BAB TIGA

10.8K 1.1K 50
                                    

“Lahirkan anakku, baru setelah itu kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau.”

Jemima mengatakan itu dengan ringan, napasnya berembus tenang dan tidak ada perubahan apa pun dari matanya yang legam. Vale berusaha mencari kesalahan dari kalimat yang ia dengar, tapi pria itu mengulanginya lagi.

“Seorang anak laki-laki, akan lebih baik.”

Apakah dia baru saja mendikte Vale untuk memastikan dia melahirkan anak laki-laki yang penentuan kromosomnya adalah kehendak Tuhan?

Lebih dari itu, “Kamu berniat membunuhku, ya?”

Jemima begitu terkejut ketika mendengar respon Vale atas permintaannya. “Apa aku terlihat akan membiarkan anakku tumbuh tanpa ibu?”

Vale menggeram, matanya menatap ke ujung ruangan tempat Nathan duduk dengan secangkir kopi untuk menyamarkan keberadaan. Pria dengan mata sayu itu menatap Vale dengan kerutan yang membuatnya tampak lebih tua sepuluh tahun, sementara tangannya menyentuh arloji yang memeluk pergelangan tangan kiri. Hah, ini bisa saja berlangsung cepat jika saja pria ini tidak langsung mendakwanya dengan hukuman mati.

“Anggap saja aku setuju.” Vale memutar bola matanya tak acuh.

“Yang aku perlukan hanya ya, atau tidak,” Jemima mengerling, jemarinya menyentuh ujung jemari Vale dan membuat gadis itu tersentak. “What say you?

Sebagai catatan, Vale buru-buru menarik tangannya dengan alis mencuat kesal. Dia mendengkus sebelum menghela napas, melepas geram yang membumbung di dada.

“Hanya satu anak.”

“Kecuali dia lahir kembar, tentu saja hanya satu.”

“Sekarang apa aku sudah boleh mengatakan keinginanku?”

Jemima menampilkan gesture tangan mempersilakan. Senyumnya mengembang begitu cantik sampai Vale bisa saja melupakan keinginannya untuk menjadi janda kaya raya dan hidup dengan kecantikan itu selamanya. Vale lemah pada yang cantik-cantik. Lebih baik lagi jika kecantikan itu juga dibalut dengan sesuatu yang tampak rapuh dan menyedihkan. Itu sebabnya dia memilih Nathan.

I have a proposal, and the draft of our prenuptial agreement,” Sebelah alis Jemima terangkat ketika Vale menyerahkan tablet pada pria itu.
“Kamu bisa membacanya, asistenku akan mengirim salinannya jika kamu mau.”

Selama beberapa saat Jemima tidak mengatakan apapun. Matanya tertuju pada kalimat-kalimat yang digubah Vale untuknya. Sesekali ujung bibirnya tertarik, di saat yang lain alisnya mengernyit.

Namun, Vale tidak sabar menunggu pria itu selesai membaca. “In term of effectiveness, I simply need money, so otherwise you want me to be nothing but obedient, pay me.”

Secara mengejutkan Jemima tidak menemukan kebohongan dari kalimat itu. Ucapan Vale lugas, dan begitu naif untuk seorang anak orang nomor satu—terlalu telanjang bagi seorang Ranju. Ketika bermain catur, kamu akan menyembunyikan emosi dengan alami agar pergerakanmu tidak dibaca lawan. Namun Vale dengan kesadaran penuh menunjukkan seluruh bidak yang dia punya, dan seolah belum cukup gadis berambut ikal itu juga menjelaskan dengan saksama bagian mana yang akan bergerak.

Jika ada aspek yang begitu Jemima banggakan atas dirinya, waspada adalah salah satunya. Terlepas dari niat gadis ini yang sebenarnya, tidak bijak membiarkan sesuatu lepas kendali tanpa aba-aba. Terutama ketika Jemima sadar mau sekosong apapun isi kepala gadis bernama Avalei itu, dia tetaplah Ranju.

Begitu saja, helaan napas terlepas dari Jemima yang menggeleng tak percaya. “Aku akan menganggap kalimat barusan dan sebagian isi perjanjian pra-nikah ini tidak pernah ada.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang