AQQ 12

375 16 39
                                    

"Kejutan takdir, itulah yang selalu dia ucapkan. Ntah takdir macam apa!"

Tetap semangat puasanya yaa, selalu suport cerita ini juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tetap semangat puasanya yaa, selalu suport cerita ini juga.

Jangan lupa votement nya juga.

Happy reading kesayangan achikk
😚😚😚😚

*******

Mau tidak mau Sabira harus menuruti umi Fatimah dan sahabatnya Ulwa, dia merasa canggung karena harus duduk disebalah Bilal.

Beberapa kali dia menoleh pada orang disebelahnya yang tengah fokus menyetir dengan tatapan tenang, hanya saja kadang Ulwa mengoceh hal tidak jelas seperti saat ini.

"Oiya, mas Bilal kenapa bebek bisa terbang tapi terbangnya tidak bisa gitu loh tinggi seperti burung?" tanya Ulwa.

Sabira memberikan tatapan tajam pada Ulwa dibelakangnya, berkali-kali dia bertanya dan selalu mendapatkan respon baik dari Bilal.

"Kenapa sih, Bir. Orang aku sama mas Bilal lagi main tebak-tebakan, iya kan mas?"

"Kan lagi nyetir, nanti kalo kamu tanyain terus yang ada gak fokus!"

"Gak masalah kok, saya selalu fokus. Apa lagi soal mengantarkan takdir harus fokus," balas Bilal.

Kali ini Ulwa yang dibuat bingung dengan ucapan Bilal, otaknya dipaksa bekerja ketika sedang puasa tentu tidak bisa.

"Apa hubungannya takdir sama fokus nyetir?" tanya Ulwa.

"Keduanya memiliki hubungan yang erat, dan sama-sama harus menatap kedepan. Begitu bukan Ning?" goda Bilal.

Sabira mengalihkan pandangannya ke jendela mobil, ntah kenapa setiap perkataan Bilal membuat Sabira merasa yang dia katakan hampir mirip dengan abinya.

"Oh iya, mas Bilal orang mana? Asli tinggal di kota ya?" tanya Ulwa mulai dengan topik serius.

"Saya baru pulang dari Tarim beberapa minggu lalu, dan saya ke kota untuk mencari takdir saya."

"Wahh Tarim kan tempat kedua setelah Turki yang ingin Sabira datangi, iya kan Sabira?"

"Benar begitu?" tanya Bilal.

"Dulu, sekarang aku ingin pergi ke Palestina. Tapi ingin juga ke Swiss," balas Sabira.

"Kok kamu gak pernah bilang soal dua negara itu!" omel Ulwa.

"Hanya rencana, Indonesia tetap negara kesukaanku."

"Dan aku suka penduduknya," sahut Bilal cepat.

Ulwa menganga tidak percaya. "Hah? Kenapa? Aku gak salah dengerkan?" tanya Ulwa.

Tanpa terasa perjalanan setengah jam mereka begitu terasa lama akhirnya sampai juga, pertanyaan Ulwa pun tidak Bilal jawab karena Sabira kesulitan membuka seatbelt.

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang