BAB DUA PULUH TUJUH

6.1K 815 279
                                    

Jemima menunggu kedatangan sang istri dengan gelisah. Dia melihat jam tangan Rolex Black-PVD Submariner yang dia dapatkan dari Danielle untuk ulang tahunnya yang ketiga puluh dengan alis tertaut, sesekali melongok keluar jendela. Pesannya pada Serayu ditanggapi perempuan itu dengan dingin.

Siap. Sedang dalam perjalanan.”

Hanya itu, dan sudah setengah jam berlalu.

Deru mobil terdengar merambat dari gerbang mansion. Jemima bergegas turun untuk menyambut sang istri yang saat ini terlihat ... berbeda.

“Avalei—”

“Kita perlu bicara.”

Tersentak, Jemima mengangguk cepat dan mengekori sang istri dari belakang. Dalam langkahnya pria itu memikirkan berbagai kalimat yang akan dia ungkapkan; alasan dia bersama Danielle, mengapa dia berlalu begitu saja tanpa memanggil sang istri, dan terutama berita besar yang akan mengubah hidup mereka seketika.

Vale berhenti di ruang belajar, lampu ruangan itu otomatis menyala dengan cahaya lembut, Jemima yang berada di belakang melihat sang istri semakin jauh. Perempuan itu lalu mengambil duduk di sofa yang berada di ujung.

“Tolong beritahu Budiman, aku akan mulai bekerja di galeri besok,” Avalei mengawali dengan suara tenang. Tidak ada emosi yang tertangkap di rungu Jemima selain keseriusan. “Timku menemukan beberapa kejanggalan dari aliran dana lelang Haveen Cato ketujuh, dan kerusuhan yang terjadi hari ini akan memiliki efek domino karena Langit Terbakar ada di galeri kamu.”

Jemima terus mendengarkan. Pikirannya berada di tempat lain tapi Vale perlahan merenggut kesadarannya hanya untuk perempuan itu. “Informasi yang aku miliki sekarang memang belum cukup untuk menemukan pemalsu Haveen Cato ketujuh ataupun mendapatkan kepercayaan kamu, tapi,” jeda yang tercipta membuka penglihatan Jemima bahwa Vale menatapnya dengan tatapan dingin. Kontras dengan apa yang dia lihat sebelum mengantar istrinya itu masuk ke dalam mobil siang tadi. “ ... bukankah kita tim, Jemima?”

Apa yang sedang terjadi—

“Kamu setuju untuk bekerja sama, tapi kamu tetap bergerak diam-diam di belakangku dan membahayakan orang-orangku.”

“Apa yang kamu bicarakan?”

“Tadjanendra,” Vale menyambar begitu cepat. Jemima bisa merasakan amarah perempuan itu, tapi dia masih tidak mengerti. “Apa kamu masih belum selesai dengan mereka? Bukankah kamu setuju mempercayai aku untuk mengatasi Haveen Cato?”

“Avalei, istriku ... aku nggak mengerti, ada apa dengan Tadjanendra?”

Raut bingung Jemima terlihat begitu kentara. Pria itu mengikis jarak antara dirinya dan sang istri, mengambil duduk di sampingnya sambil berusaha membuat Vale menatap padanya. “You look pale, are you okay?”

Vale tertawa, benar-benar tertawa. “Kamu benar-benar membuat aku takjub, Jemima.” Ada pahit dari kalimat itu. “Hari ini temanku hampir mati, dan di saat aku berusaha mencarinya di antara daftar nama orang hilang, orang-orang itu—Tadjanendra—datang ke kediamannya.”

Jemima menahan napas mendengar itu.

“Tidak bisakah kamu melakukan seperti kesepakatan kita, Jemima?” Vale berhasil meraih kembali ketenangan di wajahnya. Dia melepas udara dari dada, menatap Jemima dengan kelam yang tak lagi memancar. “You want me to bear your child? I will. Tapi sebelum itu, i have to make sure my people's safety. Let me take care of Haveen Cato dan kamu pastikan Tadjanendra atau siapa pun nggak mengganggu jalanku.”

Banyak hal yang berusaha Jemima pahami dari ucapan sang istri. Terutama mengenai Tadjanendra. Dia tidak menginstruksikan apapun pada Theodore pasca acara kirab budaya, seharusnya kesepakatan berakhir saat itu. Jadi, apa yang baru saja dikatakan Vale tidak masuk akal di kepalanya. Meski begitu, Jemima akan mencoba mengatasinya sendiri dan membiarkan Vale menumpahkan amarah padanya malam ini.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang