, ini kasus yang cukup sulit tapi bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Pertanyaannya, apa tujuan akhir yang anda inginkan?"

"Simple. Saya hanya ingin penghapusan riwayat kenakalan kelas A nya. Setidaknya saya perlu membuat sedikit muka di masa depan, tidak bisa membiarkan anak muda ini tidak diterima di sekolah manapun kan?" tanyanya dengan nada yang sedikit angkuh.

Suara berat di seberang hanya mendeham cukup lama dan kemudian kembali membalas,

"Saya akan menghubungi adik saya. Adapun untuk sekolah, apakah perlu bantuan?"

"Tidak perlu. Saya hanya tidak ingin profil anak saya digambarkan sebagai mantan penjahat. Dia hanya anak-anak bodoh yang suka mengisengi temannya. Tetapi apa anda mengenal Roger Harris?"

"Ouhh... siapa ini? Hahaha tenang saja untuk masalah putramu, ini pekerjaan kecil. Tetapi untuk hal lainnya tidakkah anda perlu menawarkan harga terlebih dahulu?" ucap sosok itu yang kini bisa mulai melihat plot tersembunyi dari telepon mendadak rekan lamanya itu.

"Saya akan membuatnya sepadan. " ungkap Haejin yang tidak bisa menerima perlakuan kasar Roger terhadap putra semata wayangnya. Sementara itu, sosok di seberang sana yang tidak lain adalah Wibawa Hadikusuma hanya tersenyum ketir mengetahui bahwa ia kembali akan digunakan untuk menghancurkan keluarga orang lain. Tetapi dia tidak peduli.

Sementara itu, Heseol dikamarnya sedang sibuk membalas beberapa pesan dari teman-temannya di sekolah, dan itu termasuk Bobby.

Belakangan Heseol mendapatkan sedikit informasi tentang anak baru bernama Jack yang di hari pertamanya segera menghunuskan tinjunya ke muka Adrian.

Heseol tentu saja tidak tertarik pada awalnya, sampai sebuah video yang direkam menunjukkan bagaimana Jack mengancam Adrian Mangkudewa tanpa rasa takut sedikitpun. Ia juga menyebutkan nama dirinya dan Rowen yang sontak membuat Heseol bertanya-tanya ada keterkaitan apa sebenarnya hal tersebut dengan dirinya?

"Sialan. Berani sekali lelaki kecil ini mencari masalah dengan saya. Anda akan mendapatkan pelajaran anda tidak lama lagi," gumam Heseol.

Ia kemudian menutup aplikasi perpesananya dan segera beralih ke fungsi telepon. Ia mengetuk nomor Adrian dan kemudian menghubunginya,

"Halo?"

"Rian, ceritakan semua hal yang kamu tahu tentang anak baru itu?"

***

Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang