Aric tadinya sudah bilang tidak mau, ia sudah biasa menentang keras Salma tiap kali berusaha membujuknya keluar, dari mulai di nasehati dengan halus sampai berdebat, semuanya sudah Aric coba.
Tapi Gika ternyata pantang menyerah, dari subuh hari ia sudah terus menempel pada Aric seperti lintah. Memakan waktu lama untuk mereka mandi karena Gika terus saja bicara.
Sumpah, Aric tidak bohong. Gika itu adalah sumber kebisingan dunia.
Sekarang masih sama, perempuan itu masih berusaha membujuknya. Aric sampai tidak bisa fokus pada bacaannya karena Gika terus bicara.
"Kan kita berangkatnya pagi, sore udah pulang." Ini sudah pukul delapan pagi, Gika bahkan meninggalkan rutinitas skincare nya demi membujuk Aric
"Mas, mama sama yang lain udah siap-siap loh." Gika jadi geregetan sendiri melihat tingkah Aric. Lebih mudah membujuk anak lima tahun dari pada dia.
"Mas Aric ayolah! Please! Mau ya?" Jangankan menjawab, Aric sekedar menggeleng saja tidak.
Ia benar-benar mengabaikan Gika meski Gika berisik dan banyak bicara. Gika akui dia hebat karena mampu bertahan selama itu untuk tetap diam. Tapi Gika bukan orang dengan kesabaran tak terhingga, dia juga bisa emosi dan kesal jika usahanya tidak membuahkan hasil. Dengan lancang, Gika menarik buku Aric, hingga matanya yang tajam itu menatap padanya.
"Kalo udah gini baru mau ngeliat ke aku?" Ucap Gika seperti menyindir.
"Menurut kamu, sopan enggak kalau kamu merampas barang orang lain?" Aric tidak membentak, nadanya juga tidak tinggi. Tapi teguran dan tegasnya tersampaikan dengan baik.
"Emang kamu sopan cuekin aku terus dari tadi?" Tapi Gika tidak terpengaruh, mana ada dia diam kalau diajak debat?
"Sini" Gika membuang buku itu keatas kasur, buku yang jauh lebih menarik dari dirinya hingga Aric hanya terpaku disana.
"Enggak sopan Gika! Saya kan udah bilang saya enggak mau! Kamu tuli?!" Dan ternyata Aric lepas kendali juga, ia meneriaki Gika. Suaranya menggema ke seluruh penjuru kamar, sampai Gika yang tadinya berniat memancing malah kaget juga.
"Kita cuma___
"Sebentar atau lama saya enggak mau! Kenapa malah maksa saya?! Kalau kamu mau, pergi aja sendiri! Lakuin apapun yang kamu mau!" Gika menatap Aric dengan kesal yang sengaja di perlihatkan. Ia kemudian berbalik mengambil ponselnya dan menelpon pak Arman, di depan Aric.
"Pak, aku mau pergi sampe malam, mas Aric mau sama pak Arman aja." Ucapnya tanpa basa-basi, lalu segera mengambil pakaiannya yang sudah ia siapkan semalam sepaket dengan milik Aric, tapi Aric tidak mau. Ia juga mengambil alat make up nya dan memilih bersiap-siap dirumah ibu mertuanya. Meninggalkan Aric yang diam dan tidak tau mau bereaksi bagaimana, ia kelepasan berteriak di depan Gika.
______
"Tolong panggilin Gika" pinta Aric pada pak Arman yang hari ini kembali mengurusinya secara full, setelah kemarin-kemarin diambil alih oleh Gika.
Gangika Ameera, yang sudah sampai dirumah sejak jam empat sore tadi tapi malah menetap dirumah mamanya. Aric tau, dan ia mulai jengah karena hingga pukul sembilan malam ia tidak kembali kesini. Benar-benar ia hanya berdua saja dengan Arman seharian. Itu bukan hal baru, sebelumnya memang sudah seperti itu, tapi Aric tidak tau sejak kapan ia mulai terbiasa dengan Gika yang berada di sekitarnya, bukan pak Arman.
Arman mengangguk paham, segera melaksanakan perintah sang tuan yang gengsinya seperti hendak menembus langit.
"Mbak, di panggil mas Aric" ucap Arman to the poin mendapati istri bos nya sedang asik bermain ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
Literatura FemininaI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower