BAB TIGA PULUH SATU

6.4K 694 33
                                    

17 Agustus, Istana Negara

Vale mengambil napas sebanyak yang ia bisa sebelum menerima uluran tangan Jemima. Nathan dan Serayu telah menunggu di luar mobil, berkoordinasi dengan pasukan pengawalan untuk kedatangan sang putri presiden.

“Kamu akan semakin cantik jika tersenyum lebih lepas, istriku,” goda Jemima. Vale meredam suaranya di dalam kerongkongan demi menampilkan wajah pengantin baru yang bahagia. Tidak mengatakan apapun sambil berjalan beriringan dengan sang suami.

Untuk sesaat Vale mendadak terkesiap seolah dia telah lama meninggalkan istana ini. Bangunan berpilar megah itu tampak agung dengan warna putih bercampur dengan rangkaian bunga mawar merah. Beberapa kali Jemima dan Vale perlu berhenti untuk menyapa kenalan. Di antara mereka Theodore Tadjanendra terlihat bercengkrama dengan seorang wanita muda yang memiliki senyum begitu menawan. Jika Vale tidak salah ingat, dia adalah Cavali Alexandra, putri bungsu Haksa Madya Tanjungan—Ketua DPR saat ini sekaligus sahabat dekat Presiden Jayasena sejak menjabat sebagai walikota Surabaya.

Theodore menangkap kehadiran mereka dan terlihat berpamitan pada perempuan itu, lalu berjalan ke arah Jemima dan Vale.

“Ini dia pengantin baru kita,” seru Theodore dengan senyum mengembang sempurna. Dia melirik sekeliling yang sontak memberi atensi, wajah mereka secara kumulatif terlihat kagum dengan betapa serasinya pasangan yang sedang hangat-hangatnya itu.

Jemima berterima kasih, mengulas senyum yang Vale artikan sebagai tutup-mulutmu-bajingan. Dan karena itu, Vale mengulum tawa menimpali kedipan Theodore yang diarahkan padanya.

“Kamu terlihat sangat tampan,” puji Vale. Di antara giginya, perempuan itu sebenarnya menyimpan taring saat mengingat apa yang dilakukan orang-orang Theodore untuk mengganggu Kale. “Apa kamu datang sebagai perwakilan keluarga?”

Theodore menggeleng. “Bukan aku,” katanya, dia lalu mengedik pada seorang perempuan yang terlihat begitu anggun tengah berbicara dengan Lembah Bisra dan Haksa Madya. Vale perlu mengedipkan matanya untuk memastikan, dan dia nyaris menganga menatap sosok itu.

Apa kamu pernah mendengar tentang malaikat? Jika belum, maka Vale dapat mengatakan perempuan itu adalah wujud yang paling mendekati. Rambutnya yang putih keperakan disanggul dengan hiasan rambut berwarna emas, kulitnya terlihat bersinar begitu bertemu dengan kebaya janggan berwarna hitam. Ikal rambutnya dibiarkan berayun di samping mata, membingkai wajah suci dengan bola mata segelap arang.

Vale pernah mendengar rumor mengenai ular putih Tadjanendra— pemimpin wanita pertama dalam sejarah sembilan keluarga yang dikenal tegas dan keras. Dari informasi yang beredar dia lahir dengan kondisi vitiligo unik di mana seluruh rambutnya tidak memiliki pigmen warna. Tapi Vale tidak menyangka bahwa rumor itu berwujud ... surga.

“Kakakku butuh seseorang untuk disuruh-suruh,” Theodore menggembungkan pipi. “Dan siapa lagi yang bisa ditindas anak sulung jika bukan bungsu yang malang seperti aku ini?”

Jemima sudah mengepalkan tangannya, menahan diri dari menghantam wajah menjijikan Theodore yang sok imut itu. Tak sabar, akhirnya dia memotong cepat. “Kalau begitu kenapa kamu masih di sini? Bukankah kamu harus siap sedia di samping Miranda?”

Alih-alih membalas ucapan pedas Jemima, Theodore justru beralih pada Avalei dan mencondongkan wajah hingga si gadis terkesiap. “Your husband must be fun at the party,” sindirnya. Vale tertawa canggung sambil melirik Jemima yang memberengut. “But guess he's right,” ucap Theodore sambil melirik sang kakak yang tengah menatap ke arahnya, “Her Majesty is staring at my soul at this moment so I better be going.”

Begitu saja dan Theodore cepat-cepat berlari kecil menuju sang ular putih.

Jemima melepas napas, terlihat cukup lega.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang