SIDE STORY SATU

7.2K 740 102
                                    

Jemima percaya karma.

Jika mengingat apa yang terjadi pada keluarganya karena kelalaian yang dia lakukan, Jemima ingin sekali mengulang waktu dan mencegah kehancuran itu jauh-jauh hari. 

Selain bahwa Madea sekarang mendapat perawatan khusus sebagai kedok isolasi, sampai saat ini, bibi River masih sangat sibuk memperbaiki image perusahaan pasca skandal lukisan palsu Haveen Cato dan kejahatan Madea yang mendapat atensi publik—Jemima bahkan harus terbang dari Jakarta-Malang untuk membantu River. Meski secara tertulis River adalah Presiden Direktur Sastranegara Group sekaligus direktur utama SG Mining, Jemima tetap membantu River sesuai janjinya dengan menangani proses pembangunan smelter di Morowali. Hal itu karena Sastranegara tidak memiliki banyak pilihan, itu sebabnya Bernardie menganggap apa yang terjadi pada Madea adalah kerugian besar. 

Meski begitu, ketika Jemima kembali ke rumah dan menemukan sang istri sibuk dengan kegiatan eksperimentalnya, tak ayal membuat Jemima melepas rasa sesak itu dan mengulas senyum lebar. Dia meletakkan jas dan tas kerjanya di atas kursi, juga sebuah kotak kudapan dari bakery kesukaan sang istri, kemudian menggulung lengan kemeja putih dengan garis-garis tipis berwarna biru muda itu hingga siku.

“Apa yang kamu buat kali ini, sayang?”

Vale melirik kedatangan Jemima dan meminta sang suami untuk mendekat dengan jari telunjuk. “I made rawon,” jawab Vale sambil mengarahkan sendok sayur kecil berisi kuah sup hitam itu ke depan mulut Jemima. “Coba dulu, kalau beracun aku bikin ulang.”

Vale dan kalimatnya yang ajaib. Jemima terkekeh kecil dengan menggelengkan kepala heran, tapi tetap secara patuh menyesap kuah itu dan menimang bagaimana rasanya. Jemima pernah membaca bahwa salah satu bahan utama rawon adalah kluwek, dan kluwek akan beracun jika pengolahannya tidak tepat. Kendati begitu, Jemima tidak punya keraguan untuk mengambil lebih banyak kuah demi mendapat pengalaman rasa yang lebih utuh. Ia lantas mengangguk-angguk kecil. “Enak. Rasanya mirip dengan yang dibuat ibu, akan lebih sedap kalau kamu tambah kecambah mentah.” 

“Uhm,” Vale bergumam kecil dengan bibir terkulum, “I did use ibu’s recipe, tapi aku merasa ada yang kurang. Kecambah mentahnya sudah ada sih, cuma kata ibu disajikan terpisah saja biar ketika dimakan masih crunchy. Tapi, kamu nggak merasa aneh? Pusing? Or something?”

Jemima menggeleng. Dia menarik pinggang Vale yang masih mengenakan celemek, kemudian berkata, “It is edible and tasty, Wife. Kalau ternyata efeknya muncul satu atau dua jam lagi, pity me but i have no regret.

Rasanya Vale jengah sendiri mendengar betapa Jemima selalu mengatakan hal konyol seperti itu. “Do you hear yourself?” Vale memutar bola mata lalu mendorong Jemima dengan kedua tangannya agar menjauh. “Kamu tuh selalu ngentengin, kalau sudah kejadian baru menyesal.”

Sebenarnya, Vale merutuki dirinya karena tak bisa menahan rona di pipinya selain dengan menutupi dengan omelan. Perempuan itu mengambil sendok dan menambahkan sedikit penyedap lantas mengaduknya kembali. 

“Siapin nasi sama piringnya, bisa? Sebentar lagi rawonnya matang.”

Jemima dengan patuh melakukan apa yang diminta Vale. Selain nasi putih pulen yang terlihat mengepul, Jemima secara khusus meletakkan kotak berisi macaron yang disukai Vale di piring kecil. Sembari menunggu Vale memindahkan sup beraroma sedap itu ke dalam mangkuk, Jemima dengan tekun membersihkan buah anggur dan mengukir apel menjadi potongan kelinci-kelinci kecil.

“Istriku, bibi River mengundang kita ke acara launching rumah busana Riverra Rosé, apa kamu mau datang?” tanya Jemima ketika Vale meletakkan mangkuk berisi rawon yang mengepulkan asap lezat.

“Uhm, kapan?”

“Minggu depan, tapi kalau kamu lelah nggak papa. Bibi River pasti mengerti.” Jemima menatap Vale lembut, menyelesaikan ukiran kelinci pada potongan apel terakhir. “Akan ada banyak orang dan kamu mungkin nggak akan suka berada di sana—”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang