Jangan lupaaa 🌟🌟🌟
Happy reading..
******
Membersihkan luka ditangan Bilal adalah tujuan utama Sabira setelah mereka berada di dalam kamar, Sabira juga meminta Bilal untuk melepas bajunya agar dia dengan mudah membersihkan lukanya."Maaf...." lirih Sabira.
Sabira mencabut pecahan kaca yang menempel dikulit Bilal degan mata sedikit terpejam karena merasa ngilu, namun sang empunya luka tidak bereaksi apapun dia malah diam saja saat pecahan kaca dicabut.
"Aaaaa!"
Untuk mendapatkan perhatian Sabira, dia berpura-pura kesakitan sehingga Sabira akan mengelus tangannya.
"Sakit ya?" tanya Sabira.
Bilal mengangguk seperti anak kecil. "Sedikit," jawab Bilal.
"Maaf ya, gara-gara Shanum kamu jadi luka kaya gini," gumam Sabira.
Bilal mengelus puncak rambut Sabira dengan lembut, tangannya beralih menggenggam tangan Sabira.
"Saya gak papa kok, jangankan pecahan kaca. Bara api sekalipun tidak akan aku biarkan menyentuh bidadariku," tutur Bilal.
"Tapi kan kamu jadi sakit, harusnya biarin aja aku yang kena pecahan kaca tadi. Aku sedih lihat kamu terluka karena aku," ucap Sabira.
Air mata yang menjadi tembok pertahanannya kini runtuh, satu tetes menetes dipunggung tangan Bilal.
"Jangan menangis, Habibah. Saya mohon," pinta Bilal.
"Gak bisa, air matanya netes sendiri...."
Bilal menghapus air mata Sabira. "Ini bukan salah Habibah, ini kemauan saya sendiri. Saya ingin selalu melindungi titipan Allah yang paling berharga dalam hidup saya saat ini," jelas Bilal.
Sangat jarang melihat seorang lelaki menangis dihadapannya saat ini, rasanya seperti wanita paling beruntung medapatkan pasangan hidup seperti Bilal.
Ketulusannya begitu jelas terlihat ketika melihat Sabira menangis dia pun ikut menangis, nyatanya Bilal terlihat gemas ketika sedang menangis.
"Kenapa kamu ikut nangis?" tanya Sabira.
"Emangnya gak boleh saya ikut dalam kesedihanmu?" tanya balik Bilal.
Sabira menghapus air mata Bilal. "Jangan menangis, cukup aku saja yang cengeng. Nanti kemana aku pergi saat aku sedih kalo kamu ikut sedih, selalu jadi rumah terakhirku ya pak suami."
"Selalu ceria ya, saya tidak ingin melihat air mata berharga itu jatuh begitu saja."
****
Bilal membangunkan Sabira untuk solat subuh berjamaah, meski mereka baru tidur dua jam tapi mereka tidak mau melewatkan solat berjamaah bersama.
"Sayang," panggil Bilal.
Masih belum ada respon dari Sabira, Bilal mengelus pipi kemerahan Sabira seraya menanggilnya dengan sebutan yang manja.
"Habibah istrinya Bilal, bangun yuk. Sudah waktunya solat subuh," ucap Bilal.
"Istriku sayang Habibah," panggil Bilal ketiga kalinya.
Rasanya seperti dialam mimpi gaes, dibangunkan dengan kelembutan, mata dimanjakan dengan pemandangan indah ciptaan yang tiada duanya. Auto mood seharian, jelas!
"Cantik banget sih istri saya kalo baru bangun bobo," puji Bilal.
"Hmmmm masih ngantuk," rengek Sabira memeluk Bilal.
"Sssttt...tu dengar sudah azan, ayo ambil wudhu dulu. Nanti lanjut," titah Bilal.
Sabira melepas pelukannya. "Lanjut apa?" tanyanya.
"Lanjut sarapan, kamu kira lanjut apa?"
"Tau ah!"
Sabira beranjak dari kasurnya sembari tersenyum malu, pipinya sangat menggemaskab ketika sedang salah tingkah.
"Jangan lama-lama nanti saya gak bisa lihat kemerahan dipipi kamu," ucap Bilal.
"Biarin aja, aku malu!"
****
Hari ini Sabira menyiapkan sarapan untuk semua orang, karena dia dan Bilal akan pergi ke kota untuk menjalani kehidupan mereka yang baru.
Sabira melanjutkan persiapan wisudanya yang tertunda, dan Bilal akan mulai bekerja dikantor majalah islami serta akan mengajar bahasa arab disalah satu kampus dikota.
"Selamat pagi abi, umi. Sarapannya sudah siap," sapa Sabira saat abi dan umi datang.
Tak lama Shanum dan Ulwa juga datang, Bilal juga datang dengan membawakan sepiring telur mata sapi dari dapur..
"Wahh, pasti enak ini nasi goreng spesial buatan istrinya Bilal!" seru abi.
"Ya jelas enak, kan anak kesayangan abi. Coba kalo aku yang masak pasti dicela!" sahut Shanum sinis.
Sabira menahan abi untuk tidak emosi didepan makanan, dia mengambilkan nasi goreng dipiring abi begitu juga dengan umi mulai menyendok nasi goreng buatan Sabira.
"Duduk, biar aku ambilin nasi gorengnya. Mau segimana?" tanya Bilal.
Bilal menuangkang satu centong untuk Sabira.
"Udah cukup," ucap Sabira.
"Kok sedikit, tambah lagi ya. Biar sehat," ucap Bilal menyendokkan satu centong lagi.
Pemandangan yang cukup menyejukkan ketika yang melihat senang, berbeda dengan Shanum yang malah kebakaran janggut langsung menggebrak meja.
Brak!
Sahanum beranjak dari duduknya, sangat panas hatinya melihat kedekatan Sabira dan Bilal semakin menjadi.
"Shanum habiskan dulu makanannya," titah umi.
"Gak nafsu!" celetuk Shanum dan berlalu.
Sepeninggal Shanum, suasana meja makan terasa canggung apa lagi penyebabnya lagi-lagi Sabira dan Bilal.
"Eeeee ayo dimakan, nanti keburu dingin. Enak tau ini," ajak Ulwa memecah keheningan..
"Iya ayo Ulwa nambah," suruh umi.
"Pasti umi, sayang masih banyak. Kalo gak habis nanti Ulwa bawa pulang," ucap Ulwa.
Ulwa makan dengan lahapnya, selain karena ingin memecah kecanggungan. Ulwa juga belum makan sejak semalam, jadi perutnya memang lapar.
"Bilal, gimana enak gak masakan istri?" tanya Ulwa.
"Masyaallah, enak sekali Ulwa. Ini masakan terenak setelah masakan Bunda," jawab Bilal.
"Jadi masakan umi gak enak?" tanya umi.
"Enak juga umi, luar biasa. Pasti Sabira belajar dari umi, iya kan sayang?"
*****
HAYO SIAPA YANG BAPER BACA PART INI ANGKAT KAKINYAA
KAMU SEDANG MEMBACA
ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)
Romance"Aku tidak mau menikah denganmu hanya karena paksaan orang tuaku!" "Saya mencintaimu." "Bohong! Aku bukanlah wanita sempurna yang pantas kau cintai!" "Saya tidak mencari kesempurnaan, saya tulus ingin menikahi kamu karena saya mencintaimu bukan ka...