AQQ 28

387 11 42
                                    

Jangan lupa 🌟🌟🌟

Happy reading.....

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******


Dua hari setelah mengetahui masa kecilnya, Sabira memberanikan diri menemui umi Najma yang sedang duduk termenung di ruang tamu. Tatapn umi Najma selalu tertuju pada kursi yang selalu menjadi tempat ternyaman suaminya ketika sedang kumpul bersama, perlahan Sabira berjalan hingga akhirnya dia duduk berlutut dikaki umi Najma.

"Umi, maafin Sabira. Sabira memang anak yang tidak tau diri," ucap Sabira.

Umi Najma terkejut mendapati Sabira sudah berlutut dikakinya, bahkan beberapa kali Sabira mencium kakinya.

"Nak, jangan seperti ini. Bangun sayang," titah umi Najma.

"Enggak umi, Sabira belum memiliki keberanian penuh untuk menatap umi. Sabira sudah menghancurkan hati umi," ujar Sabira.

"Sayang, biarkan semuanya berlalu. Kita sudah ada dimasa depan, nak. Tidak ada yang menginginkan ini, umi sudah ikhlas. Bagaimapun kamu tetap putri umi dan abi," ucap umi Najma.

Umi membantu Sabira duduk disebalahnya, matanya jelas terlihat sangat sembab. Sudah dua hari Sabira menangis bahkan mengurung diri dalam kamar. Makan pun dia tidak mau, padahal Bilal dan Shanum selalu berusaha membujuknya dia tetap menolak.

"Umi, atas nama ibu. Sabira minta maaf, Sabira dan ibu sudah menjadi duri dalam keluarga ini. Harusnya kalian bahagia tanpa aku...."

"Sssttt... Gak boleh bicara seperti itu, justru karena adanya kamu Shanum hadir dikeluarga ini. Umi minta maaf ya karena kemarin sempat marah, umi hanya syok kejadian dulu terulang lagi. Umi takut kehilangan kalian," tutur umi.

"Sabira sudah buat abi masuk rumah sakit, Sabira sudah menyebabkan air mata umi dan Shanum mengalir deras. Sabira bukan anak yang baik umi, Sabira juga bukan kakak yang baik."

"Nak, semuanya sudah berlalu. Kita mulai kehidupan yang baru ya, kita doakan abi semoga abi bisa cepat siuman agar kita bisa kumpul lagi. Besok sudah lebaran, kita harus melakukan banyak persiapan. Sudahi sedihnya ya kasian abi pastiikut sedih," ujar umi.

Sabira memeluk umi, umi pun membalas pelukan Sabira. Tak lama Shanum datang, diikuti Bilak juga ikut melihat ketiga bidadari surga sedang berpelukan.

"Terimakasih banyak umi untuk semuanya, terimakasih sudah membesarkan aku dengan kasih sayang umi yang tidak ada habisnya."

****

"Oiya, kamu kapan mau bawa Sabira kerumah orang tuamu?" tanya umi pada Bilal.

Sabira memberikan tatapan tajam pada Bilal, dia juga melirik pada uminya yang seolah sudah tidak kuat melihat dirinya dirumah terus.

"Umi mau usir aku ya?" tanya Sabira memajukan sedikit bibirnya.

Umi menepuk pipi Sabira, melihat eskpresi putrinya seperti anak kecil yang tidak mau jauh dari permennya membuat gemas.

"Umi gak mau liat aku lagi?" tanya Sabira lagi.

"Bukan begitu, kalian kan sudah menikah. Dan tradisi kita, kamu harus ke rumah mertuamu dulu."

"Tapi abi-"

"Abi gak papa, selagi abi istrirahat. Umi yang akan mengatur kalian," ucap umi.

"Tapi aku mau lebaran sama umi," rengek Sabira.

"Ikuti tradisi, mbak. Lagian paling cuma berapa hari," ucap Shanum.

Sabira melingkarkan tangannya di lengan uminya, dia tidak ingin meninggalkan rumah untuk pergi ke rumah orang tua Bilal.

"Gak papa umi, nanti biar Bilal telpon ayah sama bunda buat minta izin lebaran disini dulu. Mereka pasti gak keberatan," ucap Bilal.

"Tuh kan umi, gak papa. Sabira disini aja, kalo mau Bilal aja pulang sendiri," ucap Sabira.

"Ehhhhh.. gak bisa, suami istri itu harus selalu bersama. Jadi kamu siap-siap sekarang karena umi sudah menelpon mertuamu untuk menjemput kalian," titah umi.

Mata Sabira terbuka sempurna dengan sedikit mulut terbuka, tak percaya uminya benar-benar akan mengusirnya hari itu juga.

"Hmmmmm.. gak mau umi, Sabira mau disini sama umi sama Shanum. Ya umi....." bujuk Sabira.

"Gak ada, buruan beres-beres. Ayo Bilal cepat," titah umi.

"Umi, gak mau. Sabira mau disini," rengek Sabira berkali-kali.

Bilal bergegas membereskan barang-barangnya, tapi dia ragu ingin membereskan barang-barang milik istrinya.

Diluar masih terdengar suara Sabira yang masih merengek pada umi untuk tidak mengusirnya, ehhh bukan ngusirr maksudnya pindah sementara.

"Iyaa iyaa, Sabira beresih!"

Sabira masuk ke dalam kamarnya mendapati Bilal sudah selesai membereskan kopernya, Sabira memberikan tatapan tidak suka. Dia merain kopernya yang ada diatas lemari, namun dengan tubuhnya yang mungil sangat sulit dia gapai.

"Mau dibantu gak?" tanya Bilal.

"Gak usah, aku bisa sendiri."

Aduh Sabira sok-sokan nolak padahal mah mau hihihi... Sabira masih berusaha dengan berdiri diatas kursi yang sudah rapuh, hampir menggapai kopernya namun tiba-tiba...

"Aaaaa!"

****

Kursi yang Sabira naiki oleng, karena kakinya patah sebelah membuatnya terjatuh. Jatuh dipelukan Bilal lebih tepatnya, suami siagap tentu cepat menangkap istrinya yang jatuh.

"Makanya jangan sok bisa, jatoh kan. Untung suaminya aku, coba kalo orang lain. Bisa patah tulang," bisik Bilal.

"Turunin!"

Sabira memberontak minta diturunkan, tapi Bilal malah menjahili Sabira dengan tetap menggendongnya dan sesekali mendekatkan wajahnya ke wajah Sabira seolah dia hendak mencium Sabira.

"Bilal, lepasih! Turunin aku kalo gak aku teriak!" ancam Sabira.

"Teriak aja paling umi ngira kita lagi mencetak Bilal junior," goda Bilal.

"Iiiiihhhh apaan sih, siapa juga yang mau! Turunin!"

"Aku lahh yang mau," goda Bilal lagi.

"Gak mau!"

"Mau aja, gak banyak kok cuma setengah lusin cukup lah ya."

Gila! Mendengar itu rasanya bulu kuduk Sabira berdiri, jangankan enam. Satu saja rasanye mengerikan, jika bisa Sabira ingin menghilang dari muka bumi.

"Umi!" teriak Sabira.

Bilal menurunkan Sabira dengan tawa puasnya, Sudah menjahili Sabira hingga ketakutan. Tapi sebelum umi Najma datang, dia harus mengalah.

"Ketawa aja terus! Sampe puas, tidur diluar habis ini!"

"Jangan dong, gimana ceritanya tidur diluar. Gak bisa nyetak Bilal junior dong," ledek Bilal.

"Cetak aja sendiri sana! Jangan ngajak-ngajak aku!"

*****

SEKIAN TERIMAGAJIHHHHH

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang