Octagon 3 - 718 : Suram dan Buram Pt. 2

174 23 24
                                    

Soobin menaruh piring buah di atas meja, hadapan Jongho, yang tengah menikmati sarapannya, dalam keadaan siap untuk berangkat. Selagi Soobin sendiri sudah mandi dan tampak rapi. Pakaiannya memang santai--selalu santa, namun tampak berbeda.

Sehingga Jongho yang menoleh padanya menyadari hal tersebut--seraya memperhatikannya yang duduk di sampingnya, di meja makan tersebut.

"Lo mau pergi?"

"Harusnya gue pulang hari ini." Soobin menjawab, tersenyum cukup tipis padanya. "Cuma... gue gak tega juga ninggalin Kak Hongjoong. Entah. Gue juga gak bisa nentuin sendiri, jadi gue siap-siap aja kalau harus pulang, dan keadaan gue juga gak khawatir karena nyokap terus ditemani Om Abi."

Hal itu membuat Jongho mengangguk, sebelum mencoba menghabiskan rotinya. 

Soobin memperhatikan, tahu bahwa sosoknya juga banyak pikiran. "Jongho, jangan berlarut. Gue tau pasti berat, tapi seenggaknya, ada yang... udah selesai."

"Gue bahkan gak paham kata selesai itu apa." jawab Jongho pelan. "Gue gak merasa lega sama sekali. Nagyung pasti butuh gue, tapi gue... gak punya pilihan untuk ini."

"Lo tenang aja." Soobin menyentuh bahu Jongho, untuk meremas pelan, mencoba untuk tersenyum. Gue bakal jagain dia buat lo. Tadi waktu gue telepon nyokap pun, katanya hari ini ada janji ketemu sama nyokapnya Kak Hongjoong. Mungkin mau lanjut bicarain ini."

"Posisinya sekarang, kita gak bisa tau kabarnya karena Kak Saerom kayaknya benci kita." Jongho menoleh, ikut tersenyum namun dalam nyerinya. "Yang bisa ditanya lainnya cuma Keeho, tapi Keeho pun benci gue sekarang."

Dalam khawatir, Soobin menahan remasan di bahunya. "Lagipula lo bilang apa, sampai Nagyung kayak gitu? Lo bilang gak bocorin tentang Kak Hongjoong, walau sekiranya mungkin sekarang udah tau dari Kak Saerom."

"Gue perlu dia yang mutusin gue." jawab Jongho tipis. "Gue perlu Nagyung yang lakuin itu, dan dalam ketidakmungkinan, gue harus bohong sama dia."

Soobin memperhatikan untuk lanjutan kalimatnya.

Secara tak sanggup, Jongho kembali pada piringnya. "Gue bilang, kalau gue selingkuh dari dia."

Satu kalimat itu menyerang Soobin secara personal.

Sayangnya, Jongho tak tahu. "Gue juga malah ngorbanin satu nama, karena Nagyung gak percaya untuk--"

"Lo ngorbanin siapa?"

"Bona." Jongho menoleh lagi. "Lo tau Bona siapa."

Soobin sedikit mendesah, tahu akan satu nama yang cukup besar itu. Yang kemudian disadarinya, atas keterkaitannya. "Ah... iya, kalian satu agensi. Bareng Baejin juga ya..."

Secara tertahan Jongho memperhatikannya, mendengar nada suara yang berubah tersebut.

Namun Soobin terus bergerak untuk memberikan support pada teman kuliahnya.  Berawal dari teman kuliahnya. "Nagyung gak akan bocor kok. Gue belum kenal jauh sama Nagyung, tapi sejak interaksi pertama kami bulan Februari lalu pun, gue tau dia anak yang baik. Gue benar merasa, Nagyung itu cukup mirip sama gue."

"Di bagian apa?"

"Kami kesepian di keluarga." Soobin memperlebar senyumannya, tapi tak mengubah bahwa sorot matanya dalam nyeri. "Ya, walau di keluarga gue, yang gak sayang dan gak perhatian sama gue cuma bokap, tapi karena gak sempurna di dalam tapi harus sok sempurna di luar, jadi gue tetap merasakan kesepian itu. Gue rasa Nagyung juga gitu. Lahir... tanpa Ayah, dan... berusaha buat dapat pengakuan, sampai pengorbanannya... gantung diri kakak laki-lakinya, 'kan?"

Satu kenangan itu cukup menyakitkan, sampai Jongho harus memalingkan wajahnya.

Dan Soobin berakhir dengan tepukan di bahu Jongho kembali. "Gue yakin dia anak baik, Jongho. Gue juga yakin, semisal bukan lo, suatu hari nanti pasti ada yang bakal bikin dia bahagia, dan gue bakal pastiin itu terjadi."

OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang