Octagon 3 - 702 : Saksi Sabtu Pt. 4

184 22 23
                                    

Di perjalanan pulang itu, Wooyoung dengan ponselnya mendadak tersenyum.

Bukan San ingin merusak setelah seharian dirinya merasa senang, tenang dan lega, atas selesainya masalah antara dirinya, dengan Micha, Olso, dan Nero terutama, dengan mengakui kesalahannya di depan teman-temannya. Tak lupa juga dengan memperkenalkan Wooyoung, sehingga seluruh teman sekelasnya saat SMP lalu, kini tahu eksistensinya. Hanya saja, ketika mereka berdua lagi, San kembali pada bagaimana dirinya masih menelan sesak, yang membuatnya sulit untuk mempercayai Wooyoung.

Yang bahkan disadari Wooyoung, beberapa detik setelahnya, untuk melirik dalam keadaan takut seraya melirik ponselnya. "Ini... Nero. Ngasih tau kalau tadi seru... dan senang kenal sama aku..."

Jujur, San tak bermaksud atas lirikan sinisnya. Hanya memang Juyeon yang tiba-tiba terbayang.

Karena tak ada balasan dari San, Wooyoung menjadi ciut dan memilih untuk mengunci layarnya tanpa membalas pesan dari Nero.

Selagi San juga sadar bahwa tingkahnya sekarang bisa merusak hubungan mereka. San tak ingin Wooyoung berhubungan dengannya dalam rasa takut. Hanya saja, sesaknya masih sepekat itu.

"Maaf, ya." Wooyoung berucap lagi, dan mencoba untuk fokus menatap jalanan di malam hari itu.

San masih tak bersuara--masih tak ingin. Seperti bergelut dalam batinnya sendiri.

Tanpa San tahu bahwa Wooyoung menahan sesaknya, dan nyaris membuatnya memikirkan hal yang sekiranya membuatnya senang. Karena ini menyesakkan, untuk didiamkan seperti ini. Tetapi semua itu hanya selintas. Wooyoung ingat, dirinya harus berusaha.

Jadi di sana, Wooyoung kembali menatap San, untuk tersenyum padanya. "Jadi gimana tadi? Sudah lebih lega?"

Masih tak ada jawaban.

Wooyoung tetap berusaha. "Tapi kayaknya sama Gahyeon belum ngobrol lagi, ya? Ngobrol yang lebih privat maksudnya? Kamu bisa lakuin itu besok kalau kamu mau? Seenggaknya biar semuanya lepas, sebelum kita balik ke masalah yang lagi dihadapi teman kita, San."

"Aku mau tau tentang keluarga kamu lebih jauh."

Sesungguhnya Wooyoung tak berharap balasannya seperti itu. Jujur saja, Wooyoung mendadak tertekan.

Sayangnya, San yang tak melirik, tak bisa menangkapnya. San dalam pikirannya hanya menganggap bahwa Wooyoung benar tak mau terbuka padanya. "Kamu pernah dengar gak? Pasangan itu seharusnya jadi rumah teraman dan ternyaman, bukan perang lain yang harus dihadapi di hidup kita?"

"Gak sesederhana itu..."

Ada decakan tak tertahan dari San yang sudah cukup muak atas penolakan itu.

Wooyoung justru menjadi lebih tertekan. Seluruh euforia yang sebelumnya ia rasakan sepanjang hari, mendadak hilang. "Rumit, San. Gak segampang itu."

"Aku bawa kamu ke depan semua penyelesaian masalahku, Wooyoung." Dengan cukup terbawa emosi terpendamnya, San berucap. Bahkan sampai dirinya lampiaskan pada remasan di setirnya. "Sedangkan kamu itu terus-menerus tutup hidup kamu dari aku dan--"

"San." Wooyoung memotong, tapi dengan nada pelan.

Untuk itu San menoleh padanya, di tengah kegiatannya mengemudi.

"Sansan pernah gak, satu hari, gak bisa makan sama sekali?"

San bertahan, walau sesekali melihat jalanan, agar tak menabrak.

Di sana, Wooyoung tersenyum tipis, dalam bisikannya kemudian. "Aku itu malu, untuk cerita. Aku baru dapatin kamu, dan perbedaan kasta kita terlalu kontras. Bahkan dari aku, yang kenal keluarga kamu sebelumnya, pun keluarga kamu yang sekarang. Kita terlalu kontras, dan aku terlalu malu untuk buka semuanya di depan kamu. Karena rasanya ini aib..."

OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang