BAB LIMA PULUH EMPAT

6.6K 766 89
                                    

“Ibu,” Rahayu menoleh saat Avalei dengan lirih memanggilnya. “Apa sangat sakit?”

“...”

“Melahirkan, apa sangat sakit?”

Sejak kecil, Rahayu tidak pernah menaruh perhatian khusus pada putrinya. Avalei tumbuh dengan cepat tanpa keluhan, dan ketika Rahayu menyadarinya, Avalei sudah terlalu asing untuk dia gapai.

Maka tatkala sang putri yang baru saja kehilangan bayinya bertanya seperti itu, Rahayu terlalu terkejut hingga yang dia lakukan hanya mengangguk tergugu.

Lalu hening. Semilir angin dari jendela yang terbuka menggelitik di bawah telinga.

Vale mengulas senyum. Dia menerima jawaban sang ibu dengan anggukan kecil, matanya lantas menatap langit-langit dengan ekspresi lembut. “Sepertinya bayiku nggak ingin ibunya merasakan rasa sakit itu, makanya dia pergi duluan.”

Percakapan dengan sang putri terputar seperti cuplikan film di kepala Rahayu. Dia tengah makan kudapan bersama sang suami yang saat ini asyik membaca koran tanpa bisa menelan apa pun.

“Mas,” ragu-ragu Rahayu mengait atensi sang suami. “Apa sebaiknya ... Vale dirawat di rumah kita saja sampai dia pulih?”

Meski mengetahui jawaban Jayasena, Rahayu masih tetap memberanikan diri untuk bertanya. Kali ini mungkin jawabannya akan berbeda. Mungkin—

“Dia sudah punya suami dan keluarga, kita nggak bisa ikut campur, Rahayu.” Jayasena menjawab tak acuh, matanya masih sibuk membaca berita terbaru tentang turunnya saham SG Mining.

“Tapi, Mas, saya pikir Vale pasti akan lebih baik jika kita yang merawat—”

“Rahayu cukup,” tukas Jayasena tegas. Pria itu menatap istrinya dengan alis menukik. “Keguguran di awal masa kehamilan itu wajar. Apalagi di kehamilan pertama. Jadi ndak usah dibesar-besarkan sampai mau membawa Vale pulang.”

Tersentak, Rahayu mengatupkan mulutnya dengan mata bergetar.

“Dia itu sudah dewasa, sudah berkeluarga. Dukungan moral saja untuk dia sudah cukup, jangan membuat masalah semakin rumit dengan memboyong Vale pulang.” Ultimatum Jayasena jelas, tapi Rahayu tidak pernah siap mendengarnya sendiri. “Saat ini fokus utama kita adalah menjaga hubungan baik dengan Sastranegara. Unnecessary things seperti ini semestinya nggak perlu dibahas.”

“Bagaimana jika ... Vale yang menginginkannya?”

Ekspresi Jayasena menjadi lebih keras saat mendengar itu. Dia sungguh terusik.

“Apa maksudnya itu?”

Rahayu menggenggam erat tangannya, mencoba menatap sang suami. “Jika Vale yang ingin pergi dari mereka, apa Mas masih akan tetap memaksa?”

“Vale adalah putri saya, Rahayu. Dia melakukan sesuai yang saya inginkan,” ujar Jayasena. “Sejak awal memang sudah seharusnya Vale tidak dibiarkan terlalu terpapar dengan paham ngawur sampai melupakan kodratnya sebagai perempuan. Jadi bilang ke putrimu untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan. Buat dia paham bahwa sebagai putri keluarga ini, sudah menjadi tugasnya untuk berkorban.”

“Lo yakin nggak papa, Val?” Kanaya bertanya hati-hati pada Vale yang kini membuka lembaran dokumen berisi laporan keuangan dan transaksi Yayasan Rumah Kasih Ibu beserta hasil pemeriksaan silang dari Kale.

Vale ingat memberikan catatan pada transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh Madea dan tengah sibuk mempersiapkan bukti-bukti itu setelah membaca berita mengenai turunnya saham SG Mining. Dia yakin sesuatu akan terjadi dan dia harus bersiap.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang