SIDE STORY TIGA

6.5K 718 55
                                    

Ketika kamu melepaskan diri dari egosentrisme dan menyadari bahwa dirimu hanyalah partikel kecil yang tidak relevan di sudut galaksi,  kamu tidak punya pilihan selain menghamba pada Tuhan—berterima kasih karena diberi hidup, dan khusus untuk Jemima ... memberinya kesempatan untuk meletakkan setengah nyawa pada sang istri dan menerima fakta dirinya telah kalah telak.

Jemima mungkin telah sepenuhnya buta, entah karena rasa bersalah atau karena Avalei terlampau cantik hari ini dengan dress bermotif bunga-bunga ungu yang membalut tubuhnya dengan elok dan sempurna. Seharusnya mereka bisa berlibur ke Venice atau Maladewa, tapi Vale bilang dia tidak bisa meninggalkan Indonesia sampai akhir bulan karena dia harus monitoring campaign kolaborasi antara Galeri Sastranegara dengan brand Riverra Rosé.

Meski begitu, bisa menghabiskan waktu berdua di rumah bersama sang istri sudah cukup untuk Jemima setelah seminggu terakhir dibuat terbang ke sana kemari oleh River.

“Apa katalog itu lebih menarik dari aku, istriku?”

Jemima meletakkan kepala di pundak Avalei yang kini memutar bola mata.

“Kalau aku jawab, nanti kamu sakit hati.”

Jemima tergelak, ia menyelipkan tangannya melingkari perut sang istri, mengambil kecupan kecil di pipi kiri Avalei kemudian berkata, “Jahat sekali. Padahal aku nggak selalu bisa pulang. Apa aku nggak boleh dapat perhatian kamu untuk hari ini saja?”

Vale sebetulnya tidak terlalu sibuk karena dia hanya perlu memeriksa desain katalog terbaru sebelum dikirimkan pada bibi River, tapi kebiasaan Jemima yang semakin needy dan manja setiap saat harus dia tegasi supaya tidak semakin menjadi-jadi. Menghela napas pasrah, Vale pada akhirnya mengangkat jemarinya dari kursor, dan membalik tubuh menghadap sang suami.

You have received enough attention, husband,” Vale berkata tenang, kendati begitu pemilihan kata yang dia gunakan membuat senyum Jemima merekah girang. “Lagian, apa kamu nggak sadar tingkah kamu ini menggelikan?”

“Menggelikan?” Jemima balik bertanya, tangannya yang semula berada di perut kini bergerak menyentuh bawah telinga.

Vale mengangguk. “Iya, menggelikan. Kamu manja seperti ini bikin aku merinding,” Vale mengernyitkan senyum terpaksa. “Aku jadi penasaran, Danny merasa cringe juga nggak ya—”

“Apa kita harus membawa nama dia ketika sedang berdua?” Jemima memotong lebih dulu, dan meski nada bicaranya masih lembut tapi raut wajahnya menunjukkan bahwa pria itu sedang terusik.

“Kenapa?” Vale bertanya bingung. “Apa yang salah dengan Danny? Sebelumnya kamu sering bawa-bawa nama dia waktu ngomong sama aku. Kenapa sekarang aku nggak boleh?”

Ah benar.
Jemima, kamu benar-benar bajingan. Pria itu menelan pahit dalam wajahnya yang sendu, kemudian menunduk hingga dahinya bersentuhan dengan sang istri yang menatap lugu.

How much pain did I cause you, istriku?” desahnya penuh sesal. “I did you so wrong all this time, I'm sorry.”

Uhm?” Vale nyatanya tidak terlalu mengingat bagaimana perasaannya di masa lalu ketika berhadapan dengan Jemima. Di kepalanya yang sederhana, mengeliminasi perasaan-perasaan tidak relevan adalah bagian dari pertahanan diri. “Kamu memang banyak melakukan hal bodoh sih dulu, sampai sekarang juga masih. Tapi, karena mengingat Danny aku jadi penasaran apa kamu sudah mengembalikan jam tangannya?”

Jemima nyaris lupa dengan detail itu. “Kamu tahu—bukan maksudnya aku ngeles, tapi setelah pulang dari rumah sakit aku cuma berpikir soal kamu dan akhirnya lupa—meski begitu kamu nggak perlu khawatir karena aku sudah nggak pakai jam tangan itu lagi dan aku pasti akan mengembalikannya secepatnya.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang