20

363 96 20
                                    


"Huh, orang ini sama sekali tidak bisa diajak bicara baik-baik," ungkap Adrian dalam hatinya. Ia memutar maniknya jengah karena merasa bahwa Jack versi saat ini lebih menjengkelkan dibandingkan dengan versinya di masa lalu.

"Apa dia selalu setemperamental ini di masa lalu? Dia lebih kekanak-kanakan ," gumam Adrian sambil terus mempertahankan ekspresi baiknya. Walaupun penampilannya seperti itu, Adrian tidak mampu tidak membandingkan perilaku Jack di kehidupannya di masa lalu dengan yang saat ini. Ia merasa Jack seharusnya sama dewasanya dengan dia. Bukankah mereka sama-sama ditarik ke masa lalu? Tapi mengapa Adrian merasa dia seperti sedang menghadapi anak kecil? Adrian tidak tahu dan berharap seiring berjalannya waktu dia akan mendapatkan jawaban yang dia cari. Sementara untuk saat ini, ia harus memikirkan plot yang cocok untuk menghadapi Jack. Dan dia akhirnya tersenyum.

"Bukankah ini hari pertama anak baru itu masuk? Protagonis wanita?" ungkap Adrian yang kini meraih dan membuka ponselnya. Disana tertulis tanggal 22 Desember 2010.

"Oh ternyata belum, Itu harus menjadi besok ternyata. Hm, tak masalah saya hanya perlu menduduki kursi kosong yang tersedia." gumam Adrian yang kemudian langsung menatap Jack dengan senyum yang tidak terlepas dari wajahnya.

"Hm, baik kalau begitu. Saya akan duduk di tempat yang lain," jawab Adrian yang membuat seisi kelar terheran-heran.

"Ya ampun. Anak baru itu pasti seorang boss kan? Bagaimana bisa seorang seperti Adrian bisa secepat itu tunduk padanya," ucap Ameer yang diangguki oleh beberapa siswa di sekitarnya.

"Saya tidak percaya apa yang saya lihat? Seorang Adrian langsung mengiyakan begitu saja? Berbeda sekali dengan  Adrian di semester lalu yang sudah pasti akan mengajak siapapun yang menghalanginya untuk berkelahi?" kata Ruben yang kini duduk dengan mulut yang terbuka. Tidak hanya Ruben, tapi beberapa siswa tampaknya mulai menyusun ulang hierarki yang dulu mereka tentukan. Dalam hal ini mereka kembali mengambil kesimpulan, bahwa Jack Shulie tampaknya lebih berbahaya dibanding Adrian dan mungkin berpotensi menjadi boss kelas mereka.

"Saya harus berhati-hati dengan anak baru itu," gumam Mayka, teman sebangku Ameer yang sebelumnya tidak suka mengomentari hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Ameer dan yang lainpun mengangguk seolah menyetujui pendapat Mayka. Kini berkat penampilan Adrian yang terlihat patuh dan tak berdaya terhadap Jack membuat Jack tampak lebih menganggu dan semakin diwaspadai oleh teman sekelas. Jack sama sekali tidak menyadari bahwa tindakannya yang seperti itu akan membuat semua teman sekelasnya menghindarinya.

Adrian yang sudah duduk di kursi kosong yang sebelumnya ditempati Jack tidak bisa menahan smirknya saat mendengar gumaman dan bisikan dari teman-teman sekelasnya. Berkat kemunduran kembali ke masa lalu, Adrian menyadari bahwa selain ia memiliki keuntungan untuk bisa mendengar sistem Jack, Adrian secara umum juga tiba-tiba menjadi lebih peka terhadap suara. Ia bahkan bisa mendengar suara orang yang berjalan di koridor depan kelas mereka jika Adrian bisa memfokuskan pikirannya ke arah luar. Namun saat ini hal tersebut tidak diperlukan. Adrian sudah cukup senang mendengar bisikan teman sekelas mereka yang secara langsung mengungkapkan bahwa mereka akan mewaspai Jack.

"Ini bagus untuk rencana saya ke depan. Berbeda dengan di masa lalu, dimana bajingan itu memiliki banyak teman sekelas yang mendukungnya, di masa ini dia seperti tanpa sadar mulai mengali kuburannya sendiri. Hal ini akan lebih memudahkan saya untuk menghasut orang-orang. Dan sama seperti saya, Jack Shulie kini tidak lebih dari seorang Boss yang diinpretasikan sebagai penganggu di sekolah. Sekarang anda tidak akan jauh berbeda dengan Heseol. Hanya anak-anak nakal yang akan mendekati anda. Ini cocok untuk mencoret citra anda secara perlahan." pikir Adrian yang dengan tenang kini membuka buku pelajarannya dan mulai fokus untuk belajar dengan tenang.

Tidak lama, bel masuk berbunyi dan bersamaan dengan hal tersebut, Rowen didampingi oleh Bu Sukma mendatangi kelas. Selama kurang lebih dua puluh menit, kelas diberikan pengarahan dan ajakan untuk mendukung teman yang kesakitan. Tidak hanya itu, Bu Sukma juga memberikan mereka sedikit masukan tentang empati. Adapun untuk reaksi para siswa terhadap hal itu tidak terlalu baik,

"Sial aku menghabiskan waktuku hanya untuk mendengarkan ceramah yang tidak jelas," gumam Ameer sambil fokus mengarahkan pandangannya kepada Rowen. Ia secara eksplisit sedang memelototi Rowen. Seolah semua hal ini terjadi berkat kebodohannya semata. Rowen yang menyadari pandangan Ameer tidak bisa tidak menunduk, ia merasa sangat bersalah karena melibatkan semua teman sekelas untuk urusannya,

"Oh, ayolah apa kita datang ke sekolah untuk mengurus anak orang lain? Ini menyebalkan" keluh Alicia yang bosan mendengarkan keluhan Bu Sukma. Ia justru malah menelungkupkan kepalanya ke meja seolah ia lebih baik tertidur dibanding mendengar saran yang tidak berguna untuknya.

Adrian yang bisa mendengar keluhan semua teman sekelasnya hanya bisa menggeleng, seolah dirinya tidak pernah menjadi bagian dari mereka di masa lalu. "Seandainya saya memahami lebih baik di masa lalu dan seandainya para anak-anak ini juga begitu. Kami tidak akan hidup dalam lingkungan sekolah yang toxic secara terus menerus. Berkat ketidakpedulian kami, kami tanpa sadar membangun environment yang mengerikan dan anehnya sama seperti mereka, saya amat bangga dahulu. Seolah jabatan yang saya punya sangat mengesankan," ungkap Adrian sambil menghela napasnya  kasar. Pasalnya ia jadi teringat dengan seseorang yang dulu membantunya di saat hidupnya sangat susah, dan dia sangat ingat bahwa seorang tersebut merupakan salah satu siswa yang dibully di sekolah ini. Hal tersebut mengubah pandangannya tentang sistem hierarki dan kasta yang dulu melekat padanya.

"Tidak ada seorangpun yang membantu saya saat saya di masa sulit. Bahkan teman-teman saya yang saya anggap teman meninggalkan saya seolah saya sampah yang pantas dibuang. Tidak ada seorangpun kecuali dia di masa itu. Dan bahkan ketika kematian menjemputnya lebih dulu, saya tidak pernah sempat untuk membalas kebaikannya sedikit saja. Saya sangat menyesalinya dan berharap saya dapat mengubahnya." ungkap Adrian yang kini menjadi semakin bertekad untuk menemukan anak itu.

"Win.. di kehidupan kali ini, saya pasti akan menyelamatkan anda dari trauma terbesar anda," gumam Adrian yang bersiap merencanakan cara untuk membalas budi terhadap satu-satunya teman sekaligus penyelamatnya.


***

Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang