Octagon 3- 748 : Akar dalam Kerak Bumi Pt. 2

162 22 0
                                    

Dengan harap cemas, Mingi yang duduk menunggu seraya menyatukan jemarinya, di anak tangga bagian depan rumah besar tersebut akhirnya bereaksi. Bereaksi ketika pintu gerbang dari kejauhan dibuka dan masuklah sebuah mobil yang ditunggunya sejak tadi. Mingi juga cukup terkejut sebenarnya karena dia diperbolehkan melewati gerbang, selagi tak ada satu pun tuan rumah di sana.

Begitu mobil menepi, Mingi yang menghampiri lebih dahulu.

Walau percuma, karena dari dalamnya, Soobin sendirian, keluar dari bagian kemudi dan langsung menghampirinya.

Jadi Mingi berhenti.

Lantaran Soobin pun, begitu mencapainya, segera menarik lengan Mingi untuk menuju masuk ke dalam. Membuat Mingi menahan apapun pertanyaan dalam benaknya, untuknya membiarkan sang kekasih menuntunnya.

Sang kekasih, ya.

Bukankah mereka sudah... berani saling menerima lagi?

"Satu-satunya cara Ayah mau tanda tangan surat pengajuan cerai Ibu, menghadap angkatan 2 untuk pemindahan budak nama Ibu, dan juga beri aku kewenangan atas Box and Boxed, adalah dengan tanda tangan surat dari kuasa hukumnya bahwa gue dan keluarga dari Prananto gak boleh jadi sekutu."

Baru mencapai pintu utama, Mingi sudah terkejut sampai menoleh padanya.

Sedangkan Soobin, membuka pintu dan langsung menahan tengkuk Mingi untuk menciumnya di bibir dengan dalam namun singkat.

Mingi bahkan seperti gadis SMA, semakin terkejut dan tak membalas.

Tapi Soobin tergesa menariknya masuk. Walau sekarang melepaskan pegangannya dari lengan Mingi, untuk melangkah lebih dahulu seraya melepaskan jaket yang dikenakannya. "Lo kalau jadi gue bakal pilih apa, Kak?"

"Hah...?" Mingi masih kesulitan untuk mencerna, tapi harus mengikuti temponya.

Soobin mengarahkan langkahnya ke perpustakaan, di mana Mingi belum pernah memasukinya. Dengan tak ada siapapun di rumah tersebut, aksesnya terhitung bebas dan Soobin bisa masuk begitu saja.

Secara tergesa Mingi mencoba tetap mengejarnya walau dari belakang, walau masih tak bisa juga membalas. "Soobin, pelan-pelan."

"Gak bisa—waktunya makin sempit." ujarnya.

Mingi berhenti ketika melihat Soobin juga berhenti depan satu meja dan membongkar isi lacinya. Berusaha menyatukan kalimat-kalimat yang diucapkannya lalu, Mingi pun berakhir dengan bertanya. "Tapi lo butuh bokap dan nyokap lo cerai, dan lo butuh buat balikin keadaan, bukan? Maksud gue... tanpa bisnis ini, keluarga lo tersisa bakal rentan."

"Itu yang gue bicarain kemarin, Kak—tepat sekali!" Soobin menoleh, menunjuk Mingi.

Butuh untuk lebih tenang, Mingi menarik napasnya. Walau, ya, pipinya agak bersemu merah dengan ciuman mendadak tadi. "Okay... itu keputusan berat. Lo... gak mungkin jadi lawan keluarganya Hongjoong, 'kan?"

"Pilihan apa yang gue punya sekarang?" tanya Soobin cepat, menatapnya.

Mingi tak bermaksud demikian. "Gue rasa, Hongjoong harus tau. Ini juga berhubungan dengan kelangsungan Nagyung. Di sisi lain, keluarga Hongjoong gak akan jaga Nagyung lagi, jadi keluarga lo harus... bisa besar lagi."

"Sekiranya Kak Hongjoong bisa ditemui atau gak? Hari ini?" Soobin bertanya, memegang berkas-berkas yang ditemuinya.

Sekilas Mingi menggeleng tapi mulai merogoh sakunya. "Gue bisa coba hubungi?"

"Oh, please." Soobin menaruh berkas-berkas itu di atas meja, lalu mendudukkan dirinya di kursi hadapannya. Mulai membuka semuanya secara tergesa, mencari sesuatu yang tak Mingi mengerti.

OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang