AQQ 15

439 18 44
                                    

"Percaya atau tidak, cahaya akan datang pada waktu yang tepat."

Jangan lupa bintangnya yaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa bintangnya yaaa..

Happy reading

******

Shanum berlarian menghampiri Sabira dengan gembiranya, setelah mendengar percakapan abi dengan seseorang ia begitu kegirangan hingga memeluk dan mencium kakaknya berkali-kali. Sabira hanya bisa pasrah diperlakukan seperti itu oleh adik kesayangannya.

"Mbak, aku bahagia banget. Hari ini orang tuanya datang," seru Shanum heboh.

Sabira tentu hanya bisa menggeleng-geleng keheranan, sebegitu bahagianya Shanum akan bertemu dengan calon mertuanya.

Tapi tunggu! Beberapa menit lalu umi juga datang memberitahu pada Sabira untuk bersiap karena calon mertua serta calon suaminya akan datang berkunjung untuk menentukan tanggal pernikahan mereka.

"Mbak!"

Sudah panggilan ketiga kalinya dilakukan Shanum untuk menyadarkan Sabira dari lamunannya, dan yang ke empat kali berhasil.

"Iya, selamat ya adikku!" senyum canggung Sabira.

"Mbak, gak papa kan nanti aku duluan?" tanya Shanum memeluk Sabira.

"Ya gak papa dong, kan jodoh gak ada yang tau siapa duluan diantara kita. Kalau kamu duluan ya mbak bisa apa, yang terpenting kamu bahagia. Itu sudah cukup untuk mbak," balas Sabira.

"Terimakasih banyak mbakku yang paling cantik!"

Tok...tok...

Keduanya saling bertatapan melihat kearah pintu kamar, tak lama kemudian umi masuk ke dalam kamar Sabira.

"Nak, kalian bersiap ya. Sebantar lagi tamunya akan datang," titah umi pada kedua putrinya.

"Siap 45 umi!" seru Shanum memberikan penghormatan pada uminya.

Umi tertawa kekeh melihat kelakuan konyol Shanum.

"Ya sudah umi tinggal, setelah selesai bersiap kalian harus turun ke bawah ya."

Sepeninggal umi, Shanum memilih pakaian dari lemarinya lalu dibawanya ke kamar Sabira agar mereka bersiap bersama.

"Mbak, ini udah cocok belum? Udah bagus belum? Norak gak sih mbak bajunya?" tanya Shanum berbondong sembari menatap pantulan dirinya dicermin.

"Kamu sudah cantik dari lahir, pakai baju apapun pasti cocok. Dan paling penting, menjadi diri sendiri jauh lebih baik dari pada harus berpura-pura menjadi orang lain."

****

Shanum merasa gugup, dia terus meremas jari jemarinya sebelum turun dari kamarnya. Terhitung beberapa kali ia juga mondar mandir tak jelas dihadapan Sabira, padahal Sabira sudah memintanya untuk duduk.

"Mbak, gimana ini? Aku gugup, aku takut penilaian orang tuanya tentangku tidak baik!" celoteh Shanum.

Sabira mengelus kepala sang ading dengan lembut, agar adiknya bisa tenang sedikit.

"Dek, inget kata mbak ya. Jadilah diri sendiri, orang lain berhak menilai kita tapi kita tidak boleh menjadi orang lain hanya demi mendapatkan penilaian yang baik."

Sabira menatap jam dindingnya sudah menunjukan pukul lima sore, yang artinya mereka harus segera turun karena umi meminta mereka menunggu hingga jam lima sore.

"Bismillah ya, dek." titah Sabira mengajak adiknya berjalan keluar dari kamarnya.

Disana sudah nampak beberapa orang memperhatikan kedatangan Sabira dan Shanum, keduanya tampil begitu anggun membuat siapapun yang melihatnya akan terpana.

"Nah mereka kedua putri saya," ucap abi.

"Yang pertama dia Sabira Habibah Qolby, dan yang kedua Shanum Hasnah Qolby. Keduanya sama-sama pintar memasak," ucap abi sumringah.

Sabira dan Shanum menyalami dua orang dihadapan abi.

"Yang mana yang akan menjadi calon istri putra saya?"

Yang bertanya barusan itu bunda Wira, sahabat umi dan suaminya ayah Bian yang juga merupakan sahabat dari abi.

Mendengar pertanyaan bunda membuat Shanum tersipu malu, dia menundukkan pandangannya berlagak salah tingkah.

"Iya yang mana calon menantu kami? Tidak mungkin kan kalian memberikan keduanya? Anak kami saya satu," goda ayah.

Abi malah tertawa diikuti ayah bian serta para istrinya, Sabira juga ikut tersenyum melihat Shanum semakin tidak karuan itu.

"Calon menantu kalian itu adalah...."

****

"Assalamu'alaikum, maaf ayah bunda aku terlambat. Tadi di jalan ada kendala," ucapnya memenggal ucapan abi.

Seluruh mata menatap dia yang baru saja datang, kedua mata Sabira terbuka sempurna begitu juga dengan Shanum dia sudah kelimpungan menundukkan pandangannya lagi.

"Wa'alaikumsalam, akhirnya kamu datang juga. Semuanya perkenalkan dia putra tunggal kami, Bilal Hasan Shafi." ayah memperkenalkan putranya.

Bilal menyalimi abi dan juga umi, sikap sopan Bilal membuat umi dan abi terkesan.

"Saya tidak salah pilih calon menantu, sudah soleh, pintar dan sangat menghormati orang tua. Sangat cocok dengan putri kami, Sabira Habibah Qolby!"

Deg! Kenapa bukan namaku? Kenapa nama mbak Sabira yang abi sebut? Pertanyaan itu hanya keluar dari dalam benak Shanum. Hatinya terasa sakit, air matanya seketika menetes namun dengan cepat dia singkirkan.

"Sabira, kemari nak. Mendekat," titah abi.

"Maaf semuanya, saya permisi kebelakang dulu."

Sabira menatap kepergian Shanum, Sabira merasa bersalah kepada adiknya itu. Dia tidak tahu jika laki-laki yang dia maksud adalah Bilal, umi menyusul kepergian Shanum.

"Nak Bilal, ini putri pertama saya. Saya percayakan dia kepadamu, tolong jaga dan bimbing Sabira setelah kalian menikah nanti. Saya akan merasa tenang jika Sabira sudah bersama dengan suami seperti kamu," pinta abi.

Bulir bening itu menetes dari mata indah Sabira, ia ingin membuat abinya bahagia dengan menikahkan dia. Tetapi apa mungkin Sabira enak hati sudah mengambil posisi Shanum?

"Kalian boleh saling mengenal dulu, biar kami tentukan tanggal pernikahan kalian. Tapi ingat jangan jauh-jauh," titah bunda.

Sabira mengikuti langkah Bilal yang terhenti dipelataran masjid pesantren, mereka duduk dengan jarak satu meter.

"Kenapa harus kamu?" tanya Sabira membuka topik.

"Aku sudah pernah bilang, bertemu denganmu adalah sebuah takdir. Dan sekarang dipersatukan denganmu juga sudah takdir," balas Bilal santai.

"Lalu bagaimana dengan Shanum?" tanya Sabira.

Bilal terdiam mengingat nama Shanum. "Memangnya kenapa dengan Shanum? Dia adikmu bukan?" tanya balik Bilal.

"Shanum mencintaimu!"

****

Gimana bab ini? Seru gakk?

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang