"Sabar dan ikhlas adalah kunci utama dalam kehidupan."
Jangan lupa 🌟 dan komennya, kok perasaan makin gaib sihh 😂
Happy reading....
******
Bukan hanya Sabira dan Bilal yang terkejut, tetapi kedua keluarga pun sama terkejutnya. Persiapan tentu saja akan terlihat sangat buru-buru, ditambah Sabira juga belum berhasil menggagalkan rencana pernikahannya sendiri."Abi, gak bisa gitu dong. Perjanjiannya kan malam takbir, mana bisa dadakan bi. Aku juga belum..."
"Saya siap menikahi Sabira besok malam," potong Bilal.
"Bilal, bunda tidak setuju. Sepertinya Sabira memang tidak menginginkan ta'aruf ini, nak."
"Bunda, sudah. Biarkan ini menjadi urusan Bilal," sela ayah.
"Bunda, tolong restui Bilal mempersunting Sabira."
"Ya sudah terserah kamu, bunda ikut saja asal kamu bahagia dengan pilihanmu."
"Abi, keinginan abi akan terwujud besok malam. Bilal akan menikahi putri abi," ucap Bilal sekali lagi.
Untuk kesekian kalinya baik sabira dan kedua keluarga ini dibuat terkejut, dengan persetujuan Bilal pastinya mereka semua harus bersiap.
"Heh! Main siap-siap aja," omel Sabira.
"Abi, aku gak mau. Malam takbir aja ya abi," tawar Sabira.
Abi menggeleng. "Rencana baik harus dilaksanakan segera mungkin, agar kamu tidak melakukan hal-hal buruk lainnya untuk menggagalkan rencana ta'aruf ini."
Sabira tertunduk, dia ingat dengan janjinya pada abinya.
"Tapi abi harus ke rumah sakit ya sekarang," ucap Sabira membujuk abinya.
"Abi gak papa, kalau kamu setuju besok menikah. Abi akan ke rumah sakit setelah kamu menikah," balas abi.
"Bi, kita bisa bicarakan itu nanti. Sekarang abi ke rumah sakit dulu ya," bujuk umi.
"Sudah lah mbak, turutin aja permintaan abi!" bentak Shanum.
"Shanum, turunkan nada bicaramu!" titah umi.
Sabira memutar otaknya, namun ia tidak menemukan jalan lain selain setuju.
"Baik abi, Sabira mau. Demi kesembuhan abi, bukan karena dia!" tunjuk Sabira pada Bilal.
Abi memeluk Sabira, dia sangat senang mendengar persetujuan putrinya meski Sabira mengatakan itu semua dia lakukan demi abinya.
"Terimakasih, nak."
"Kalau begitu, kami pamit pulang dulu ya abi umi. Kami akan mempersiapkan untuk acara besok," pamit bunda.
"Semoga acara besok berjalan lancar, dan semuanya bahagia. Kami pamit dulu, assalamu'alaikum."
****
Setelah penolakan dibawa ke rumah sakit, Sabira mengantar abinya ke kamar untuk beristirahat. Padahal terlihat dari wajah abi menahan sakit, namun bukan abi jika tidak keras kepala.
Cuaca malam ini terasa begitu sendu, langit yang biasanya bertabur bintang kini hanya terlihat langit gelap. Sabira duduk di taman belakang rumahnya seorang diri, menatap langit malam.
"Ngapain malam-malam sendirian disini? Nanti masuk angin loh," ucap seseorang membuyarkan pikiran Sabira.
Sabira menoleh pada pemilik suara itu, rupanya adiknya Shanum membawakannya segelas teh hangat.
"Maaf..." lirih Sabira tertunduk.
"Untuk apa?" tanya Shanum.
"Maafkan aku, aku sudah mengambil apa yang kamu miliki."
Shanum mendekatkan duduknya, dia memeluk Sabira dari samping."Mbak gak salah, buat apa mbak minta maaf. Memangnya aku siapa dan mas Bilal siapa? Kita tidak ada hubungannya mbak," ucap Shanum.
"Aku sudah mengambil orang yang kamu cintai," ucap Sabira.
"Aku ikhlas, aku ridho. Ini sudah menjadi takdirmu, aku akan mengantarmu hinggal menuju dirinya."
Sabira melepas pelukan Shanum, dia menatap Shanum yang sedang tersenyum padanya. Shanum yang manis telah kembali, itu membuat Sabira merasa senang.
"Lalu bagimana dengan kamu?" tanya Sabira.
"Jangan pikirkan aku, pikirkan tentang abi juga. Kita lakukan ini demi kebaikan semuanya, jangan abaikan dirinya yang mencintaimu."
"Bagaimana bisa mbak mengabaikan perasaanmu?"
"Mbak, jodoh, rezeki dan maut itu sudah diatur oleh Allah SWT. Kita sebagai manusia hanya bisa berencana, Allah SWT juga maha membolak balikan hati manusia. Dan sekarang aku sedang mencoba mengikhlaskan demi kebaikan kita semua, jadi mbak sekarang fokus pada pernikahan mbak besok ya. Bahagiaku adalah melihat orang-orang yang aku sayang bahagia, mbak harus bahagia juga kalau ingin melihat aku bahagia. Menikahlah dengan mas Bilal," titah Shanum.
Sabira memeluk Shanum, sangat erat. Dia merasa beruntung memiliki adik yang bisa mengerti posisinya saat ini, tentu saja berat bagi Shanum melepaskan orang yang dia cinta tetapi Shanum ingin berbakti juga kepada ayahnya.
"Udah ah jangan cengeng, nanti matanya bengkak loh besok. Gak cantik nanti!" omel Shanum menghapus air mata Sabira.
"Makasih ya, dek. Kamu sudah mengerti situasi mbak sekarang," ucap Sabira.
"Sama-sama mbak, janji sama aku ya gak boleh nangis lagi!"
****
Setelah mengantar Sabira ke kamarnya, Shanum menutup pintu rumah namun saat hendak menutup jendela dia melihat sebuah benda dibawah sana.
"Apa itu?" tanyanya.
Shanum mengambil benda itu.
"Shanum, sedang apa nak?" tanya umi tiba-tiba datang.
Dimasukannya ke dalam saku benda yang Shanum temukan tadi, dia akan menceknya nanti saat di kamar.
"Umi, kok belum tidur?" tanya Shanum balik dengan senyum canggungnya.
Umi melihat gelagat Shanum sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Ditanya kok malah tanya balik," cetus umi. "Umi tadi mau ngambil minum, tapi umi cek kamar kamu terbuka dan gak ada orang ternyata masih diluar."
"Iya umi, Shanum cek pintu dan jendela. Gak sengaja Shanum lihat mbak lagi dibelakang sendirian, jadi aku buatin mbak teh hangat sama nemenin dia ngobrol. Lagi-lagi aku lupa nutup pintu terus balik lagi deh kesini," jelas Shanum.
"Alhamdulillah, akhirnya kedua putri umi sudah baikan. Gitu dong nak, akur. Jangan bertengkar nanti umi sedih," ucap umi.
"Shanum berusaha ikhlas umi, karena sesuatu yang dipaksa kan tidak baik. Shanum juga mau abi sembuh," ucap Shanum bijak.
Umi mengelus kepala Shanum yang dibalut hijab, dia begitu sangat salut sengan putri bungsunya yang bisa berpikir dewasa.
"Terimakasih ya, nak. Umi bangga sama kamu," ungkap umi.
"Sama-sama umi, Shanum sayang kalian." Shanum memeluk umi.
"Setelah pernikahan kakakmu, abi akan mengirimmu ke Tarim untuk melanjutkan studimu."
"Tarim umi? Kenapa harus ke Tarim?"
****
UDAH YA SEGINI DULU HARI INI, BESOK KETEMU LAGI SAMA MEREKA..
KAMU SEDANG MEMBACA
ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)
Romance"Aku tidak mau menikah denganmu hanya karena paksaan orang tuaku!" "Saya mencintaimu." "Bohong! Aku bukanlah wanita sempurna yang pantas kau cintai!" "Saya tidak mencari kesempurnaan, saya tulus ingin menikahi kamu karena saya mencintaimu bukan ka...