41. Titik terang

167 19 5
                                    

Happy Reading!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!!

***

"B-bunda."

Luna terperanjat kaget saat seseorang memanggilnya. Wanita itu tersadar dari lamunannya. Dia membalikkan badannya dan mendapati seseorang yang berdiri mematung sambil menatap ke arahnya penuh luka.

"Izan?" Luna menurunkan tangannya yang sedari tadi bersedekap. Wanita itu mengukir senyuman tipis, namun dari matanya sangat terlihat jelas kalau dia sedang menyesali sesuatu.

"Ini beneran bunda?" tanya Faizan dengan suara pelan.

"Iya. Ini Bunda, sayang... Sini, peluk bunda." Luna mendekat ke arah Faizan dan membawa tubuh anaknya itu ke dalam pelukan hangatnya. Pelukan yang sangat dirindukan oleh Faizan.

Faizan merasakan tubuh Luna yang bergetar, sudah dipastikan kalau wanita itu menangis. Cowok itu merasakan sakit di tenggorokannya karena menahan tangis. "Izan kangen bunda..." Pertahanan Faizan runtuh. Dia menangis sambil terisak.

"Bunda juga kangen kamu, sayang. Kamu kemana aja? Bunda pulang ke rumah kamu nggak ada di sana," ungkap Luna sambil melepas pelukannya dan mengusap sisa air mata yang ada di pipinya.

Faizan terdiam. Air matanya kembali menetes, namun dengan cepat dia mengusapnya kasar. Yang dia takutkan benar-benar terjadi sekarang. Luna kembali ke rumah, dan sudah dipastikan kalau mereka—Tono, Luna, bertengkar hanya karna membahas yang sudah berlalu.

Faizan beralih menatap wajah Sang Bunda, dia mendapati luka memar di dahi wanita itu. Faizan sudah tahu itu ulah siapa.

"Izan..." panggil Luna. "Jawab bunda, sayang.." Luna menangkup wajah anaknya.

"Sekarang Izan nggak tinggal di rumah. Izan nempatin apartemen almarhum papahnya Gavy, lokasinya nggak jauh dari sini," jelas Faizan.

Mata Luna berkaca-kaca, dia kembali memeluk erat tubuh anaknya. Ini semua salahnya, dia tidak memikirkan nasib anaknya setelah keputusan apa yang dia ambil. "Maafin Bunda, sayang... Ini semua salah bunda. Andai saja waktu itu bunda bersabar, mungkin ini nggak akan terjadi sama kamu, Nak..." sesal Luna.

"Ini semua udah takdir... Bunda jangan salahin diri bunda,"

"Kamu pergi dari rumah karena ayah nyakitin kamu?" tanya Luna yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Faizan.

Gavy yang sedari tadi menyaksikan itu menyunggingkan senyuman remehnya. Sungguh penipu handal sahabatnya itu. Gavy tidak mau menghancurkan keadaan, makanya sedari tadi dia hanya diam padahal hatinya sudah ingin menyampaikan unek-uneknya kepada wanita itu tentang Faizan yang menderita karena ulahnya.

"Bunda bahagia selama ini?" Faizan bertanya balik kepada Luna. Faizan tersenyum kecewa ketika sang bunda tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Hatinya sakit, ditambah dengan melihat luka yang ada di beberapa bagian anggota tubuh Luna.

Nimbostratus || Garavy [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang