AQQ 36

356 7 0
                                    

Jangan lupaaa 🌟🌟🌟🌟

Happy reading....

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******


Kumandang Azan subuh membangunkan Sabira dari tidur lelapnya, sedangkan disebelahnya masih terlelap dengan selimut tebalnya. Sebagai istri yang baik Sabira harus membangunkan suaminya itu untuk solat berjamaah.

Sabira punya cara unik untuk membangunkan suaminya, dicolet-coletnya hidung suaminya. Masih belum ada reaksi apapun, cara kedua dengan mencium keningnya berkali-kali sampai berhasil terbangun.

"Selamat subuh mas," sapa Sabira.

Beberapa kali Bilal mengerjipkan matanya, berusaha menyadarkan dirinya dari terkaman Sabira.

"Ayo bangun, sudah subuh. Mandi sana," titah Sabira.

Bilal menarik tangan Sabira agar mendekat padanya, dia melingkarkan tangannya dipinggang Sabira seperti anak kecil..

"Kamu cantik," ucapnya.

Sabira menjauhkan dirinya dari Bilal. "Buruan nanti keburu habis waktunya," ucap Sabira mengambil mukena.

"Oke istriku sayang," sahut Bilal beranjak dari kasur.

Sambil menunggu Bilal mengambil wudhu, Sabira melakukan murojaah. Sudah lama dia tidak mengulang hafalannya lagi semenjak menikah dengan Bilal, biasanya mereka hanya melakukan ngaji bareng.
Sodakallah huladzim....

"Masyaallah, suara istri aku melebihi ubin masjid ademnya."

"Lama banget sih," protes Sabira.

"Iya maaf sayang."

Baru saja Shanum hendak mengambil air wudhu, dia malah dikejutkan dengan pemandangan yang membuat hatinya semakin terasa sakit. Seharusnya dia yang menjadi makmum seorang Bilal, berkali-kali Shanum mencoba ikhlas namun rasanya hati dan pikiran tidak berada dalam satu jalan. Bersama Reno bukanlah pilihan melainkan sebuah keharusan baginya dalam menjalankan rencananya.

"Shanum, udah ngambil wudhunya?" tanya umi tiba-tiba.
Shanum menggeleng, tatapannya masih pada Bilal dan Sabira.

"Nak, sampai kapan kamu akan seperti ini? Apa kamu tidak lelah?" tanya umi.

"Sampai mereka berpisah!"

"Astagfirallah Shanum!"

****

Teriakan umi terdengar ditelinga Sabira dan Bilal, mereka tidak menyadari jika Shanum berada diluar musolah rumah.

Plak!

Sebuah tamparan terdengar nyaring hingga kamar abi, abi yang sedang membaca al-qur'an menghentikan bacaannya dan menjangkau kursi rodanya untuk melihat ke TKP.

Bilal dan Sabira juga buru-buru melihat keluar, secara bergantian mereka menatap apa yang sudah dilakukan umi pada Shanum.

"Kenapa umi tampar aku?" tanya Shanum dengan nada tinggi.

"Kamu masih bertanya? Kamu sadar tidak apa yang baru saja kamu katakan Shanum?" tanya balik umi.

"Umi-"

Bilal menahan Sabira untuk tidak ikut campur dalam urusan ini, karena jika Sabira ikut andil akan memperkeruh suasana.

"Umi tau apa sih tentang aku? Yang umi dan abi tau kan tentang kebahagiaannya mbak Sabira aja, umi gak pernah mikirin perasaan aku dan abi selalu memaksakan kehendaknya!"

"Apa maksud kamu bicara seperti itu pada umi mu, Shanum?"

Suara berat itu datang ditengah-tengah perdebatan umi dan Shanum, Bilal menggenggam tangan Sabira memberi kekuatan untuk tetap berada pada posisinya. Lambat laun abi Jafar akan mengetahui permasalahan ini, jadi biarkan abi tau semuanya agar tidak ada yang ditutupi.

"Karen abi sudah tau, mari kita buka semua borok ini."

Shanum mendekati abi Jafar. "Abi mau tau kan masalah yang umi sembunyikan dari abi?" tanya Shanum.

"Ada apa ini sebenarnya?" tanya abi meminta jawaban.

"Shanum cukup!" titah Sabira dengan suara bergetar.

Sabira tidak akan membiarkan Shanum menyakiti abi Jafar, apa lagi sampai membuat penyakit abi kambuh tidak akan Sabira biarkan.

Prok... prok... tepukan tangan Shanum semakin memperjelas ketidak sukaannya pada Sabira.

"Biang masalah akhirnya bersuara juga," celetuk Shanum.

"Cukup ya, dek. Jangan bawa-bawa abi dalam permasalahan ini, abi gak tau apa-apa. Kamu tau kan abi baru aja pulang dari rumah sakit," tutur Shanum.

"Aku gak perduli! Mau abi pulang dari rumah sakit kek, mau abi balik lagi ke rumah sakit kek! Yang jelas orang tua ini harus tau akar permasalahan yang sudah dia buat!"

Shanum mendorong kursi roda abi Jafar, tidak kencang tapi cukup membuat abi Jafar terkejut.

"Shanum cukup, nak. Umi mohon hentikan semua ini!"

"Aku akan berhenti ketika mbak Sabira juga berhenti berlagak menjadi istrinya mas Bilal!

****

"Oke kalo itu mau kamu...."

Sabira menatap Bilal, perlahan dia melepas genggaman tangan Bilal. Langkahnya mundur sedikit memberi jarak antara dirinya dan juga Bilal, Bilal menggelengkan kepalanya agar Sabira tidak melakukan itu.

"Mas, aku mohon jatuhkan talak untukku sekarang juga!"

Hujan mengalir deras dari pelupuk mata indah Sabira, suaranya bergetar tak mampu menahan getir. Senyum dibibir Shanum mengembang, seolah keberhasilan berada ditangannya sekarang.

Umi merangkul Sabira, dia tidak ingin terjadi perpisahan dalam pernikahan yang masih seumur jagung. Jika satu anaknya hancur, maka tidak akan baik untuk anaknya yang lain.

"Jangan nak," pinta umi.

Ditangkupkannya kedua tangannya dihadapan Shanum.

"Apa kah dengan cara ini membuat kamu bahagia, nak? Kamu akan memisahkan pasangan yang sudah diikat oleh takdir, ini kebahagiaan yang kamu maksud? Menghancurkan rumah tangga kakakmu sendiri, iya?"

"Dia bukan kakak kandungku!"

"Tetap saja dia kakakmu! Kalian satu ayah, darah daging kalian sama! Hentikan semua ini, sebelum Allah murka terhadapmu Shanum!"

Bilal mendekati Sabira, namun Sabira semakin berjalan mundur menjauh darinya.

"Saya gak mau, Habibah. Allah membenci perpisahan, saya mohon bertahan. Kita akan cari solusi dari permasalahan ini," pinta Bilal.

"Masalahnya itu ada pada kamu, mas. Dan solusinya sudah ada, tinggal kamu yang bisa menentukannya. Aku ingin Shanum bahagia, biarkan kisah kita sampai disini."

"Lalu kebahagianku bagaimana, Habibah?"

*****

BABAY!

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang