BAB TIGA PULUH ENAM

6.7K 683 37
                                    

BENTROK ANTARA APARAT DENGAN WARGA KEMBALI TERJADI PADA EKSEKUSI PEMBEBASAN LAHAN PROYEK KIN: 17 AKTIVIS DAN WARGA DITANGKAP

(Kalimantan Timur, 8/25) 13 mahasiswa yang ditahan dengan tuduhan menjadi dalang kerusuhan demo 15 Agustus masih belum dibebaskan kendati mendapat protes dari kalangan masyarakat, kini aktivis dan masyarakat adat kembali ditangkap dalam kerusuhan pembebasan lahan di wilayah calon KIN.

Massa aksi yang terdiri dari aktivis dan masyarakat adat menghadang alat berat yang dibawa untuk menghancurkan hunian di atas tanah calon wilayah KIN. Pihak kontraktor yang didampingi aparat beralasan pihaknya telah mendapat perintah eksekusi dan hanya melakukan tugas sebagaimana diperintahkan. Ketegangan antara pihak masyarakat adat dan kontraktor kemudian berakhir dengan bentrok di mana aparat kepolisian kemudian mengamankan beberapa massa aksi yang dianggap sebagai provokasi.

Vivianne Rosetta Alby yang turut serta dalam advokasi menyatakan saat konferensi pers Aliansi Masyarakat Adat bahwa, “Proses pembebasan lahan tidak dilakukan dengan prosedur yang tepat dan mengabaikan Hak Asasi Manusia. Dari total 313 keluarga terdampak, hanya 103 keluarga yang setuju untuk melepas tanahnya. Pemerintah alih-alih melakukan pendekatan yang baik dan memberikan ganti rugi yang setara, justru bertindak represif dengan mengirim aparat seolah warga yang mempertahankan haknya adalah kriminal dan penghianat negara.”

Diketahui, pembebasan lahan guna pembangunan KIN baru mencapai 67% dari seluruh tanah yang dibutuhkan. Lamanya proses pembebasan lahan disebabkan karena penolakan masyarakat setempat yang belum sepakat dengan rencana relokasi dan ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.

“Kami masih mencoba mengkomunikasikan dengan kepala adat dan pihak-pihak terkait untuk negosiasi secara damai, diharapkan akhir tahun ini seluruh proses pembebasan tanah KIN bisa rampung,” ujar Menteri ATR/BPN Rinta Syarifuddin.

“Jangan ajak aku ngomong kecuali kamu mau aku melompat keluar.”

Jemima mengulum bibirnya, Vale menatap keluar jendela mobil seolah sesuatu di sana lebih menarik dari sang suami.

Pria itu menghela napas. “Aku mengerti kamu masih marah,” Jemima mencoba menahan dirinya untuk tidak meraih tangan sang istri dan membuat perempuan itu semakin kesal. “Tapi menyakiti dirimu sendiri untuk protes padaku bukan hal yang baik.”

Vale sebenarnya ingin menggerutu kalau maksud ucapannya tadi bukan melompat secara literal, tapi dia memilih untuk mengabaikan ucapan Jemima dan fokus menghitung jumlah mobil yang berpapasan dengan mereka.

Oh, itu mini cooper pink yang Vale pengin beli. Dalam kepalanya, tersusun rencana bagaimana menghabiskan uang setelah Jemima memberikan bagiannya sesuai kontrak.

Jemima berkata lagi, “Ibu bertanya soal kamu,” Vale masih tak acuh. “Beliau ingin kita pindah ke mansion utama saat kamu hamil—”

“Kamu janji mau bilang ke ibu untuk nggak menekan aku, kan?” Sontak Vale menoleh, ekspresi wajahnya tajam.

“Aku belum selesai bicara, Avalei,” Jemima berkata sabar. “Permintaan ibu murni karena beliau ingin merawat kamu saat hamil, tapi bukannya aku ingin memaksa kamu untuk menurutinya.”

Vale sudah kepalang kesal. Perempuan itu membuang kembali wajahnya ke luar jendela. Jemima menyentuh hati-hati lengan sang istri, sebisa mungkin tidak terlalu membuatnya terganggu. “Aku mengaku salah,” suara Jemima terdengar tulus. “Apa yang aku ucapkan hari itu memang keterlaluan.”

Meski masih bergeming, Vale kini mendengar suara Jemima dengan lebih saksama.

“Aku terlalu panik sehingga nggak bisa berpikir jernih, seharusnya aku nggak membuat asumsi dan langsung menyalahkan kamu seperti itu,” perlahan jemari Jemima telah mencapai telapak tangan Vale, sang istri sedikit terkejut dan menoleh dengan  wajah yang masih belum berubah. “Aku benar-benar minta maaf.”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang