22

319 94 13
                                    

Adrian melirik lembar jawabannya dan tidak bisa tidak mengeluh di dalam hati.

"Urgh, kepercayaan diri begitu tinggi. Siapa sangka saya hanya akan dijatuhkan dengan mudah," gumam Adrian sambil melirik angka 70 di lembar ujiannya dengan sinis. Ia segera mendorong lembaran kertas tersebut memasuki laci mejanya.

"Selamat kepada Ruben, karena berhasil mendapatkan nilai penuh di ujian kali ini,"ucap Bu Rani yang sudah siap dengan tepuk tangannya. Hal tersebut kemudian mendorong siswa lainnya untuk ikut bertepuk tangan memeriahkan.

Ruben yang didorong ke depan hanya tersenyum bangga sambil memperhatikan pemandangan dihdapannya dengan tetap rendah hati.

Namun ketika maniknya menyapu barisan paling belakang, Ruben tidak bisa tidak mengernyitkan kedua alisnya bingung karena menemukan dua karakter utama di kelasnya alias para pembuat onar menatapnya dengan tatapan yang seolah ingin menarik kulit wajahnya dengan kejam saat itu juga.

"Apa yang salah dengan Adrian dan Jack? Mengapa mereka melihat saya seperti itu?" pikir Ruben di dalam hatinya. Ia tidak bisa lagi menahan senyumnya dan akhirnya hanya melepaskan senyum itu begitu saja, Pemandangan wajah gelap kedua orang itu sukses  menghancurkan kesenangan Ruben seutuhnya.

"Tunggu, tidak mungkin mereka sedang mengincar posisi saya, kan?" gumam Ruben yang segera menggelengkan kepalanya. Menurut pendapat Ruben hal tersebut cukup mustahil melihat perilaku keduanya selama ini.

"Anak-anak yang fokus ke akademik tidak akan bertingkah seperti anjing rabies seperti mereka. Pergi hilir-mudik hanya untuk mencari masalah dan memukuli orang disana-sini." pikir Ruben sambil mendengus mengalihkan pandangannya dari kedua sosok horor yang menganggu pemandangannya. Ia juga memutarkan kedua bola matanya tanda ketidaksukaan.

Sementara itu, Jack dengan cepat mengalihkan fokusnya ke Rowen, dan bertanya sesuatu.

"Berapa peringkat kelasnya semester lalu?" tanya Jack sambil menunjuk Ruben di depannya.

"h-hm... Ru-ruben itu... dia... saya tidak tahu..,"

"Hah? Apa maksudmu dengan tidak tahu? Kalian seharusnya sekelas kan sebelumnya??" tanya Jack yang mulai mendorong Rowen untuk mengungkapkan hal-hal. Jack tidak percaya, remaja laki-laki di hadapannya itu tidak mengetahui hal sesepele hal ini. Dia mungkin melupakannya.

"Ma-maaf. Sa-saya-sa..-"

"Oke lupakan!" potong Jack dengan cepat. Ia segera mengingat kembali kenangan lamanya. Namun, sayangnya dia tidak bisa mengingat dengan baik. Walaupun begitu dia percaya bahwa Ruben bukan peringkat pertama dikenangannya. Sembari berpikir, Jack menoleh ke kanan kiri dan melirik wajah horror musuh bebuyutannya disana. Ia tampaknya kesal dan kecewa berat dengan hasil ujiannya.

"Si idiot itu, benar-benar bodoh!" gumam Jack sambil menertawakan wajah frustasi Adrian. Jack berasumsi bahwa Adrian tampaknya gagal mencapai hasil minimum. Namun hal tersebut wajar saja mengingat di masa lalu, Jack tidak pernah ingat Adrian sempat menjadi 3 teratas.

"Tiga teratas yang dulu saya kalahkan.. Hmm siapa saja mereka? Ya ampun saya sudah lupa sepertinya. Saya harus mencari tahu hal ini nanti," pikir Jack sambil kembali mengingat prosesnya di masa lalu hingga menjadi Si Nomor 1, di SMA Harapan. Sebuah smirk datang menghiasi wajahnya dan membuat kekesalannya terkait lembar ujian menjadi sedikit tertangani dengan baik.

Sementara itu, Adrian di sisinya, baru saja mendapatkan notifikasi perpesanan dari Hacebook. Ia mengeceknya dan mau tak mau menyeringai,

Arthur Diguna

Hai, Saya Arthur, perwakilan teman sekelas dari grup belajar "Future". Apa ini benar dengan Adrian Mangkudewa??

"Wow, akhirnya Peringkat 1 menghubungi saya?"

***

Penjahat Yang Membalas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang