BAB EMPAT

10.6K 1K 53
                                    

“Tidak bisakah kamu pertimbangkan lagi untuk menikah denganku?”

Jemima meletakkan tubuh Danielle hati-hati di meja kerja sang perempuan, mengambil ciuman di sekitar leher Danielle seolah hanya dengan itu ia akhirnya bisa bernapas.

Jejak yang Jemima tinggalkan merekah seperti bunga-bunga di musim semi. Ia berhenti sejenak, menjauhkan wajahnya untuk melihat maha karya yang ia lukis di tubuh pemilik paras yang begitu ia rindukan seharian ini.

Tangannya meraba pipi, lalu mata. Mengecup Danielle yang memejam dengan napas tertahan, kemudian turun pada leher, turun lagi hingga dada sementara tangannya menyingkap gaun yang perempuan itu kenakan.

Napas keduanya beradu, hawa panas menyesaki ruangan yang tak pernah lapang dari kertas-kertas coretan dan desain gaun yang Danielle kerjakan. Jemima lantas mengambil kesempatan untuk mengecup tubuh Danielle di setiap jengkal pakaian yang ia lepaskan. Dan seolah belum cukup, Jemima kembali pada bibir Danielle, melumatnya begitu rakus seperti orang kelaparan.

“Ada apa dengan kamu hari ini—mhm,” Danielle mengerang di sela ciuman. Ia menahan dada Jemima dengan kedua tangannya, berharap menciptakan jarak.

Namun usaha itu selalu sia-sia ketika dengan mudah Jemima mengeratkan pelukan di pinggang Danielle, meraih kembali bibirnya, dan mengusap ranum itu penuh kasih sayang. “Jawab aku dulu, hm?”

Pria ini selalu punya cara untuk mendominasi. Daniella mendesah, tangannya menahan Jemima yang tiba-tiba sudah mencapai pusat tubuhnya begitu dia lengah. “Kamu ... hentikan dulu, demi Tuhan!”

Jemima mengerling dengan seringai nakal, jari-jarinya masih bermain hingga Danielle nyaris kehilangan kewarasan. “Uh, Jemima, p-please!”

Danielle meneguk ludah susah payah, keringat mengucur di dahinya dan mengalir hingga dagu. Terlihat begitu manis. Jemima meraih kembali wajah Danielle, menjilat di tempat keringat itu mengalir dan menyerang Danielle dengan kecupan-kecupan kecil yang berakhir di bibirnya yang membengkak.

"Jadi," Danielle akhirnya membekap mulut Jemima dengan kedua tangan, kendati pria gila itu masih sempat-sempatnya menjilat di balik telapak tangan sang perempuan. “Jelaskan dulu kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal mengerikan itu lagi? Dan berhenti menjilati aku Jemima! Kamu bukan anjing.”

“Aku bisa menjadi anjing kalau kamu mau.” Danielle menjewer telinga Jemima ketika mendengar itu. Sang pria mengaduh, lalu mencuri satu kecupan lagi sebelum menjauh dari serangan penggaris besi Danielle.

“Oh ayolah kamu kejam sekali,” rengek Jemima yang kini bersembunyi di balik kursi. Danielle mendelik kesal dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

“Jadi?”

Sambil menggaruk belakang kepalanya, Jemima beringsut mendekati Danielle, menarik kursi yang sebelumnya ia singkirkan dan duduk bersimpuh dengan kepala di atas paha sang perempuan.

“Hari ini aku bertemu dia.” Suara Jemima terdengar begitu lirih sampai Danielle hampir tidak bisa mendengarnya.

“Calon istri kamu?” Danielle menimpali dengan pertanyaan retoris, tangannya meraih wajah pria itu dan mengelus pipinya dengan ibu jari.

Jemima mendongak, lalu mengangguk kecil sebelum kembali menyembunyikan wajah di paha Danielle. “Dia aneh.”

“Maksudnya? Aneh bagaimana?”

“Aneh saja, kupikir aku nggak akan bisa bertahan lama-lama bicara dengan dia.” Ucapan Jemima terdengar lebih seperti rengekan anak-anak yang protes pada hal yang tidak dia sukai. Danielle menahan tawanya karena merasa itu membuat Jemima tampak imut. Dia pasti mengomel jika Danielle mengatainya imut.

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang