BAB LIMA PULUH TIGA

6.1K 737 91
                                    

“Anda memiliki dua pilihan,” obsidian Maja menelan seluruh cahaya, menangkap udara di sekitar mereka sebagai tahanan. “Ceraikan adik saya atau Anda tidak akan bisa melihat matahari terbit besok pagi.”

Jemima tahu dia dalam masalah besar ketika mata bengis itu menyambutnya saat ia berusaha mencapai sang istri. Ruang rawat inap VIP istrinya tampak lengang, tidak ada orang lain selain pria yang duduk dengan mata menyalang tajam.

“Mas Maja, biarkan saya bertemu Vale dulu—”

“Itu tidak diperlukan,” Maja tergelak. “Anda meninggalkannya ke Paris dan tidak bisa dihubungi sama sekali ketika dia sedang berada di antara hidup dan mati. Dan sekarang Anda bilang ingin bertemu? Apa Anda tidak berpikir sudah terlalu terlambat?”

Jemima mengerutkan dahi, dia masih bergeming untuk menunggu sang istri muncul. “Saya bersalah, tapi saya perlu tahu bagaimana kondisi Vale, Mas. Apa yang terjadi? Dia sakit apa?”

Maja sudah mencengkram gagang kursi besi teramat kuat hingga rasanya dia bisa membengkokkan besi itu sebentar lagi. Rahangnya yang mengeras menampilkan nadi—gerbang terakhir dari kesabaran yang dia miliki.

“Vale keguguran.”

Mata Jemima membelalak disertai dengan jantungnya yang seolah berhenti berdetak.

“Selama dua hari dia koma karena pendarahan hebat dan selama itu entah apa yang Anda lakukan di Paris,” Jemima dapat mendengar Maja tengah merunut setiap dosa yang Jemima lakukan. Pria berwajah bengis itu menggertakkan geraham, menjatuhkan hukuman. “Jadi selagi saya berbelas kasih karena mengingat ibu Anda, tolong ceraikan Vale. Pulangkan dia.”

Hantaman informasi itu membuat Jemima terperenyak. Matanya menyorot penuh keterkejutan diiringi dengan gelisah.

Apa maksudnya Vale keguguran? Bagaimana mungkin ... dia tidak tahu istrinya hamil selama ini?

Apa yang sudah dia lakukan?

Namun semua pertanyaan itu tak ubahnya anai-anai. Jemima merasakan tubuhnya seketika letih, luka-luka yang ditinggalkan Mikail kembali terasa perih.

“Tolong ...” lirih Jemima. Matanya menatap Maja dengan memohon. Untuk pertama kali, pria itu merasa dirinya begitu bodoh. “Izinkan saya bertemu Vale.”

Sayangnya Maja mendengar permintaan itu sebagai jawaban atas ultimatumnya. Pria itu berdiri, memiringkan wajahnya sekilas sembari menarik segaris seringai. Sorot matanya yang bengis menggelap, dan ketika Jemima berusaha untuk mencari cara mencapai sang istri yang entah di mana, Maja menyergap pria itu dengan satu pukulan telak.

Jemima seketika menabrak dinding ruangan dengan debum mengerikan. Ia mengerang, tapi sebelum sempat bereaksi lagi, Maja telah lebih dulu menarik kerah kemejanya hingga dia tercekik lalu berkata lirih. “Pulangkan—” satu pukulan. “—adik saya.” satu pukulan lagi. “Atau Anda mati hari ini.” Dan pukulan lainnya.

Jemima tidak menjawab. Bibirnya terkatup rapat di antara erangan. Pria itu membiarkan Maja menghajarnya seperti samsak tinju, terlalu sibuk dengan degup jantungnya yang memanggil-manggil nama sang istri. Rasa bersalah membelenggu tubuhnya—fakta bahwa dia meninggalkan Vale dengan mendiang bayinya yang masih muda hingga kemalangan itu menimpa membuat Jemima kehilangan alasan untuk membela diri.

Pada akhirnya Jemima menolak melawan Maja dan mungkin dengan begitu dia bisa mendapat pengampunan.

Nathan secara ganjil banyak bicara hari ini. Vale menatap air mancur yang berada di taman rumah sakit dengan bosan sementara beruang jantan itu menceritakan bagaimana dia dimarahi Serayu selama Vale tidak sadarkan diri.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang