BAB DUA PULUH DELAPAN

6.4K 722 116
                                    

“Selamat pagi, Danny Wang.”

Kedatangan perempuan itu di tempatnya adalah domino yang sudah Danielle duga. Avalei tampak cantik dengan rambut yang digelung rendah, anak-anak rambutnya yang ikal membingkai wajah perempuan itu dengan manis dan elegan. Dia mengenakan gaun maxi berbahan satin warna cokelat dengan potongan yang menonjolkan lekuk tubuh secara sopan. Danielle dapat melihat perancang busana itu mengambil waktu lebih untuk menciptakan karya yang Vale kenakan, hal itu tampak mencolok dari bagian dada yang cukup rendah namun tidak berlebihan. Dalam satu kali lihat, Danielle tahu gaun itu berasal dari Loro Piana. Vale tersenyum lembut padanya sambil mengangguk sopan sebagai ganti sapaan, kedua tangannya sibuk membawa tas coklat kusam yang selalu dia bawa ke mana-mana. Melihat itu membuat Danielle mengulurkan tangan membantu.

Danielle lantas meletakkan tas yang tampak begitu kewalahan menampung barang pemiliknya di atas meja, dan itu cukup mengingatkan Danielle siapa Avalei Auman Ranju. Karena saat diperhatikan baik-baik, tas kusam itu adalah koleksi terbatas rancangan Jean Paul Gaultier—Hermes Birkin Shadow yang pertama kali dikenalkan tahun 2009.

“Terima kasih,” ucap Vale tulus. Perempuan itu menyatukan tangan dalam genggaman, menunjukkan etika kesopanan. “Maaf karena aku datang tiba-tiba, tapi aku membutuhkan bantuan kamu.”

Danielle mengangguk canggung. Dia mengirim sinyal pada Amelia untuk menyiapkan jamuan.

“Ah iya tidak masalah, Kak Avalei—”

“Vale saja,” potong Vale dengan masih menampilkan senyum. “Aku lebih muda dari kamu, dan juga kamu kan teman suamiku.”

“Baik ...” sesaat Danielle tercekat, ia kemudian melanjutkan dengan ragu, “... Vale. Apa ada yang bisa saya bantu?”

Vale mengulas senyum, matanya memancarkan kehangatan yang beriringan dengan sesal saat perempuan itu berkata, “Sebenarnya istana sudah menyiapkan dress code bagi kami untuk upacara kemerdekaan nanti, tapi karena beberapa hal aku berpikir untuk mengganti gaunku.”

Danielle masih mendengarkan.

“Aku tahu waktunya sangat terbatas, tapi jika kamu memiliki koleksi yang bisa aku gunakan besok, aku sangat berterimakasih.”

Tidak ada kebencian. Cara Vale berbicara padanya begitu lembut dan ramah, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Danielle meneguk ludah sampai akhirnya Amelia datang dengan buffet camilan manis dan pilihan teh bunga. Tanpa menunggu, perempuan itu segera mengalihkan perhatian. “Saya akan memeriksa beberapa koleksi yang cocok, sebelum itu apa Anda ingin teh? Kami memiliki chrysanthemum,  butterfly pea, dan camomile. Atau Anda menginginkan yang lain?”

Vale menggeleng. “I'm not into tea,” tolaknya ramah. “Tapi terima kasih sudah menyiapkannya. I'll just take the macaron.”

Ya Tuhan, Danielle sepertinya ingin muntah lagi. Dia dengan canggung mengulas senyum sembari mengangguk. Kemudian dalam langkahnya yang tergesa segera mengambil tablet dan memeriksa gaun-gaun rancangannya untuk acara formal seperti yang diinginkan Vale.

Matanya tertuju pada rancangan, alibi untuk menghindari bertatap langsung dengan Vale. “Saya mendengar tema tahun ini menonjolkan budaya ketimuran dan semangat garuda, saya memiliki beberapa koleksi yang cocok untuk tema itu, apa Anda mau melihatnya?”

“Tentu.”

Amelia bersama staf lain segera membawa beberapa koleksi yang ditunjuk Danielle. Vale menunggu dengan sabar sembari melihat-lihat isi studio. Dominasi warna ivory dan perabotan yang bernuansa lautan terasa sensual sekaligus lapang. Beberapa hiasan patung dan guci antik begitu lincah memanjakan mata. Sebuah cermin besar berdiri di dekat meja kerja, Vale memandangi dirinya dari sana.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang