bab 41

1.6K 26 3
                                    

" selamat malam nona " seseorang masuk ke dalam kamarnya dengan mendorong sebuah troli.

" Malam Nadine " gadis itu tersenyum tipis menyambut kedatangan wanita paruh baya itu.

" Makan malamnya nona "

" Iya terimakasih , tuan Louis mana ya Nadine ? Kok dari tadi sore nggak keliatan"

Nadine tersenyum tipis , sebenarnya nya Anin terganggu dengan arti senyuman itu ,tapi ia lebih memilih untuk mengabaikan nya.

Ia benar-benar penasaran kemana perginya pria psikopat itu setelah mereka bercumbu mesra di kamarnya tadi siang.

" Tuan sedang keluar nona "

" Kemana ?" Nadine menggelengkan kepalanya.

"Tidak tau nona , tuan Louis tidak bicara banyak pada ku ketika ia pergi tadi "

Anin mendengus kesal , entah kenapa ia seperti cacing kepanasan saat mendengar Louis sedang pergi , ia seakan tidak rela kehilangan waktu bersama Louis karena besok pria itu akan berangkat ke Prancis.

" Nona anda tidak apa-apa? " Anin menggelengkan kepalanya.

" Biasanya jam berapa tuan Louis pulang Nadine ?"

" Saya tidak tau nona , apakah nona sudah menelpon nya ?"

Anin menggelengkan kepalanya, sebenarnya bisa saja ia menelpon sendiri dan menanyakan langsung pada Louis ,tapi sepertinya itu tidak akan mungkin ia lakukan , karena taruhannya adalah harga dirinya.

" Saya tidak punya nomornya Nadine " Nadine mengerutkan keningnya.

" Kalau nona mau saya bisa memberitahu nomor tuan Louis pada nona "

Anin kembali menggelengkan kepalanya.

" Tidak usahlah Nadine "

Nadine kembali tersenyum tipis .

" Baiklah kalau begitu , saya permisi dulu nona nanti saya akan kembali lagi "

Anin menganggukkan kepalanya, sepeninggalan Nadine ia menggapai air putih lalu menenggaknya perlahan.

Ada yang salah dengan dirinya, kenapa ia begitu gelisah saat pria itu jauh dari nya ,apakah karena ia sudah mengira kalau Louis adalah kakak tampan yang di tunggunya selama ini ,kenapa ia begitu terburu-buru menganggap pria itu kakak tampannya,atau mungkin apa karena ia sudah terbiasa dengan kehadiran pria itu

Anin menghela napasnya pelan , lalu menatap makanan di atas troli tanpa selera .

Harusnya ia lebih bisa mengontrol perasaan nya pada pria itu sampai Louis bisa membuktikan ucapannya.

Tapi kurang bukti apa lagi ? Pertemuan mereka dulu begitu singkat,tak ada kenangan apapun yang di tinggalkan pria itu selain kebersamaan mereka.

Dan Louis , pria itu tau tentang hal-hal kecil yang pernah ia dan kakak tampannya lalui ,yang bahkan sang bunda tak mengetahui nya.

Bukankah itu sudah cukup menjadi bukti ? Apa perlu ia mengetes pria itu untuk lebih meyakinkan dirinya ? Seperti nya itu sangat diperlukan.

Anin menyeringai saat terlintas sebuah ide konyol di dalam otaknya.

Sedangkan di lain tempat , di sebuah bangunan terbengkalai yang ada di tengah hutan ,Louis tengah memainkan pisaunya.

Di depannya ada beberapa pria yang tengah menatapnya penuh ketakutan.

" Sebenarnya siapa kau ?kenapa kamu menyekap kami ? " Salah satu pria bertubuh kekar itu bertanya dengan ekspresi ketakutan.

" Bagaimana bisa ,bajingan seperti kalian masih bisa menghirup udara dengan bebas sedangkan mental seseorang tengah terombang-ambing karena perbuatan kalian "

Mafia Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang