BAB ENAM PULUH DUA

6.1K 775 89
                                    

Leave your comments so I can see your reaction!
I really love to read each of your comments because it makes my day🌷

©Jahterra 2024

Seperti menyadari keberadaan serpihan kaca yang menancap di seluruh tubuhnya, Avalei pada akhirnya merasakan seluruh rasa sakit itu yang selama ini terlalu rumit untuk dia pahami.

Bayi-bayinya yang tak akan pernah bisa dia kenal, masa depannya yang berada di atas lapisan es, dan Jemima sang ranting berduri yang menjadi pegangan terakhir Vale dari jatuh ke dalam jurang dan mati sendirian.

“Aku benci kamu,” Vale terisak dalam pelukan Jemima. Pria itu membawa tubuh Vale yang menangis dalam gendongan dan berjalan menuju kabin yang berada tak jauh dari istal. “Aku benci menangis di depan kamu.”

Budiman dari arah mobil berlari dengan payung hitam sambil mengulurkan coat bulu tebal—membantu menyelimuti Vale yang menyembunyikan wajah di dada sang suami. Rintik hujan perlahan menggusur sinar matahari yang sempat menyapa, dan begitu saja Jemima memberi sinyal pada Budiman untuk meninggalkan mereka di kabin berdua.

“Beri tahu rumah untuk menyiapkan keperluan kami di sini,” titah Jemima pada Budiman yang langsung mengangguk sigap.

Dalam matanya yang sayu, Budiman melirik ke arah Vale sejenak dengan berbagai pertimbangan. Selama ini, direktur Galeri Sastranegara itu telah berkomunikasi dengannya untuk mempersiapkan exhibition terutama debut seorang pelukis junior bernama Liliana Shahbaz.

“... hubungi Rengganis Shahbaz dengan kontrak yang sudah saya attached di email, dan terkait beasiswa untuk Lily Shahbaz sudah saya beri approval. Untuk proposal campaign exhibition saya mau color palette nya diubah dengan subtle color to harmonize the venue, akan lebih baik jika background dibuat dengan warna hitam dengan lighting khusus to highlight the Rozentine ...”

Dan setiap kali memberi instruksi, Budiman yakin suara perempuan yang jauh lebih muda darinya itu terdengar terlalu tenang untuk seseorang yang sedang kabur dari suaminya. Meski dilanda keterkejutan atas kontras yang ia lihat saat ini, Budiman tetap bergegas memberi instruksi kepada sopir untuk segera pergi dan menghubungi staf yang berada di rumah peternakan tentang kedatangan Jemima.

Vale masih terisak, dan kalimat penuh amarah itu terus terurai dari bibirnya yang kecil. Jemima sesekali menjawab lembut dengan berkata, “Aku tahu, aku memang pantas dibenci,” kemudian membubuhi akhir kalimat itu dengan kecupan hangat di atas puncak kepala sang istri.

You're so cruel.

I'm sorry.Satu kecupan.

And I hate you so much, idiot.

I'm an idiot.Satu kecupan.

Jemima menerima semua umpatan itu seperti dia mengambil napas. Dan setiap kali Vale mengatakan sesuatu, Jemima akan mencium puncak kepalanya, menghirup aroma manis buah yang segar kemudian seluruh lubang yang tercipta dalam kehampaan berminggu-minggu ini menjadi penuh kembali.

It was the time he realized having Avalei is his normalher presence becomes as natural as the oxygen, and her absence got Jemima suffocated.

“Lima tahun, atau sepuluh tahun, selama apa pun kamu menginginkannya, gunakan aku.” Jemima duduk di atas sofa tua yang dahulu sering digunakan Benji sehabis berkuda—Vale di pangkuannya masih tidak ingin menunjukkan wajah. “Maaf karena aku mengambil keputusan tanpa melibatkan kamu, Avalei. I'm stupid, kamu harus memarahi aku.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang