AQQ 33

342 8 0
                                    

Jangan lupaa 🌟🌟🌟

Happy reading.....

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

********


Mentari sore hari mulai menampakkan wujudnya, riuh jalanan menyapu telinga pengguna jalan. Hampir beberapa jam perjalanan tanpa disadari Sabira mereka telah sampai di rumah orang tuanya, karena tak ingin mengganggu tidur sang istri. Bilal menunggunya dengan Sabar sambil memperhatikan setiap pahatan wajah cantik nan sempurna Sabira, saat tidur saja Sabira masih terlihat menawan dimata Bilal.

Bilal melebarkan senyumnya ketika Sabira mulai mengerjipkan matanya. Netra Sabira terbuka sempurna, terkejut rupanya sudah sampai dirumahnya.

"Kok kamu gak bangunin aku?" tanya Sabira menegakkan posisi duduknya.

Bilal menggeleng. "Gak mungkin lah aku bangunin bidadari yang sedang terlelap," jawab Bilal.

"Gombal terus! Ayo turun," ajak Sabira.

Tangan Sabira ditahan ketika ia hendak membuka pintu mobil.

"Kamu keliatan makin cantik kalo bangun tidur," goda Bilal.

"Itu muji atau ngehina?" tanya Sabira.

"Apa lagi kalo marah, makin keliatan cantik. Saya suka," ujar Bilal..

Pipi Sabira merah merona mendengar ungkapan Bilal.

"Jadi kapan kita mau turun?" tanya Sabira.

"Disini aja kali ya?" Bilal mengedipkan mata menggoda Sabira.

Sabira membuang wajah Bilal yang membuat dirinya merinding, tatapannya begitu menakutkan seolah ia akan menerkam dirinya saat itu juga.

"Gak usah gitu ngeliatinnya, aku tau aku cantik. Biasa aja kali," ucap Sabira.

Bilal mencolet hidung Sabira dengan gemas, tak lama tangannya beralih pada dagu Sabira. Netranya turun kebawah melihat bibir merah muda Sabira yang sepertinya manis ketika dilihat, Sabira menutup matanya saat Bilal semakin mendekatkan wajahnya seolah mereka sedang tenggelam dalam lautan asmara..

Tok...tokk!

Sial! Gumam Bilal ketika mendengar ketukan jendela mobilnya dari luar, Sabira merasa salah tingkah dengan sedikit merapihkan pakaiannya kemudian turun dari mobilnya diikuti Bilal.

"Kenapa gak langsung masuk?" tanya Shanum.

Untung saja kaca mobil Bilal terlihat gelap jika dari luar jadi Shanum tidak sempat melihat..

"Kok malah pada liat-liatan, ayo masuk. Umi udah nunggu," ajak Shanum.

Shanum jalan terlebih dahulu diikuti Sabira dan Bilal yang jalan bergandengan.

****

"Kejutan!"

Riuh teriakan menggema diseluruh ruangan ketika Sabira dan Bilal masuk ke dalam rumah, disana sudah ada abi yang duduk dikursi kebanggaannya.

"Abi!"

Bilal melepaskan genggamannya dan membiarkan Sabira menghambur dalam pelukan abi Jafar, rasa rindunya begitu teramat dalam hingga rasanya bertahun-tahun tidak bertemu.

"Mari masuk," ajak umi pada Bilal.
Sabira dan Bilal melakukan sungkeman pada abi dan umi.

"Sabira minta maaf ya abi, Bira belum bisa jadi anak yang berbakti pada abi dan umi. Terlalu banyak kesalahan yang Bira lakuin," ucap Bila mencium tangan abinya dan mencium kakinya.

Abi memeluk Sabira, dan mencium keningnya.

"Yang lalu biarlah berlalu, kita saling memaafkan ya. Abi tenang sekarang sudah melihat kamu dengan suamimu, ada yang menggantikan abi untuk menjagamu. Jaga pernikahan kalian," pesan abi.

Bergantian dengan Bilal dan yang lainnya saling bermaafan, setelah itu mereka menyanyap hidangan masakan umi Najma.

"Eemmmm... enak bangett umi!" seru Sabira dengan mulut penuh makanan.

"Telan dulu makannnya baru bicara," tegur Bilal.

Uhukkk..uhukk!

Dengan sigap Bilal memberikan segelas air pada Sabira.

"Baru dibilangin, pelan-pelan makannya. Keselek kan," omel Bilal.

"Habisnya enak banget," ucap Sabira.

Bilal mengelap sisa makanan dibibir Sabira dengan tangannya, semua keluarga menyaksikan keromantisan ini.

"Ekhem.... Banyak orang nih!" sindir Shabira.

Tangan Sabira bergerak mengambil tisu lalu dilapkannya kemulutnya.

"Abi jadi inget masa-masa dulu, waktu masih kaya kalian. Umi paling romantis," ucap abi.

"Abi apaan sih! Jangan sama-samain sama zaman kita dulu," ujar umi.

"Mirip mi, bedanya yang sekarang malu-malu tapi mau!" sindir abi.

Sabira memperhatikan gelagat Shanum yang terlihat sedang mencari sesuatu, beberapa kali juga dia melihat kebawah. Dan ditengah obrolan abi, umi serta Bilal tiba-tiba Shanum bergeser ke belakang. Sabira mengikuti Shamum dengan alasan hendak mengambil minum.

"Apa sih? Iya aku tau, sabar dulu."

****

"Iya, sabar dulu. Kondisinya belum memungkinkan, kamu tunggu sikon dari aku aja."

"Iya nanti aku kabarin."

Terdengar suara Shanum seperti bicara dengan seseorang dari balik telpon, tapi siapa? Kenapa juga Shanum harus menerima panggilan berbisik seperti itu.

"Dek," panggil Sabira.

Shanum langsung menyembunyikan ponselnya dibalik punggungnya, seperti tidak asing dengan benda itu.

Wajah Shanum seketika dalam hitungan detik berubah memucat, keringat dingin menerjang seluruh tubuhnya yang membeku ditempat.

"Kok telponannya disini? Kenapa gak di depan abi umi aja?" tanya Sabira.

"Eee.. i-ini, telpon dari temen.. iya temen mbak," jawab Shanum terbata-bata.

"Oo... temen, temen yang mana?" selidik Sabira.

"Mbak kok jadi kaya umi ya? Sejak kapan mbak mau tau tentang aku? Kalo aku bilang temen ya temen mbak!"

Jawaban Shanum begitu menohok, padahal Sabira hanya sekedar bertanya rupanya malah membuat Shanum marah. Tidak biasanya juga Shanum menelpon temannya harus bersembunyi dari abi dan umi.

"Maafin mbak ya, dek. Mbak gak ada maksud buat mengintimidasi kamu, mbak cuma mau tau aja. Kalo emang temen kan gak perlu telponan sembunyi di dapur," jelas Sabira.

"Terserah aku dong mau telponan dimana kek, lagian mbak kan gak tinggal disini lagi jadi gak usah ngurusin hidup aku!" sahut Shanum dengan nada semakin meninggi.

"Astagfiraallah, dek. Kamu kenapa jadi kaya gini sih?" tanya Sabira.

"Ini juga karena mbak, mbak udah ngehancuri kehidupan aku. Mbak udah ngambil semuanya dari aku!"

*****

SEKIAAAANNN TERIMA GAJIHH

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang