BAB TUJUH BELAS

7.3K 711 32
                                    

“Apa dia baik-baik saja dengan pernikahan kita?”

Jemima berharap dia bisa mengatakan pada Vale bahwa, “Tidak, Danny menangis ketika tahu aku akan menikah dan memohon agar aku membatalkannya.” Sayangnya Danielle adalah angin yang bebas di atas samudera.  Angin yang tidak akan pernah sanggup Jemima tahan untuk berada terus bersamanya.

Demikianlah suara Jemima menjadi tercekat, raut wajahnya yang semula jenaka melebur dalam hela napas yang berembus pelan.

Di sisi lain, Vale terlihat khawatir meski wajahnya tidak terlalu menunjukkan ekspresi apapun. Perempuan itu sepertinya kelelahan terutama karena hawa di Istana Negara yang entah kenapa membuatnya kehilangan seluruh energi dan cahaya hidup. Jemima menyadari perubahan itu ketika mereka akhirnya kembali ke rumah. Sang suami menggeleng kecil.

“Aku tidak tahu,” katanya, berusaha membohongi dirinya sendiri. Ia lantas berdiri untuk melepas pakaian, mengambil waktu untuk menatap pantulan dirinya dan Vale yang berhadapan di balik cermin. “Yang aku tahu, we have duty to be done.”

Vale sedikit berjengit ketika Jemima menyentuhnya, tapi dengan cepat mengerti maksud sang suami. “I'm not ready ... yet.”

Mendengar itu, Jemima menemukan kembali seringai di wajahnya. Ia mendekatkan diri pada Vale dengan mengikis jarak, lalu memutar tubuh sang istri untuk menghadap kaca. Sementara Vale sibuk beradaptasi dengan perilaku sang suami yang tiba-tiba, Jemima diam-diam sudah melingkari pinggang Vale dari belakang.

“Untuk menjadi siap, you have to do something,” bisik Jemima. Vale mulai merasakan telinganya memanas. “We have to practice.”

Vale menggigit bibir bawahnya, mencari-cari celah untuk dia bisa keluar dari situasi ini. Tapi di saat yang sama mata Jemima yang memancarkan dominasi kuat mau tak mau membuat Vale merasa kecil. Dan itu hal yang paling tidak perempuan itu sukai. Sehingga, Vale dengan susah payah menjaga ketenangan dan turut mengulas seringai tipis. “Apa kamu takut melewatkan masa subur sampai terburu-buru begini?”

Speak of the devil, Vale benar-benar membuat Jemima tertawa. Pria itu semakin mengeratkan pelukan dan membuat Vale dapat merasakan napasnya yang hangat ketika ia meletakkan kepala di ceruk leher Vale saat membalas, “Yes, Yes. I'm thirty and in my mother's calculation my seeds would be expired soon.”

“Hm,” gumam Vale. Perempuan itu kemudian membalik badan untuk menatap Jemima. Ia menelengkan kepala, menginspeksi sang suami dari ujung kepala sampai dada, lantas berhenti di atas pusar dan menyentuh di sana dengan jemarinya yang kecil. Vale kemudian berkata, “Kalau kamu kuda laut, setelah ini bayi-bayi akan tumbuh di sini.”

DEMI TUHAN!
Jemima berakhir tertawa lebih keras hingga air mata keluar di ujung matanya. Sementara itu, Vale menatapnya bingung karena dia tidak bermaksud bercanda.

Is that funny to you?” tanyanya tak percaya. “Everyone demands me to bear your children, as if they could come as fast as some food delivery, and here you're laughing,” ketus Vale memberengut.

Then may I order my child, now?” sahut Jemima bercanda. Tapi Vale jadi semakin kesal.

“Jangan bercanda, Jemima.” Vale benar-benar serius ketika mengatakannya. Cukup untuk membuat Jemima meneguk saliva dengan susah payah. “You will never understand how scary pregnancy will do to a woman. Unless you're a seahorse daddy,  you better not use that kind of joke on me.”

Sebenarnya, jika saja situasinya berbeda Jemima pasti sudah tertawa habis-habisan. Pemilihan kata Vale selalu tidak terduga dan terlalu ajaib untuk manusia normal pada umumnya. How could she say “seahorse daddy” with such a serious face? She's definitely unhinged.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang