43

253 58 6
                                    

Adrian melangkahkan kakinya dengan lambat dan kemudian membalikkan tubuhnya. Saat ini, tepat di belakangnya, sudah ada Rowen yang terus meliriknya dengan raut wajah ketakutan.

Hal tersebut menganggu perasaan Adrian karena anak-anak di sekitar mulai membicarakan hal yang bukan-bukan tentang hubungannya dengan Rowen. Adrian tahu bahwa Rowen mungkin hanya ingin memulai percakapan dengannya. Tetapi, pendengaran Adrian yang cukup tajam membuatnya berang. Adrian tidak bisa menerima ejekan ataupun olokan yang tanpa Rowen dengar ditujukan kepadanya. Apalagi mereka sedang di kantin, yang notabenenya adalah tempat khusus untuk makan.

Adrian hendak memberitahu Rowen untuk berhenti menatapnya, tetapi sebuah suara langsung mencuri atensi Adrian. Hal tersebut karena kata-kata tersebut tidak hanya keterlaluan tetapi juga sengaja diteriakkan untuk Rowen dengarkan.

Adrian yang berhadapan dengan Rowen bisa melihat perubahan raut wajah pada pemuda tersebut. Adrian mau tak mau menjadi sekali lagi perhatian pada pemuda yang dia benci tersebut.

"Dasar bodoh. Jika saya menjadi manusia seperti dia, saya lebih baik mati," ucap seorang siswa yang duduk cukup jauh dari lokasi meja yang akan diduduki oleh Adrian.

"Dia itu lemah! Tahu akan jadi seperti ini, bukankah lebih baik segera menyiapkan pemindahan sekolah?"balas seorang gadis yang mencemooh penampilan Rowen yang tampak tidak berdaya.

Di pikiran gadis tersebut, Rowen seharusnya sudah bisa memiliki sedikit akal dan semangat juang untuk setidaknya melindungi dirinya sendiri. Tetapi, penampilannya yang justru datang dengan lemah dan ketakutan di belakang Adrian, yang memang dikenal sebagai salah satu penganggu di sekolah mereka, membuat gadis tersebut merasa Rowen sangat memalukan. Untuk apa membuat kehebohan sampai mengeluarkan anak orang lain, jika pada kenyataannya anda hanya akan membuat orang lainnya membully anda.

"Sebodoh-bodohnya Rowen, dia seharusnya menyadari bahwa Heseol bukanlah satu-satunya pembully di sekolah ini. Sikap inferioritas yang dimiliki oleh Rowen adalah bahan bakar untuk memuaskan rasa lapar anak-anak nakal yang selalu mengagungkan sikap superioritas di kepala mereka. Rowen yang tidak berubah dengan sikapnya hanya akan menjadi bulan-bulanan,"pikir gadis tersebut di dalam hatinya sambil memalingkan wajahnya yang tanpa sadar bertatapan dengan Adrian.

Ya, Adrian menoleh melirik mereka.

"Sial. Mangapa saya harus bertatapan dengan wajahnya?" gumam gadis tersebut yang kemudian telinganya mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Siapa lagi, jika bukan Adrian.

"Tidak mungkin dia bisa mendengar percakapan kami, kan?" pikir gadis yang bernama Rasha tersebut. Dia kemudian mendongak untuk melihat kepada Adrian.

Berbeda dengan Rasha yang tenang, kedua teman laki-lakinya yang sejak tadi duduk bersamanya tampak memiliki ekspresi yang sedikit berbeda. Mereka terlihat sedikit tidak nyaman. Mungkin karena berbeda dengan mereka, reputasi Adrian sebagai penganggu cukup ramai terdengar selama tahun-tahun mereka bersekolah disini.

"Ada masalah apa?" ucap Rasha sambil menatap tepat ke manik Adrian

"Saya tidak seperti yang anda pikirkan." ucap Adrian singkat kepada Rasha. Pemuda tersebut kemudian berbalik menghadap teman laki-lakinya yang lain.

"Tidak baik menyuruh orang mati. Tidak beradab." tegas Adrian yang membuat teman laki-laki Rasha sontak terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa Adrian sebenarnya mendengar percakapan mereka.

"Jika dia (Adrian segera melirik Rowen) saja mendengar, kalian pikir anak lain tidak? Hati-hati dengan mulut anda. Sedikit kesalahan, benda itu bisa membunuh dirimu sendiri."

"Rowen adalah teman saya. Tidak boleh ada yang menganggunya mulai saat ini." ucap Adrian dengan volume suara yang cukup untuk didengar semua anak disana. Penampilannya yang tegak dan tak terbantahkan membuat semua anak yang hadir tidak berniat untuk membantah kata-katanya.

Adrian kemudian segera undur diri dan kembali menghampiri kelompoknya. Disana Adrian sudah disambut dengan wajah Rowen yang tampak lega dan hal tersebut membuat Adrian cukup damai. Karena setidaknya, anak laki-laki itu tidak akan membuat tatapan menyebalkan lagi ke arahnya. Manik dan senyum Rowen yang bahagia sudah cukup untuk menjelaskan situasinya kepada semua orang.

"Sebaiknya anda tidak mengajak saya bicara atau kita bukan lagi teman," bisik Adrian saat melewati punggung Rowen. Namun, alih-alih kembali bersedih, Rowen justru tampak tetap bersemangat. Dia kemudian terus berjalan di belakang sambil menatap punggung Adrian dengan senyum yang tulus.

"Terima kasih sudah memaafkan saya," pikir Rowen, yang sayangnya tidak diketahui oleh Adrian. Tanpa Adrian sadari, Rowen tampaknya akan sulit lepas dari pandangannya mulai saat ini.

Clarissa yang melihat penampilan Adrian hanya tersenyum dan kemudian menjaga jaraknya agar terus berada di dekat Adrian. Clarissa tampaknya memiliki sedikit pemikiran tentang Adrian.

"Kamu teman yang baik, ya," jawab Clarissa yang sama sekali tidak digubris oleh Adrian. Pasalnya pemuda itu justru sibuk merutuki kata-kata yang keluar dari mulutnya barusan.

"Sialan. Apa anda serius, Adrian?? Anda seharusnya membiarkan orang-orang menghancurkan anak itu?! Mengapa semuanya justru berjalan menjadi seperti ini..?? Huh, setidaknya citra saya terselamatkan. Sangat menyebalkan untuk terus dicap sebagai peganggu!" ucap Adrian jauh di dalam relung hatinya.

Kali ini, dia sangat tidak puas dengan keputusannya. Tetapi, Adrian menyadari bahwa penting untuknya agar segera melepas predikat itu dan terbebas dari bayang-bayang sistem protagonis.

"Okeh, baiklahh.. Cepat duduk semuanya! Rowen duduk disebelah sini!" ajak Ruben dengan malas sambil menunjuk kursi di sebelahnya. Rowen pun dengan patuh duduk di sebelah Ruben dengan malu-malu. Sementara itu, Ruben hanya memutar bola matanya jengkel.

"Ada apa ini? Apa yang makhluk kecil ini rencanakan?" pikir Ruben sambil menatap Alicia dengan pandangan sebal. Tetapi, ketika dia melirik Amber, salah satu sahabat Alicia, dia mau tak mau jadi bertanya-tanya.

"Okelah untuk mengundang Clarissa, Adrian, dan Rowen karena kami teman sekelas. Tapi apa yang Amber lakukan disini? Dia bahkan tidak pernah mau setiap diajak ke kantin oleh Alicia," ungkap Ruben sambil melirik antara Alicia dan kotak makan siangnya yang double.

"Permisi, ini makanan kalian!" ucap seorang pramusaji sambil menaruh semua makanan yang sebelumnya Ruben pesan.

Sementara itu, Amber yang hanya terfokus kepada Adrian akhirnya membuka mulutnya juga.

"Ah .. Lihat itu Jackk!! JACKK!" teriak Amber sambil melambaikan tangannya kepada Jack yang sudah muncul sendirian dari luar.


***


Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang