⚠️ B X G ⚠️
Oniel x Indah
----------------
" Awakmu wes janji, kudu di tepati. Janji seng uwes di gawe, ora oleh di ingkar "
" iyo, tak tepati. Hanging nek anakmu karo anakku uwes umur dua puluh tahun "
----------------
Penasaran kelanjutanny...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MENTARI bersinar secara terang benderang, embun embun pagi berjatuhan dari daun. Udara dingin sisa hujan semalam, menyelimuti pagi hari yang cerah ini. Burung - burung berterbangan di angkasa berkicau dengan riang, pagi hari yang indah nan menenangkan di Ibu Kota Jawa Timur.
Ardhaniel Samudra Lakeswara, menatap suasana indah pagi ini yang menenangkan. Ia sudah terbangun dari tidurnya semenjak pukul lima tadi, Ardhaniel tidak melakukan olahraga pagi. Sebab, kondisi tubuhnya yang belum seratus persen sembuh. Sehingga Ardhaniel hanya bisa merenung di kamar, sembari menikmati pagi hari.
Sekejap, Ardhaniel mengalihkan pandangannya menuju pedang pora miliknya yang terpajang rapi di kamar. Ardhaniel tak tahu bagaimana, jika semalam Arvion benar - benar membunuh nya mengenakan pedang malam itu, untung saja Arvion tak segila dan se tega itu. Sehingga, Arvion memilih menangis daripada membunuh dirinya.
Ardhaniel berdiri, berjalan menghampiri meja belajar nya yang terletak di pojok kamar milik Ardhaniel. Meja belajar ini, yang menjadi saksi bisu perjuangan Ardhaniel untuk menjadi yang terbaik dan sesosok perwira Angkatan Laut. Ia meraih salah satu laci, di buka dan mengambil satu buku yang cukup tebal, yang bertuliskan " Arsean, Arvion dan Ardhaniel " .
Ardhaniel kembali mendudukkan diri di kursi meja belajar nya, membuka satu persatu Album foto tersebut. Di halaman pertama, nampak biodata masing-masing ketiga putra Bayu - Anindhita Lakeswara. Di halaman kedua, nampak foto kebersamaan mereka. Dari foto bersama awal, Ardhaniel tak melihat satu pun senyum yang terbit di bibir Arvion.
Ardhaniel terus membuka halaman demi halaman, sejahat - jahatnya Arvion. Arvion tetaplah kakaknya. Ada rasa sedikit khawatir di hati nya, usai semalam Arvion di seret keluar oleh Ollan. Ardhaniel sampai di halaman terakhir, menutup buku dan menghembuskan nafas kasarnya.
" Ini hukuman bagi mu, mas. Kau lebih meninggikan rasa iri, dengki dan cemburu mu, daripada rasa sayang mu " Batin Ardhaniel.
Bersamaan dengan Ardhaniel merenung, pintu kamarnya di ketuk dan masuklah satu pria berpakaian lurik dan jarik, yang masuk ke dalam kamar Ardhaniel.
" Ndoro, di tunggu makan pagi bersama oleh Ndoro besar " Ujar pekerja tersebut.
Tentunya, pekerja itu tak langsung pergi. Ia membantu Ardhaniel untuk memakai beskapnya, dengan senang hati Ardhaniel bersedia di bantu. Karena itu memang pekerjaan sesosok pria di depan nya ini.
" Keluarga Bhamakerti sudah pulang? " Tanya Ardhaniel, mengingat Ardhaniel semalam harus berlari ke kamar, guna meredakan amarah nya.
" Belum, Ndoro. Hujan lebat semalam terlalu mengerikan, sehingga Ndoro besar meminta keluarga Bhamakerti untuk menginap disini " Jawab Pekerja tersebut.