AQQ 31

364 10 0
                                    

Jangan lupa 🌟🌟🌟🌟

Happy Reading....

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. La ilaha illallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamdu.

Gema takbir terdengar keseluruh penjuru dunia, namun perdebatan Sabira dan Bilal belum juga selesai.

"Ngapain sih kamu tidur disini? Mending tidur diluar sana!" titah Sabira kesal.

"Habibah, ini kan kamar saya. Jadi gak papa dong saya tidur disini," ucap Bilal.

"Ya udah gini aja, kamu tidur di sofa. Aku dikasur," ujar Sabira.

"Oke, gak papa kalo kamu masih belum mau satu ranjang sama saya. Biar saya tidur di sofa," balas Bilal mengambil bantal.

Bilal merebahkan dirinya di sofa, dia memejamkan matanya sebentar sebelum dia ikut takbir di masjid komplek rumahnya.

Sabira merasa tidak enak pada Bilal, sikapnya sudah diluar nurul. Namun Bilal tetap sabar dengan sikapnya yang sering berubah-ubah, tapi dia juga tidak akan mungkin meminta Bilal seranjang dengannya sekarang.

"Mending beresin baju aja deh," ucapnya mengambil kopernya.

Na'asnya tiba-tiba ada lalat terinjak roda kopernya mengakibatkan lalat itu mati.

"Hiks...."

Tangis Sabira mengejutkan Bilal, seketika dia terpelonjat memastikan Sabira aman.

"Ada apa? Ada yang sakit? Apa yang sakit?" tanya Bilal beruntun.

"Itu....." tunjuk Sabira.

Bilal mengikuti arah tangan Sabira. "Lalat?" tanya Bilal.

"Iya, aku ngebunuh lalat...."

"Ya Allah." Bilal menepuk keningnya.

"Kamu gak salah Sabira, kamu kan gak sengeja. Iya kan?"

****

Hampir setengah jam sudah Sabira menangis, sampai bunda dan Cila ikut menenangkan Sabira masih belum juga berhenti menangis.

"Uty Bila kenapa?" tanya Cila yang imut.

Cila mengusap air mata Sabira, beberapa kali juga dia memeluk dan mencium pipi Sabira.

"Uty angan nangis lagi ya, lalat na ati macuk sulga kok. Uty angan cedih," ucap Cila.

Sabira mengusap air matanya yang masih tersisa dipipinya, dia menyadari sifat lainnya telah membuat keluarga Bilal berpikir dirinya aneh.

"Maafin Sabira ya semuanya," lirih Sabira.

"Kamu itu unik, beda dari yang lain. Lalat saja tidak sengaja kamu lindes bikin kamu sedih, apa lagi kalau suami kamu hilang. Pasti kamu nangis tujuh hari tujuh malam," goda bunda.

"Kalo Bilal yang hilang biarin aja bunda, kan Bilal punya kaki. Nanti juga pulang sendiri," balas Sabira.

Bunda mengelus pipi Sabira. "Kamu memang memiliki hati yang lembut, bunda gak salah pilih istri untuk Bilal. Kalian saling melengkapi," ucapnya.

"Bunda, Sabira gak mau makan daging sapi ya besok," celetuk Sabira.

Bunda mengerutkan keningnya, bahkan yang lain juga ikut menatap Sabira.

"Iya bunda, Sabira gak mau makan daging sapi. Kasian sapinya harus mati karena harus dimakan," jelas Sabira.

Bunda tersenyum, dia mengerti dengan yang dikatakan menantunya itu. Lebih tepatnya harus dipaksa mengerti, dari pada makin lebar kannn.

"Oke sayang, besok jangan ada yang ngasih rendang untuk Sabira. Ayam gak papa?" tanya bunda.

Sabira mengangguk. "Sedikit," jawab Sabira.

"Oke cantik, masalah selesai ya. Lalat sudah dimakamkan sama Azan, dan mari kita kembali pada malam takbir. Kamu ikut bunda ke depan ya, kita tata kue ditemani Cila."

****

Melihat kue lapis legit ingatan Sabira berputar tentang abinya, abi sangat suka kue lapis legit buatan umi. Tapi tahun ini, abi malah terbaring tanpa bisa mencicipi kue lapis legit buatan umi.

"Uty mau ini?" tanya Cila menyodorkan kue lapis legit.

"Terimakasih sayang tapi ounty sudah kenyang," jawab Sabira.

"Uwat Cila aja deh, Cila ke mima ulu ya uty."

Sepeninggal Cila, Bilal menghampiri Sabira untuk izin pergi ke masjid dulu. Tapi Bilal melihat wajah sendu Sabira, dia berkewajiban menghibur Sabira dulu.

"Kangen abi ya?" tanya Bilal.

"Iya," jawab Sabira singkat.

Bilal mengelus pipi Sabira. "Jangan sedih, besok kan ketemu sama abi."

"Beneran?" tanya Sabira.

"Iya, kita jenguk abi sama umi ya besok, jangan sedih lagi.

Sabira kembali tersenyum, dia pikir ucapan Bilal hanya bercanda tapi ternyata Bilal mengiyakan.

"Sayang, saya ke masjid dulu ya. Kamu tidur duluan aja," ucap Bilal.

"Hm."

Jawaban yang sunggu diluar nurul, sangat singkat, tidak padat dan tidak jelas. Bilal mencubit hidung Sabira, membuat Sabira kewalahan bernapas.

"Sakit tau!" omel Sabira memegangi hidungnya.

"Lagian kalo suami izin itu dijawab kek, jangan 'hm' doang. Kan gak jelas jadinya," omel Bilal balik.

"Terus maunya gimana? Lagian ngapain pake izin sih! Kan tinggal pergi aja apa repotnya?"

"Kamu kan istri saya sekarang, jadi kalo saya kemana-mana saya harus izin. Nanti saya kualat kalo gak izin, saya mau dalam rumah tangga kita itu saling terbuka dalam hal apapun. Termasuk izin keluar rumah, ngerti?"

"Hm."

"Tuh kan 'hm' lagi, jawab kek 'iya sayang ngerti' apa susahnya sih?"

"Hm."

Bilal merangkur Sabira. "Jawab 'hm' lagi saya cium kamu," bisik Bilal.

Uhuk...uhukk!

"Makin terang-terangan nih," sindir Bilal.

"Lepasin ada bang Azan!"

"Gak mau," goda Bilal dengan kedipan matanya.

Rangkulan Bilal terlepas ketika Azan kembali untuk mengambil sarung, Sabira mencubit pinggang Bilal yang semakin menjengkelkan itu.

"Rasain tu, mecem-mecem sih!" omel Sabira.

"Adududuh, Sakit..." ringis Bilal memegangi pinggangnya.

"Rumah kita makin gak aman nih Bunda! Kita pindah ke Mars aja yuk!" teriak Azan.

*****

SEKIAN TERIMAGAJIHHHHH

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang