48

145 44 6
                                    

"Apa saya sudah terlalu keterlaluan?" pikir Henri saat melihat ekspresi kaku tidak biasa Adrian. Di mata Henri, anak itu tampaknya sedang merenung sembari bersedih akan hukumannya yang kali ini dirasa terlalu menyulitkan.

Henri Mangkudewa menyipit, meremehkan mentalitas Adrian yang menurutnya payah. Dia tentunya sangat mengetahui kapabilitas putranya tersebut. Remaja yang hanya tahu cara mengeluarkan uang tanpa melakukan apapun seumur hidupnya, tentu tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya hidup berkesusahan.

Henri sebenarnya tidak yakin ingin memberikan hukuman sejenis ini kepada Adrian, karena menurut Henri, Adrian adalah parasit yang harus dia jauhkan dari perusahaannya. Ya, Henri Mangkudewa tidak memiliki niatan untuk memasukkan putranya yang nakal itu ke dalam struktur perusahaan. Dia lebih suka anak itu pergi mencari impiannya sendiri.

Melihat kegilaan Adrian terhadap musik membuat Henri sedikit yakin tipikal masa depan seperti apa yang dia inginkan. 

Meneruskan perusahaannya?

Henri yakin anak itu akan lebih memilih bunuh diri ketimbang mengikuti keinginannya.

Tetapi siapa yang akan menduga kalau remaja yang saat ini duduk termenung di hadapannya berbelas-belas tahun kemudian akan menjadi satu dari empat keluarga terpandang di Hanami? Walaupun Adrian tidak bisa mengandeng gelarnya itu cukup lama karena kematiannya yang tiba-tiba.

Henri tentu tidak mengetahuinya. Itu sebabnya dia mengalihkan pandangannya dari putranya tersebut ke arah jalanan di luar sana dengan pikiran bahwa Adrian akan habis di perusahaannya nanti. Hal tersebut sesuai dengan keinginannya.

"Ayah, apa kita akan ke perusahaan anda sekarang?" tanya Adrian dengan tatapan tenang yang dipaksakan. Dia tidak ingin memperlihatkan betapa ia sangat senang sekarang karena takut Henri akan mengubah hukumannya yang belum sempat dilakukan olehnya.

Henri menghela napas lemah dan kemudian menatap Adrian dengan muka yang tanpa ekspresi sedikitpun. Dia kemudian mengatakan,

"Kamu akan pergi kesana setelah kamu selesai menemani saya untuk urusan keluarga," ucap Henri yang dibalas anggukan oleh Adrian.

"Apa kamu memiliki jadwal bimbingan hari ini?"

"Tidak. Saya baik-baik saja,"

"Saya tidak akan mengubah hukumannya. Jadi sebaiknya anda menyerah untuk membujuk saya,"

"Saya tidak masalah?"

"..."

"Permisi, Pak. Kita akan sampai dalam waktu lima menit," ucap Pak Johan dari bangku depan.

***

"Sebaiknya anda patuh atau saya akan melipatgandakan hukuman anda," ucap Henri sambil menata Jasnya yang sedikit kusut setelah lama duduk di dalam mobil. Kini dia dan Adrian tengah bersiap untuk masuk ke dalam mansion di depan mereka.

Adrian memasang ekspresi merengut sambil berpikir bahwa manusia disampingnya ini sangat kolot dan kaku. 

"Siapa juga yang akan membuat masalah. Alih-alih membuat masalah, anda tahu? Saya berpikir untuk mendapatkan semua dukungan keluarga anda yang berada disini sekarang! Cukup sia-sia punya keluarga kaya, jika dimasa depan mereka semua akan menjadi sampah tidak berguna. Lebih baik memanfaatkannnya sedari sekarang, kan?" pikir Adrian sambil mengikuti pergerakan Henri dari belakang.

Namun, yang tidak diduga oleh Adrian adalah akan seseorang yang menunggunya disa"

"Hai, Rian." ucap Heseol yang sudah sedia dengan senyumnya yang terasa seperti ear-to-ear di penglihatan Adrian.

"Apa yang dia lakukan di pertemuan keluarga saya?" tanya Adrian pada dirinya sendiri. Adrian kemudian menoleh ke kiri dan kanannya untuk melihat sosok siapa yang berada di balik kehadiran Heseol. Adrian sepintas terlihat sangat penasaran dan tidak sabaran.

Heseol yang mendapati pemandangan ini tampak mulai menyimpulkan sesuatu dan menarik sudut mulutnya dengan elegan.

"Saya tidak datang bersama dia. Kamu tidak perlu mencari dia," ucap Heseol yang membuat Adrian berdecih.

"Tahu apa orang ini? Di kehidupan masa lalu saya, dia tidak seharusnya disini.

Harus ada alasan mengapa dia kesini, kan?" ungkap Adrian jauh di lubuk hatinya. Adrian yakin Heseol pasti sedang merencanakan sesuatu.

"Rian, aku tahu ini mungkin sedikit terlambat, tapi apakah kamu bersedia bergabung ke dalam -,"

"Tunggu!" teriak Adrian yang tentu saja langsung menghentikan kata-kata yang akan keluar dari mulut Heseol.

"Kamu mengabaikanku?"

"Bukan itu."

"Lalu?"

"Dia! Dia! Kenapa dia juga ada disini??" tanya Adrian kepada Heseol. Dia bahkan menunjuk tepat ke punggung orang tersebut agar Heseol juga menyadarinya,

"Oh, apa kamu juga tidak mengenalnya?"

"Aku dengar, dia sepupu jauhmu!"

"APAA?!"

***

Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang