BAB TIGA BELAS

7.6K 800 26
                                    

Graha Rekasa Amerta, Jakarta.

“Tersenyumlah, sayang.” Jemima berkomentar jenaka saat melihat Danielle bersama para asistennya melakukan fitting terakhir dari gaun yang dikenakan Vale pada acara resepsi pernikahan mereka. 

Vale yang mendengar itu memutar bola mata malas, bersungut kesal sembari mengangkat tangannya ketika Danielle tengah menjahit bagian yang perlu disesuaikan. Pemilik mata elang yang melirik Jemima dari ujung matanya itu menahan diri untuk tidak mengumpat ketika Jemima mendekat ke depan Vale, menelusuri ujung cape gaun Vale dan berhenti sebelum ujung jarinya bersentuhan dengan Danielle yang tengah menjahit ornamen terakhir.

“Katakan itu lagi ketika kamu yang pakai gaun ini,” desis Vale dengan lirih kepada Jemima. Dia tidak ingin ibu yang ada di ruangan sebelah mendengarnya.

Seolah tidak melakukan kesalahan apapun, Jemima tersenyum miring, mencondongkan tubuhnya pada Vale dan menjawab dengan bisikan di telinga kiri istrinya. Cukup untuk bisa didengar seorang yang membeku dalam posisinya yang terjepit. “Aku bisa mengenakannya, jika itu preferensi kamu.”

Membulat sempurna mendengar itu, Danielle mempertimbangkan untuk menusuk Jemima dengan jarum yang ia pegang. Rasanya seperti selamanya sampai Danielle akhirnya dapat menyelesaikan jahitan itu. Ia kemudian berkata, “Bagaimana, Kak? Apakah sudah nyaman?”

Vale mengangguk, tangannya bergerak-gerak untuk memeriksa ruang gerak tubuhnya. “Sudah oke, terima kasih ya?”

Danielle mengulas senyum. Ia kemudian berlalu ke belakang, melarikan diri dari radius tatapan Jemima. Sementara itu, kepalan tangan Jemima tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Pria itu menekan dirinya untuk tetap tersenyum, kendati ujung matanya tengah mengejar perempuan yang sejak beberapa minggu terakhir mencoba menghindar dengan segala cara.

Jemima putus asa. Ia marah, tapi dia juga tahu Danielle memiliki semua hak untuk memperlakukan dirinya seperti itu.

“Kita sudah jadi tim, kan?” ujar Vale membuyarkan pikiran Jemima akan Danielle. Pria itu menilik raut wajah istrinya lantas bersedekap.

“Selama kamu nggak berniat kabur dari resepsi kita,” sahut Jemima kepada Vale yang mencebik masam.

“Aku masih punya otak untuk nggak melakukan itu.”

“Setelah apa yang kamu katakan di malam pertama kita, aku meragukan kamu nggak melakukan apa-apa?” Jemima mengerling jail. Ia mendistraksi kalut di kepalanya dengan menikmati ekspresi kesal di wajah Vale. “Tapi tentu saja, apapun yang kamu rencanakan, aku akan menghentikan itu jika mengacaukan kita kedepannya.”

Jelas sekali intensi kalimat Jemima barusan. Dia memberikan Vale ultimatum untuk tidak melewati batas. Dan Vale cukup mengerti untuk menurunkan egonya dengan merengek lirih, “Do not leave me alone.”

Nyaris saja Jemima tertawa ketika mengikuti arah pandang Vale. Ia menemukan istrinya itu tengah mencuri pandang dengan sorot ngeri pada ibunya yang tengah berbincang bersama bude-bude dari pihak bapak dan sekumpulan burung kenari berwujud manusia yang sudah bersiap untuk melakukan pertunjukan sebagai bridesmaids (Vale tidak mengenal satupun dari mereka selain bahwa mereka adalah keponakan dan anak-anak teman ibu). Di sisi lain, keluarga Satranegara tidak tampak berbaur. Mereka menggunakan ruangan khusus yang hanya diisi anggota keluarga inti. Vale tidak ingin menyinggung itu, bukan hal yang perlu dia pikirkan juga.

Lagipula, apa yang diharapkan dari Sastranegara setelah Maja membatalkan sepihak rencana pertunangannya dengan Madea Suri ketika semua orang sudah membicarakannya? Merupakan sebuah keajaiban mereka mau menerima Vale sebagai menantu pengganti.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang