BAB ENAM PULUH

6.6K 780 53
                                    

“Bella, jangan mengganggu anak-anaknya Jennifer!”

Anak sapi itu melompat-lompat girang tatkala berhasil menerobos pagar kayu. Induknya memanggil-manggil dari kandang, tapi dia justru asyik mengejar sekawanan anak ayam yang langsung berlari tunggang langgang ke segala arah seperti bola-bola bulu. Si induk ayam—Jennifer—tampak amat murka dan berusaha menyerang balik Bella, tapi anak sapi berusia dua minggu itu justru salah mengira Jennifer tengah mengajaknya bermain.

Berkacak pinggang dengan raut wajah lelah, sepasang netra jelaga yang melihat ulah jail Bella dari samping kandang menggeleng heran. Buru-buru dia berlari sambil melambaikan tangan, mengultimatum si bontot untuk berhenti mengganggu anak-anak Jennifer, tapi dia lupa satu fakta penting.

Bahwa Bella adalah anak sapi.
Yang artinya anak sapi berbicara dengan bahasa sapi—Vale tidak bisa berbahasa sapi.

“Nak! Pelan-pelan kamu nanti jatuh!” teriak seorang perempuan dari belakang. Perempuan paruh baya yang tengah mengenakan topi jerami berwarna krem hasil rancangan pengrajin Loro Piana itu terlihat elegan dengan Connie dress berwarna merah bata. Vale menoleh sejenak untuk menyeringai lebar, tengah sibuk menahan Bella yang sudah ancang-ancang berlari lagi.

“Hehe, iya Ibu!” Vale menyahut dengan suara keras-keras, berduel dengan embusan angin dan Bella yang kini telah berhasil berkelit dan berlari lagi.

Vale menatap nanar, dan kemudian tak lagi mencoba mengejar. Sosok yang dia panggil ibu melihatnya sambil terkekeh, menyerahkan topi serupa untuk Vale kenakan.

“Kamu bilang mau mengunjungi pabrik pengolahan susu, tapi malah tinggalin Ibu buat mengejar Bella di sini,” keluhnya sembari membuat ekspresi merajuk.

Vale menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Tertawa kecil. “Habisnya Bella gangguin anak-anak Jennifer,” adu Vale sembari mengedik pada bulu-bulu benyawa yang tengah mengadu pada sang induk. “Terus tadi Bella tuh merusak pagar bawah makanya dia berhasil kabur sampai ibunya panik.”

Maharani terkekeh geli. “Ada-ada saja kamu, Nak. Lagian anak sapi kan memang suka bermain. Biarkan nanti Pak Mustafa yang urus. Mobil sudah menunggu kita.”

Vale mengangguk, dia mengibaskan tangannya dari bulu-bulu Bella yang tercerabut saat menghentikan anak sapi itu dari berbuat ulah, kemudian menerima uluran topi dan mengenakannya sambil berjalan.

Rolls-Royce Cullinan berwarna putih terlihat menunggu di depan gerbang rumah peternakan, seorang sopir dengan sigap membukakan pintu dan Vale diminta masuk lebih dulu. Maharani terlihat berbincang dengan kepala asisten rumah tangga dan manager operasional pabrik yang sengaja datang untuk menjemput. Tak lama sebuah mobil lain datang, seorang pria yang Vale kenali sebagai salah satu asisten Jemima bergegas turun menemui Maharani sembari menyerahkan sebuah surat. Mereka berbincang cukup lama setelah itu sebelum akhirnya Maharani menyusul masuk.

“Apa ada masalah, Ibu?” tanya Vale khawatir.

Maharani mengulas senyum sambil menggeleng. “Nggak ada apa-apa, cuma sedikit kabar dari Jakarta.”

Vale ingin bertanya lebih lanjut, tapi Maharani telah lebih dulu mengatupkan mulut.

Mobil meluncur mulus di jalanan yang kanan kirinya rimbun dengan kebun anggur. Tak ada suara lain selain deru kendaraan dan cuitan burung. Maharani lalu menyadari raut wajah penuh tanya di wajah sang menantu dan akhirnya bergerak meraih tangan Vale untuk ia genggam. Vale menoleh, dan saat itulah Maharani berkata lembut. “Nggak ada apa-apa, Avalei. Semua akan baik-baik saja. Kamu di sini akan baik-baik saja.”

“Tidak peduli laki-laki atau perempuan,” Bernadie menatap Jemima dengan mata dingin. “Siapa yang pantas didukung, maka akan saya dukung. Jika kamu menginginkannya, maka beri saya bukti bahwa kamu tidak semenyedihkan yang saya kira.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang