BAB EMPAT PULUH LIMA

6.4K 747 60
                                    

“Mustahil memalsukan sesuatu yang belum pernah ada.”

Kalimat itu diucapkan Rengganis Shahbaz ketika Vale mengundangnya untuk membantu tim hukum Damian Saeed dalam melayangkan gugatan. Saat ini di tempat lain, Kanaya melakukan interview pada kandidat penerima beasiswa sementara Kale bersama Serayu mendatangi dinas pencatatan sipil dan museum keluarga Shahbaz untuk mengumpulkan informasi.

Ngomong-ngomong, Nathan dan Serayu akhirnya mengikuti Vale ke Jogjakarta bersama tim hukum Damian Saeed.

“Di Indonesia, gugatan pemalsuan lukisan seperti kasus yang Anda alami tidak pernah terjadi sebelumnya dan secara kasat mata Anda telah kalah bahkan sebelum pengadilan dimulai.”

Sejak awal Vale sudah memperhitungkan ini, sehingga mendengar ucapan Rengganis membuatnya tidak terkejut.

“Saya mengerti itu Pak Rengganis,” Vale menyahuti lebih dulu sebelum Damian, pria yang ditunjuk sebagai kuasa hukum itu berbagi sinyal dan mengangguk pelan. “Dan alasan saya berkonsultasi dengan Anda karena Anda telah membantu memenangkan gugatan lukisan palsu tahun 2016. Saat itu Anda menjadi ahli yang didatangkan untuk memberi penjelasan dalam kasus pemalsuan lukisan Sekar Jati. Di sana Anda menjelaskan bahwa gaya setiap pelukis ketika mengayunkan kuas adalah sidik jari yang sulit dipalsukan sehingga dengan menggunakan keahlian yang Anda miliki serta hasil forensik karya tersebut, penggugat memenangkan gugatan dan berhasil mendapat ganti rugi.”

Rengganis terlihat menyipitkan mata sekilas, kendati di detik selanjutnya pria itu berhasil menghilangkan ekspresi unik di wajahnya.

“Yang saya ingin katakan, Anda adalah Rengganis Shahbaz, pelukis sekaligus ahli lukisan yang pernah bergabung dalam tim investigasi pemalsu lukisan Affandi serta telah malang melintang sebagai ahli di berbagai kasus. Tidak akan sulit bagi Anda untuk mengetahui apakah sebuah lukisan adalah milik Haveen Cato atau bukan”

Masih dengan wajah yang tak berubah, Rengganis mengetukkan jarinya di paha dan mengangguk kecil. “Anda memang memiliki kemampuan mengamati yang baik, Bu Vale.” Pria itu mengulas senyum tipis. “Tapi pendapat saya tetap sama. Untuk dapat membuktikan palsunya sebuah lukisan, maka kita harus memiliki pembanding atau kesaksian langsung dari pelukis yang namanya digunakan bahwa lukisan tersebut bukan miliknya.”

Damian Saeed akhirnya angkat bicara. “Anda benar. Sebagai pertimbangan, kami memiliki tim yang terdiri dari ahli lukisan, ahli grafologi serta kurator yang telah melakukan investigasi menyeluruh pada lukisan ketujuh dengan membandingkannya dengan lima lukisan Haveen Cato yang sudah dimiliki oleh klien kami sebelumnya.” Damian Saeed menggunakan nada yang tajam sejak awal, membuat ekspresi Rengganis sekelebat berubah.

“Hasil yang kami dapatkan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat tipis pada tanda tangan yang biasa dibubuhkan dalam lukisan,” Damian menerima uluran laporan analisis grafologi pada inisial nama Haveen Cato dari seorang asistennya sebelum menunjukkannya pada Rengganis. Pria itu tampak enggan melihat meski pada akhirnya tetap melakukannya. “Sama seperti cara mengayunkan kuas, seseorang juga memiliki identitas diri pada caranya menulis. Jika Anda melihatnya, ada sedikit keunikan yang secara konsisten muncul pada lukisan kedua hingga keenam yang tidak dimiliki pada lukisan ketujuh.”

Rengganis untuk sesaat menautkan alis secara samar, napasnya tertahan.

“Anda dapat melihat bagaimana garis menyilang pada huruf H dibuat dari arah kiri ke kanan, kemudian huruf 'e' dan 'o' kecil yang sama-sama memiliki bentuk unik karena melingkar dengan coretan searah jarum jam. Hal ini berbeda dengan identitas nama pada lukisan ketujuh. Selain itu, kami juga menemukan bahwa setiap lukisan dibuat dengan dominasi tangan kiri, dan jika menghubungkannya dengan temuan ahli grafologi kami sebelumnya, maka semuanya konsisten. Haveen Cato adalah seorang kidal.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang