BAB ENAM PULUH SATU

6.8K 877 127
                                    

Lagi-lagi, Jemima hanya menemukan ruangan lengang yang telah lama ditinggalkan. Persidangan pembuktian hari ini benar-benar membuatnya lelah karena harus terus-menerus mengulangi hal yang sama hanya untuk memuaskan Rindang Hastama.

“Saudara saksi, benar Anda memiliki lima lukisan Haveen Cato?”

“Ya benar.”

“Lalu, apa yang menjadi alasan Anda meyakini kelima lukisan tersebut asli dan benar-benar karya milik Haveen Cato?”

“Saya memiliki kurator yang memeriksa keaslian lukisan dan telah mengikuti Haveen Cato sejak karya pertamanya. Keaslian Haveen Cato dibuktikan oleh pertunjukan yang beliau tampilkan dalam karyanya, tidak ada yang meragukan itu sama sekali.”

“Bisa saya simpulkan, Anda menilai keaslian karya Haveen Cato dari cara presentasi karya dan kedekatan emosional yang bersifat subjektif. Lalu, apakah artinya Anda pada awalnya juga meyakini Haveen Cato Ketujuh sebagai karya asli sampai memutuskan untuk membelinya?”

Jemima ingat dirinya nyaris tergelak saat ia mengangguk.
“Karena pengaruh dari Pak Rasyidin Ali, serta kurator Mahesa Birawa, ya awalnya saya percaya.”

Rindang Hastama mencecar Jemima seolah pria itu bisa ditelannya di depan hakim. Namun Jemima tak gentar, matanya yang legam dengan cerdik melirik ke arah kursi terdakwa dan melanjutkan. “Siapa pun di negara ini tahu anonimitas Haveen Cato adalah bagian dari nilai karya yang dia miliki, jika saya sebagai kolektor diberi tahu oleh orang-orang galeri yang selama bertahun-tahun dipercaya menyelenggarakan lelang karya Haveen Cato bahwa sang maestro akan melahirkan karya baru, mustahil saya akan melewatkannya.”

Damian dari kursi pengunjung melirik arloji, persidangan hari ini terasa begitu lama.

“Sejak awal Heavenly Art Gallery menawarkan eksklusivitas Haveen Cato, dan selama bertahun-tahun pula kami sudah berkerjasama. Maka wajar jika saya sebagai kolektor langganan di galeri tersebut menaruh percaya. Sayang sekali, kepercayaan saya dimanfaatkan untuk niat jahat seperti ini.”

Jemima kemudian mengalihkan mata pada hakim, dan berkata. “Sampai sekarang saya masih tidak percaya telah diperdaya dengan lukisan palsu yang mengatasnamakan Haveen Cato. Tapi, Yang Mulia, saya juga bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dalam operasional Heavenly Art Gallery sampai berani menantang Haveen Cato dengan memalsukan lukisannya.”

“Saudara saksi sedang membuat asumsi yang lagi-lagi tidak relevan dalam persidangan ini!”

Rindang Hastama melakukan counter seperti yang sudah-sudah. Mungkin Damian perlu bersyukur karena Hastama alih-alih mengirimkan Gesang, mereka justru mengirim Rindang yang masih cukup hijau.

Tidak-tidak,” Jemima beralibi. “Tapi dengan jumlah transaksi luar biasa dan besarnya nama Haveen Cato, mustahil jika pimpinan galeri tidak menyadarinya. Saya sendiri memiliki galeri, saya tahu bagaimana menjalankan sebuah galeri. Penjelasan paling mungkin bagaimana ketiga terdakwa dapat menjalankan aksinya adalah ruang gerak dan lemahnya pengawasan. Bukankah begitu?”

Tapi tentu saja, pada akhirnya Rasyidin Ali mengelak dan mengatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan penipuan dan penjelasan munculnya nama Armani Shahbaz sebagai kolektor pertama karena Armani adalah dealer yang menghubungkan galeri dengan Haveen Cato. Yang mana, tetap saja tidak masuk akal.

Rindang Hastama kemudian memberi balasan dengan mengatakan bahwa Armani Shahbaz memang telah meninggal, tapi bukan berarti ahli warisnya tidak dapat melakukan sesuatu pada lukisan yang dia miliki. Pengacara dari Hastama itu juga mengatakan bahwa kepemilikan awal Haveen Cato Ketujuh tidak dapat menjelaskan palsu atau tidaknya lukisan tersebut, karena selama Haveen Cato tidak muncul untuk melakukan klaim palsunya lukisan tersebut secara langsung, maka Haveen Cato Ketujuh tetaplah lukisan asli.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang