Chapter 41 - Rencana Emen -

1.2K 146 11
                                    

Author Pov

Masih di waktu yang sama, (M/n) masih berada di gendongan Alberu dan berjalan menyusuri lorong Istana Kegembiraan. (M/n) hanya tersenyum gugup saat di tatap oleh beberapa pelayan yang mereka lewati selama perjalanan, yang entah ke mana Alberu akan membawanya.

"Apa Yang Mulia tidak sibuk ?", tanya (M/n) untuk mengalihkan rasa kegugupannya dari tatapan penasaran dari semua orang.

Alberu langsung saja menatap (M/n) meskipun kakinya terus melangkah maju tanpa niat berhenti.

"Tidak apa apa. Lagipula pekerjaanku untuk hari ini sudah cukup", bohong Alberu. Padahal di ruang kerjanya saat ini, masih terdapat beberapa inci lembar dokumen kerajaan yang perlu dia tanda tangani. Tetapi dia tidak bisa membiarkan (M/n) lepas dari pengawasannya selama (M/n) berada di istananya.

"Oh....uh, baiklah", balas (M/n) dan tanpa sadar memeluk leher Alberu dan meletakan dagunya di atas pundak kanan Alberu.

Bisa di katakan kalau posisi gendongan (M/n) saat ini menjadi posisi koala. Kedua kakinya menjuntai di kedua sisi tubuh Alberu dan tanpa sadar hembusan nafasnya mengenai sisi kanan leher Alberu.

Alberu tersentak pelan karena merasakan nafas hangat dari (M/n), dan dia mencoba menenangkan dirinya.

(M/n) yang tidak menyadari akan perbuatannya, hanya diam sambil terus menatap sisi wajah Alberu.

Seperti yang di harapkan dari seorang Pangeran. Tentu saja Alberu terlihat bersinar dengan aura berkarisma yang terpancar darinya. Mungkin itu yang (M/n) pikirkan saat memperhatikan wajah tampan Alberu. Meskipun dia sedikit tidak menyukai sifat Alberu yang di sebutkan dalam novelnya.

Alberu Crossman, Pangeran pertama Kerajaan Roan yang akan di nobatkan sebagai Putra Mahkota beberapa bulan lagi jika dia memang telah di anggap siap menjadi penerus tahta oleh Raja Zed Crossman.

Sifat Alberu di novel aslinya, The Birth of a Hero, di katakan kalau dia akan melakukan apa saja bahkan memanipulasi siapapun untuk mencapai tujuannya, meskipun memiliki tujuan yang baik demi kesejahteraan kerajaan dan rakyatnya. Tetapi tetap saja itu membuat (M/n) merasa sedikit tidak menyukai sifat Alberu yang di sembunyikan di balik fasad sosok Pangerannya yang selalu bersinar.

Alberu yang menyadari tatapan (M/n) hanya tersenyum gugup. Dia tidak tahu kenapa dia harus merasakan kegugupan seperti ini, apalagi dengan anak sekecil (M/n).

Selama ini Alberu sangat ahli menutupi semua ekspresi wajahnya dengan wajah tenang dan senyuman cerahnya saat berhadapan dengan orang lain. Tetapi saat berada di hadapan (M/n). Semua sikap tenangnya hilang sirna begitu saja. Seolah olah tidak berguna.

"Apa ada sesuatu yang salah dengan wajahku ? Sejak tadi kamu menatapku ?", tanya Alberu saat dia berjalan membeloki suatu lorong di istananya. Dia tidak bisa membawa (M/n) ke ruang kerjanya, karena di sana masih ada beberapa pekerjaan yang belum dia selesaikan. Jadi dia akan membawa (M/n) ke tempat yang lain.

"Yang Mulia sangat tampan ! Jadi maafkan bangsawan rendahan ini menatap anda terlalu lama, Yang Mulia", balas (M/n) yang terlalu blak blakan dan lidah fasihnya yang tergelincir dengan mudahnya.

Alberu hanya bisa tersenyum kaku. Dia memang ahli menggunakan lidah fasihnya saat berhadapan dengan bangsawan lain. Tetapi saat mendengarkan keahlian yang juga di miliki oleh anak lucu di pelukannya ini, membuat sikap gugupnya terbangun. Serius, darimana anak ini mempelajari hal yang seharusnya tidak di lakukan olehnya.

"Ah, begitu", untuk menyembunyikan rasa gugup dan malunya karena di panggil tampan oleh (M/n). Alberu melihat ke arah lain tetapi jika saja (M/n) menatap dengan jeli, ada rona merah di ujung telinganya.

The Youngest Alpheus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang