BAB ENAM PULUH TIGA

6.5K 824 111
                                    

Leave your comments so I can see your reaction!
I really love to read each of your comments because it makes my day🌷

©Jahterra 2024

“Jika kamu benar-benar merasa bersalah,
kamu harus kembali ke Jakarta dan fokus mengalahkan Madea,” Avalei mengatakan itu satu jam setelah dia menangis.

Jemima tidak tahu matanya memerah dan Vale memilih tidak memberi tahu suaminya betapa jelek wajah pria itu sekarang.

“Maaf aku salah.”

“Iya kamu salah,” Vale mengibaskan tangan lalu menarik tangan Jemima untuk mengeringkan sisa air mata pria itu dengan ujung kemejanya. Dia kemudian mengetuk dahi Jemima pelan lalu melanjutkan. “I believe there's something here, now prove me. I don't want you to go bankrupt. So pack it up cry baby.

Saat ini dia masih berada di pangkuan Jemima, tidak ingin turun sedikitpun karena dia malas berjalan—menangis menguras tenaga dan saat ini dia akan menjadikan Jemima sebagai kaki.

“Apa aku akan dimaafkan?” Jemima bertanya itu dengan lugu, lalu mengoreksinya sendiri. “Tapi, kamu nggak perlu melakukannya. I don't deserve your forgiveness.”

Vale mengangguk. “That's right, you don't deserve my forgiveness,” suara Vale terdengar ringan dan tenang. Begitu berbeda dengan dirinya satu jam lalu.

Jemima sudah bersiap untuk menghabiskan hidupnya untuk mencari pengampunan sampai sang istri menambahkan satu kata lagi. “—yet.”

Mata madu itu mengerjap bingung, dan Vale mengangguk sebagai jawaban. “Kamu harus berusaha untuk dimaafkan, Jemima. Nggak ada yang bisa didapatkan dengan cuma-cuma.”

“Avalei...”

And five years prior, remind me of today.”

Jantung Jemima kembali dibuat mencelos. Dia tahu maksud kalimat terakhir istrinya, dan ingin berpura-pura tidak mendengar. Tapi, dia tak memiliki pilihan selain mengembuskan napas pasrah dan mengangguk kecil. “Aku mengerti. Tapi apa ada cara untuk aku mengubah keinginan kamu?”

Vale melirik troli makanan yang dikirimkan staf dapur satu jam lalu dan meraih sebuah macaron pistachio. Dia mengunyah kudapan manis itu dan mengernyitkan dahi. “It's too sweet,” gumamnya mengabaikan pertanyaan sang suami.

“Aku akan mengingatkan pattisier kita untuk mengurangi gulanya nanti,” jawab Jemima tak kuasa menahan senyum. “Apa kamu nggak ingin menjawab aku, istriku?”

Vale menatap Jemima dengan sebelah alis terangkat, mengambil satu lagi kudapan manis yang berada dalam jangkauannya—eclair dengan isian cream chantilly dan chocolate ganache.

“Haruskah?” balas perempuan itu sambil mengunyah lagi. Mengangguk-angguk pada rasa gurih dan manis yang menari di lidahnya. “Tanya lagi setelah kamu mengalahkan Madea.”

Baru saja, sang istri telah memberikan titah pada Jemima.

Aroma wedang jahe menjadi satu-satunya yang familier bagi perempuan dengan mata secemerlang madu itu. Pendopo istana negara yang biasanya hanya dia datangi bersama Maharani kini terlihat lengang dengan angin yang berangsur membelai leher. Jayasena menyeruput wedang jahenya, dari jarak beberapa meter Madea dapat melihat Paspampres dan staf istana yang berjajar menunggu perintah.

“Saya melihat usaha Anda sejauh ini, Mbak Madea,” Jayasena mengawali pembicaraan dengan suara rendah. Raut wajahnya terlalu tenang dan memberi desir tak nyaman. “Tapi apa yang bisa Anda tawarkan bagi saya untuk terus mendukung Anda?”

HOLIER THAN THOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang