***
"Vy, bisa bicara?"
Gavy yang awalnya sedang bercanda dengan sahabatnya itu kini menoleh ke arah Esha. Cewek itu hanya menipiskan bibirnya dan mengangguk pelan.
Faizan menoel Gavy memberi isyarat agar cowok itu menuruti permintaan Esha. Gavy kembali menatap Esha seraya menganggukkan kepala.
"Di mana?" tanya Gavy.
Esha bangkit dari duduknya dan berjalan lebih dulu dari Gavy.
"Udahlah ikutin aja, Gav," kata Razzen yang sedari tadi bisa membaca pikiran sahabatnya.
Gavy mengangguk. "Gue tinggal dulu."
Cowok itu melangkahkan kakinya menyusul Esha ke arah luar. Dia melihat cewek itu duduk di sebuah kursi di teras. "Bicara apa, Sha?" tanya Gavy ikut duduk di sebelahnya.
"Kenapa gak di dalam, Sha. Di sini gelap, dingin juga. Lo pasti gak su—"
"Gue udah gak takut gelap," potong Esha sambil melirik Gavy.
Gavy terdiam cukup lama setelah mendengar ucapan Esha. Apakah cewek itu sedang berbohong? Akan tetapi, raut wajah itu tidak menyiratkan kebohongan sedikitpun.
"Jangan bohong, Sha. Dan jangan maksain, gak baik buat lo."
Esha tersenyum tipis. "Gue nggak lagi bohong, Vy," jawab Esha.
Pandangan cewek itu kini menerawang ke depan. "Sejak kejadian dua hari lalu, gue jadi tau dan belajar dari kegelapan bahwa gelap yang memutari gue itu sama sekali nggak nyakitin diri gue. Padahal yang harus gue takuti adalah kegelapan di dalam hati gue." Esha menipiskan bibirnya.
"Rasa takut itu nggak bakal hilang kalau nggak dilawan, kan?"
Gavy mengangguk setuju.
"Ya, walaupun rasa takut itu belum sepenuhnya hilang."
Gavy terus menatap Esha dengan senyuman yang tidak luntur sedari tadi. Dia bangga karena cewek itu bisa melawan rasa takut dalam dirinya sendiri.
Siapa sangka. Kejadian yang dialami Esha kemarin bisa membuatnya menjadi percaya, bahwa setiap gelap pasti ada matahari di baliknya.
"Lo hebat, Sha. Dan makasih lo udah lawan rasa takut itu."
"Itu semua berkat lo, Vy." Tatapan Esha kini berpindah menatap cowok di sampingnya.
Gavy menatap bingung ke arah Esha. Dia mengerutkan keningnya dan berkata, "bukan gu—"
"Secarik kertas dan origami," potong Esha. "Makasih," sambungnya.
Gavy menundukkan kepalanya sekejap. Apakah Esha tau itu semua darinya?
"Memang di kertas itu nggak ada nama pemberinya. Tapi, setelah gue baca anehnya gue langsung mikir bahwa itu semua dari lo, Vy," ujar Esha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nimbostratus || Garavy [SUDAH TERBIT]
Roman pour Adolescents"Dan kalo lo suka matahari, gue bakal jadi awan putih yang berada di bawah sinar matahari." -Ervin Garavy Albirru. Awan yang mendung dan sering mengeluarkan hujan, yaitu awan yang tidak pernah cerah. Nimbostratus, awan berwarna kelabu gelap yang t...