AQQ 29

369 11 35
                                    

Jangan lupaaa 🌟

Happy reading....

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*******


Matahari sudah semakin meninggi, cuaca hari ini cukup menguras kerongkongan. Melihat air putih saja seperti melihat air sirup yang menyegarkan, pasangan pasutri baru juga terlihat segar jika diberi es batu agar keduanya mencair tidak lagi cek-cok.

"Itu mereka ngapain sih umi, sampai kedengeran keluar loh. Berantem apa bercanda sih?" tanya Shanum heran.

Sudah sejak setengah jam lalu umi meminta Sabira dan Bilal membereskan barang-barangnya belum juga selesai, malah suara debat mereka yang terdengar, untung saja pesantren sudah sepi jika tidak akan menjadi tontonan gratis.

"Umi kok malah senyum-senyum aja, gimana kalau mereka saling jambak. Atau mereka saling cakar," ucap Shanum khawatir.

"Ngawur kamu itu, ya gak mungkin lah. Itu cuma berantem kecil," ujar umi sambil merapihkan gordeng yang sedang ia pasang.

"Kita liat yuk umi, aku takut terjadi pembunuhan dirumah ini. Kan serem," ajak Shanum.

"Makin ngawur kamu, udah gak usah ikut campur. Biar mereka urus rumah tangga mereka sendiri, dan kamu urus gordeng-gordeng kotor ini. Bawa ke belakang," titah umi.

Umi memberikan tumpukan gordeng kotor pada Shanum, dan Shanum menerimanya dengan kesal. Dia sangat ingin melihat perdebatan pasutri baru itu, lebih tepatnya penasaran.

"Tunggu apa lagi? Bawa ke belakang," titah umi sekali lagi.

Shanum berjalan menuju tempat londry di rumahnya, tapi jalan menuju londry melewati kamar Sabira. Otak dan hati tidak sejalan, otak memintanya untuk terus berjalan dan tidak menghiraukan debat sengit itu. Namun hati memintanya untuk mengintip sebentar, lagi pula umi tidak melihat.

"Sebentar aja gak ngaruhh wir," ucapnya mulai mengintip.

Pintu kamar Sabira tidak tertutup sempurna, memudahkan Shanum mengintip dari luar. Pada saat Shanum mengintip, terjadi adegan Sabira sedang berada diatas Bilal. Shanum langsung menutup matanya, padahal Sabira terpeleset dan jatuh bersama Bilal yang gagal menangkapnya.

"Astagfirallah," ucap Shanum menutup matanya dengan tumpukan gordeng.

Beberapa detik Shanum menutup matanya di depan pintu kamar Sabira, tiba-tiba pintu kamarnya tertiup angin dan memperlihatkan Shanum dbalik tumpukan gordeng.

"Ihhhh kamu tu yaaa, cari kesempatan dalam kesempitan!" omel Sabira menjauhkan dirinya dari Bilal.

Bilal memberikan kode mata pada Sabira untuk menyadarkan Shanum, Sabira memberikan tatapan jengkel tapi tetap berjalan mendekati Shanum.

"Shanum," panggil Sabira menepuk pundak Shanum.

"Ampun umi, iya ini Shanum bawa ke belakang gordengnya. Permisi," ucap Shanum.

"Dek, ini mbak," ucap Sabira.

Shanum menurunkan tumpukan gordengnya untuk melihat Sabira dihadapannya.

"Huft... aku kira umi, astagfirallah..." Shanum ingat sesuatu yang terjadi beberapa saat tadi.

"Mbak, aku gak sengaja lewat. Beneran deh, tapi aku liat bentar kok gak lama. Jangan marah ya, lagian siapa suruh mau mesra-mesraan pintu gak ditutup. Jadi mataku ternodai kan!"

"Apaan sih kamu, itu cuma-"

"Gak papa mbak, gak usah dijelasin. Aku udah gede udah ngerti," ucap Shanum.

"Shanum, kok masih disitu. Kapan selesainya," omel umi.

"Iya umi, ini Shanum ke belakang dulu. Lanjutin aja mbak biar aku cepet dapet ponakan, dadah.."

"Shanum!!!"

****

Umi menyambut kedatangan ayah dan bunda untuk menjemput pasutri baru, tak lama Shanum juga datang menyambut mereka.

"Maaf ya terlambat, jalanan macet sekali," ucap bunda menyalami besannya.

"Gak papa, namanya juga mau lebaran. Banyak yang mudik," balas umi.

Mereka semua masuk ke dalam rumah, suasana rumah sudah hening. Tidak ada lagi perdebatan sengit dikamar Sabira, Shanum memanggil Sabira dan Bilal agar cepat keluar dari kamarnya dan menemui ayah serta bunda.

"Gimana keadaan abi Jafar?" tanya ayah.

"Alhamdulillah keadaannya sudah semakin stabil, hanya saja masih tertidur. Mohon doanya ya ayah, bunda. Semoga abi bisa cepat pulih," jawab umi.

"Amin, semoga abi Jafar bisa cepat siuman dan kembali sehat. Supaya kita bisa gendong cucu bareng," ucap bunda.

Cucu? Rasanya telinga Sabira harus memakai penutup agar tidak mendengar sebutan itu lagi, mendengarnya saja sudah ngilu ditelinganya.

"Asalamu'alakum, ayah bunda," sapa Bilal mencium kedua orang tuanya.

Diikuti Sabira yang ikut menyalimi mertuanya juga, senyum terpaksa terpancar dibibit mungil Sabira. Kesal rasanya harus terpaksa seperti itu, dia sangat malas membuat drama ini terus menerus.

"Kita berangkat sekarang aja ya, nanti kemalaman dijalan. Kasian keluarga besar sudah menunggu kedatangan mentu baru," ucap bunda.

"Asalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Seseorang yang tak asing masuk ke dalam rumah Sabira, rasanya Sabira mengenal orag itu tapi dia sedikit lupa.

"Nah perkenalkan, ini abangnya Bilal namanya Azando Yusri Shaka. Dia baru pulang dari luar kota makanya waktu akad gak ikut, tapi dia maksa buat ikut jemput adik iparnya sekarang. Bunda yakin Sabira pasti kenal sama abang Azan," ucap bunda mengenalnya Azan.

Tentu saja Sabira ingat, Azan adalah salah satu dosen dikampusnya. Lebih tepatnya dosen terbang, dan selalu berpindah-pindah makanya Sabira sulit mengingat namanya.

"Salam kenal semuanya," ucap Azan ramah.

"Selamat ya adikku, akhirnya saya dilangkahi. Tapi gak papa asal kamu bahagia kita semua juga bahagia," lanjutnya memberikan salam persaudaraan.

"Ya sudah, kita berangkat sekarang aja ya. Kita pamit ya umi, kabarin kalau ada perkembangan dari abi Jafar. Kita ketemu lagi lebaran kedua nanti ya," pamit bunda pada umi.

"Saya titip Sabira ya, tolong maklumi jika dia berbuat salah. Anggap dia seperti putri kalian," ucap umi membuat Sabira bersedih.

"Tenang aja, Sabira sudah kita anggap sebagai putri kandung kami. Jadi umi jangan khawatir," balas bunda.

Ayah dan Azan keluar terlebih dahulu membawakan koper Bilal dan juga Sabira, diikuti bunda yang keluar setelah berpamitan.

"Bilal, umi titip permatanya abi ya. Jaga dia, jika salah tolong maafkan jangan dimarahin. Kalau dimarahin dia semakin ngelunjak," ucap umi.

"Bilal janji umi, Bilal akan jaga Sabira. Seperti abi dan umi menjaganya selama ini," balas Bilal.

Sabira memeluk umi Najma, tangisnya memecah. Mau menolak bagaimanapun sudah tidak bisa, mau tak mau Sabira ikut bersama keluarga Bilal.

Umi melepas pelukan Sabira, dilapnya air mata Sabira dengan hijabnya.

"Udah ah, gak boleh cengeng. Ingat pesan umi, patuh pada suamimu. Jangan nakal, anggap mertuamu itu seperti abi dan umi. Ya sayang," ucap umi.

"Umi tenang aja, Sabira aman kok sama Bilal. Umi nanti mau dibawain oleh-oleh cucu gak?"

*****

SEKIAN TERIMAGAJIIIIHHHHHH

ARWA'UL QULUB QOLBUK (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang