BAB DUA PULUH SATU

7.4K 685 66
                                    

Vale terbangun dengan seluruh tubuh yang seolah terpisah dari satu sama lain. Perempuan itu meringis sambil menggeliat, merasakan pusat tubuhnya yang perih dan tidak nyaman.  Matanya terasa berat dengan kabut yang menggantung tebal, namun ketika ia meraba sisi kiri ranjangnya, hanya ada ruang kosong.

“Mbak, apakah sudah bangun?” Suara yang menyapa Vale terdengar seperti suara wanita yang telah terjaga sepanjang malam. Sedikit serak tapi tetap hangat dan ramah. “Semua bawaan sudah disiapkan, Mbak Vale bisa bersiap dulu sebelum saya siapkan camilan ringan.”

Serayu. Itu suara asistennya yang baru saja dia boyong (untuk sementara, karena Vale berencana menempatkan Serayu di istana sebagai telinga) dari Istana ke mansion Arrash—hunian pribadi Jemima. Vale menggeleng kecil, dia tidak berselera makan. “Suami gue mana?”

Kamu pasti sering mendengar seseorang yang baru saja bangun tidur tidak sepenuhnya memiliki kesadaran, dan bahwa itu berarti ucapan yang keluar seringkali berasal dari alam bawah sadar. Serayu cukup terkejut ketika mendengar pertanyaan Vale, seketika dia mengerjap, lantas segera memproses jawaban. “Ah, ya. Pak Jemima ada di ruang belajar.”

Vale mengangguk ketika mendengar itu. Serayu dengan sigap membantu perempuan itu mengenakan gaun malam yang kemudian ditepis Vale. Dia mengenakan sendiri pakaiannya dan berjalan linglung menuju ruangan sang suami berada.

Langkah Vale terdengar menyeret kesadarannya yang masih berusaha berkumpul, seluruh tubuhnya yang nyeri terpapar angin malam hingga membuat Vale memeluk dirinya sesekali.

Ruang belajar itu terletak di ujung lorong dekat perapian, Vale melihat lampu di sana dan mengerjap untuk menghilangkan kantuk.

Jemima di sisi lain tengah membaca berkas yang dikirimkan Budiman. Di antaranya terdapat pula cetak biru pembangunan Kota Istimewa Nusantara yang pagi ini akan dia kunjungi bersama.

Suara ketukan pintu, Jemima menoleh untuk menemukan sang istri bersandar di pintu kayu yang terbuka—terlihat lelah dan mengantuk. Jemima berdiri, melepas jaket rajut yang dia kenakan lalu memeluk Vale dengan itu. “Kenapa kamu ke sini?” tanyanya khawatir. Tapi lebih dari itu, dia tampak terkejut.

Vale mengangkat bahu, menguap sambil menggeleng kecil. “Cuma memastikan kamu nggak kabur setelah membuat aku seperti ini.”

Vale mengatakan itu dengan maksud bercanda, tapi Jemima mengeraskan rahang sebelum pada detik selanjutnya tatapannya melembut. “Ekspektasi kamu padaku rendah sekali.”

“Kamu nggak memberikan aku kesempatan berekspektasi lebih,” ujar Vale tak acuh pada sang suami yang menatap penuh arti. “Apa yang kamu lakukan di sini?”

Jemima perlu mengembalikan jiwanya dengan cepat sesaat setelah pertanyaan itu. Dia menggiring Vale untuk duduk di sofa, menjawab pertanyaan sang istri setelahnya dengan, “Hanya sedikit pekerjaan.”

Namun Jemima lupa, istrinya adalah seorang Avalei Auman Ranju. “Kamu menjawab pertanyaan itu seolah aku nggak tahu kamu akan datang sebagai konsorsium KIN,” Vale melirik sang suami yang terkekeh kecil mendengar ucapannya. “Jadi apa kamu butuh sesuatu? Aku tahu rumor di istana melebihi siapapun.”

Dan siapapun juga tahu itu tawaran yang menggoda. Tapi Jemima akan menyimpan itu untuk hal lain, karena saat ini penting untuknya memastikan di mana istrinya akan memilih setia. Ranju adalah Ranju. Jemima mengingatkan dirinya untuk tidak melibatkan Vale terlalu jauh.

Maybe later,” lirih Jemima. Dia menutup laptopnya dan beringsut mendekati sang istri. Serayu yang mengikuti Vale di depan ruangan berbagi tatapan dengan Jemima. Dan tanpa kata-kata perempuan itu mengerti untuk menutup pintu ruang belajar dan mengambil cukup langkah untuk menjauh dari sana.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang