BAB TIGA PULUH

8.1K 709 89
                                    

Siapa saja, tolong hentikan kedua orang itu menatap satu sama lain dengan intensi membunuh.

Kale duduk dengan tegap, badannya yang nyaris menyamai Nathan terlihat mengintimidasi dengan matanya yang segelap arang. Di sisi lain, Jemima mengulas senyum yang tampak hangat namun Vale bisa merasakan gigi pria itu melekat kuat dengan kerasnya rahang.

Serayu dan Budiman berdiri bersebelahan, wajah mereka canggung sekaligus bingung. Vale yang berada di tengah sebenarnya ingin beringsut untuk membawa Kale pergi, tapi Jemima dengan tidak tahu dirinya bersikap seolah dia adalah suami—ya memang benar juga, tapi apa pria itu benar-benar berpikir dia punya hak setelah apa yang dia lakukan?

Vale menghela napas berat. “Kenalin, ini Kale. Aku mengundangnya untuk membantuku bekerja.”

Alih-alih menanggapi Vale, Jemima justru menatap Budiman dengan senyum yang tak mencapai mata . “Apa kamu tidak menyediakan cukup staf untuk istriku, Budiman?”

Do not blame him,” bela Vale menengahi.

I'm not blaming him, I'm asking, Avalei.”

Vale harusnya tahu Jemima memiliki kepala lebih keras dari batu. Ia memijat batang hidungnya, kemudian melengos kesal sembari meraih tangan Kale. Tidak ada gunanya terus-terusan menahan diri. “Ayo, gue antar pulang—”

“Sopirku ada di depan, dia bisa mengantarnya.”

Ya Tuhan. Pria ini punya masalah apa sih?

Vale menggeleng frustrasi. “Iya, Jemima. Aku hanya akan antar Kale ke depan,” ketusnya sembari menarik Kale pergi.

Jemima tidak bergerak melihat itu. Dia hanya menatap Vale dengan matanya yang dalam. Budiman berjalan ke arahnya untuk melaporkan apa yang terjadi melalui bisikan lirih yang tak terdengar Vale begitu gadis itu mencapai pintu keluar.

Di depan, Nathan cukup terkejut karena Kale terlihat kesal.

“Bisa minta sopir anterin Kale, nggak?” Nathan mengangguk tanpa bertanya. Vale melirik Kale yang terlihat ingin mengunyah kepala orang, kemudian berkata lagi. “Pastikan dia sampai di kediamannya dengan aman, kalau minta turun selain di rumahnya jangan dibolehin.”

Selain karena Vale khawatir dengan keamanannya, dia juga khawatir Kale diam-diam kembali ke galeri dengan menyusup dan benar-benar menghantam kepala Jemima.

Agak berlebihan memang, tapi melihat betapa licinnya pria itu selama ini, bukan tidak mungkin hal itu bisa terjadi.

Kale menekuk wajahnya. “That bastard has no shame,” geramnya lirih. Dia mengingat kembali cerita Kanaya tentang kehadiran pria itu di rumah sakit. “Promise me, Val. Once everything is done, leave that bastard instantly.

Vale mengangguk cepat, ujung matanya menangkap kehadiran mobil yang menjadi jemputan untuk Kale. “Iya-iya, aman. Lo pulang aja, gue urus dari sini.”

Uhm,” angguk Kale, kemudian masuk ke dalam mobil. Pria itu menatap Vale dari dalam, wajahnya yang agak berantakan karena lebam terlihat khawatir dan enggan pergi.

Vale melambai, sinyal agar sang sopir segera pergi. Lalu saat deru roda empat itu meninggalkan galeri, dia melepas napas yang ia tahan entah beberapa lama.

Punggungnya sedikit turun, senyum yang terpancar dari wajahnya redup. Vale terlihat kelelahan dan begitu membalik badan, Jemima ada di sana. Menunggunya.

“Soal semalam, aku mengerti kamu mungkin bingung dan kecewa,” Jemima berjalan mendekat. Budiman berada di belakangnya cukup jauh bersama beberapa asisten yang dibawa Jemima. Memastikan percakapan sepasang suami istri itu tak mereka dengar. “Tapi aku berharap kita tetap berlaku seperti biasa.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang